Bab 5

801 Words
Raja baru saja memakai kembali kemejanya, dia menatap kesal pada Kanaya yang masih saja terus menangis dalam pelukan ibunya. Sial, gue cuma niat main-main tadi, batin Raja. "Prabu akan segera ke sini," ujar Defan membuat Raja tersentak kaget. "Dan kalau kau berbohong, akan aku buat tangan dan kakimu patah!" "Pa-Papa mau ke sini, Om?" tanya Raja tak percaya. "Hm, keluar kau dari kamar putriku!" Defan langsung menendang kaki Raja dan menggiring Raja keluar kamar putrinya. "I-iya Om, iya," ucap Raja, dia pun keluar kamar Kanaya. "Jangan coba-coba kabur!" tegas Defan, dia melihat ke sekelilingnya. Raja mengikuti arah pandang ayahnya Kanaya dan seketika mata Raja langsung membulat melihat ada beberapa Bodyguard yang berjaga di ruang tamu apartemen itu, susah payah Raja menelan paksa salivanya, dia tidak menyangka jika Kanaya adalah seorang putri dari seorang pengusaha terkenal. "Duh, apes banget gue," gumam Raja. Sementara itu, Defan masuk kembali ke kamar putrinya. Dia mendekati Kanaya yang masih dalam pelukan Kinanti. "Sayang," ucapnya. "Nay, sekarang katakan pada Papa, apa pria itu sudah menyakitimu, sejauh mana dia sudah menyentuhmu?"tanya Defan. Kanaya hanya menunduk, dia benar-benar takut, dia masih syok, dia bisa saja menceritakan kebenarannya, tetapi apa yang terjadi membuat dia sulit sekali untuk mengeluarkan suaranya. "Cukup Mas, Putri kita masih sangat syok," kata Kinanti. "Sayang, rasanya aku nggak percaya kalau Kanaya dan pria itu pacaran, kalau mereka pacaran mana mungkin Putri kita takut kayak gini," ujar Defan. Kinanti merasa sedih, dia mengusap lembut rambut putrinya. "Aku sangat tahu bagaimana seorang perempuan, kalau cinta pastilah rela, gak ketakutan kayak Naya, ya kan sayang?" tanya Defan pada istrinya, pria itu tersenyum pada istri yang sangat dia cintai itu. Kinanti pun kesal dengan apa yang baru saja dikatakan suaminya, wanita itu langsung menginjak kaki suaminya. "Ow,sayang," ucap Defan protes. "Bisa serius nggak sih, Mas?" tegur Kinanti. "Hah, ya, ya baiklah, kamu tenangkan dulu Naya, biar aku urus pemuda b******k itu," ujar Defan, pria itu lalu keluar untuk menemui kembali Raja. Apa benar si b******k itu anak Prabu? batin Defan. Di ruang tamu, Raja baru saja berniat menghubungi Luki, berharap bantuan dari sahabatnya itu. "Jika kau berbohong, siap-siap saja!" Raja terkejut dengan suara bariton yang tiba-tiba mendekat padanya, saking terkejutnya ponsel di tangan pria itu langsung terjatuh ke lantai. "Berapa usiamu?" tanya Defan. "Ti-tiga, eh dua, 29 Om," jawab Raja. Defan mengangguk pelan, pria itu berpikir, 29 tahun harusnya sudah matang. "Lalu, apa profesimu?" tanya Defan kemudian. Susah payah Raja menelan paksa salivanya, jantungnya berdebar begitu cepat, dia tidak pernah merasa gugup seperti ini. "Apa kau bekerja di perusahaan ayahmu, sebagai apa? Manager, CFO, atau apa?" tanya Defan penasaran. Raja langsung menggelengkan kepalanya. "Ti-tidak Om," jawab pria itu terbata membuat Defan mengernyitkan dahinya. "Oh, kau punya bisnis sendiri?" tanya pria itu. Lagi-lagi, Raja hanya menggelengkan kepalanya membuat Defan semakin penasaran. "Lalu, kau kerja apa?" tanya Defan. "Dok, dokter Om," jawab Raja disusul helaan napasnya panjang, sungguh dia gugup bukan main. "Dokter, spesialis?" tanya Defan. Raja menggelengkan kepalanya. "Ma-masih Residen Om," jawabnya. Mendengar itu, Defan berpikir tiba-tiba, dia tidak percaya jika pemuda di depannya adalah putra dari Prabu Dewantara. Sampai kemudian, Defan menoleh ke arah pintu di mana bodyguard-nya telah membuka pintu apartemen, tak lama Prabu Dewantara masuk ke dalam apartemen itu. Defan pun langsung berdiri dan menyambut teman bisnisnya itu. "Maaf Pak Prabu, sore begini, saya ngerepotin Anda untuk datang ke mari," ucap Defan. Prabu Dewantara menganggukan kepalanya, lalu dia menoleh ke arah sofa di mana Raja tengah duduk dan menunduk. Defan menghela napasnya, dia melihat ke arah Raja, lalu pada Prabu. "Em, dia ...," ucap Defan ragu-ragu. "Apa yang dilakukan bocah nakal itu padamu?" tanya Prabu. Defan mengernyitkan dahinya, lalu dia menatap dengan serius pada rekan bisnisnya itu. "Ja-jadi, dia benar-benar putramu?" tanya Defan. "Em, bukankah kau ...." Pria itu masih ragu. Prabu Dewantara menghela napasnya, lalu dia mendekati Raja. "Ya, dia putraku dari istri pertamaku," jawab pria paruh baya itu. Defan masih belum percaya itu, ia lalu duduk di depan Prabu dan juga Raja. "Jadi apa masalahnya sampai kau meneleponku untuk kenakalan bocah ini, apa yang sudah dia lakukan?" tanya Prabu. "Oh, itu ...," ucap Defan, dia menatap penasaran pada Raja yang terus menunduk sejak tadi. Defan menghela napasnya panjang, lalu dia pun menceritakan apa yang terjadi pada Prabu kejadian yang baru dia dapati. Prabu menatap Raja, pria paruh baya itu mengepalkan tangannya lalu menghela napasnya panjang. "Oke, baiklah, kalau begitu biarkan kami bertanggung jawab," ujar Prabu. "Apa, tanggung jawab seperti apa?" tanya Defan. Prabu menganggukkan kepalanya, lalu ia menepuk bahu Raja. "Kita nikahkan kedua anak kita," ujarnya. Raja langsung menata pada ayahnya. "Pa," ucapnya protes. "Apa, usiamu sudah mau 30 tahun, sudah bukan masanya main-main lagi," ujar Prabu, dia berharap pernikahan Raja dan putri dari rekan bisnisnya ini akan bisa merubah putranya menjadi lebih baik. "Bagaimana Pak Defan, Anda setuju, bukan? Anda mengenalku dengan baik," tanya Prabu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD