Bab 6

960 Words
"Gak mau, Pa!" ujar Raja begitu dia sampai di apartemennya bersama sang ayah. "Dia bisu, gak mau!" tegas Raja sekali lagi. "Siapa yang memberimu pilihan?" tanya Prabu. Pria itu menghela napasnya perlahan. "Kebetulan, perusahaan Papa sedang merugi, jika kau menikah dengan anak Defan, maka bisa dipastikan akan banyak investor berdatangan ke perusahaan kita, saham kita akan naik," ujarnya. "Tapi Pa, dia cewek bisu," ujar Raja. "Raja gak mau punya cewek gak bisa ngomong, apalagi istri, gak mau!" tegasnya. "Gimana dia gak penting, yang penting orang tuanya bisa membantu masa depan perusahaan kita, juga mungkin mendukung cita-citamu jadi dokter hebat!" tegas Prabu. Mendengar itu, Raja langsung menatap dengan serius pada ayahnya. Selama ini, sang ayah menentangnya menjadi dokter, tapi dia nekad memilih profesi itu sebagai cita-citanya. "Kalau kamu menolak, Papa stop uang bulananmu, juga semua fasilitasmu!" Raja berdecak, dia kembali teringat dengan Kanaya. Saat ini, bayangan gadis itu menangis terlintas dalam benaknya. "Ingat Raja, Papa gak suka kamu jadi dokter seperti ibumu, tapi kalau kamu bisa membantu Papa sekali ini saja, Papa akan pertimbangkan impianmu itu!" tegas Prabu sebelum pergi meninggalkan apartemen putranya. Sepeninggal ayahnya, Raja terus memikirkan tentang tawaran pernikahan dengan Kanaya sebagai bentuk tanggung jawab atas apa yang dia lakukan pada Kanaya. "Ah pusing gue," gumam Raja, pria itu kemudian pergi keluar untuk mencari sesuatu yang bisa menenangkan pikirannya. Tiba di lobi, Raja melihat Kanaya pergi bersama orang tuanya. "Dia benar-benar anak konglomerat," gumamnya saat melihat ada beberapa mobil yang pergi mengiringi mobil utama yang membawa Kanaya dan kedua orang tuanya. "Pradipta," gumam Raja mengingat nama keluarga Kanaya. Pria itu kemudian teringat dengan bujukan ayahnya. Keluarga gadis itu bisa membantumu jadi dokter hebat. Raja menghela napasnya panjang. "Sayang banget, cewek cakep begitu tapi bisu, pantas Andreas gak mau, sampai cuma dimanfaatkan," gumam Raja. "Tapi, kalau gue setuju, apa bedanya gue sama Andreas?" Raja berdecak. "Masa gue harus nikahin dia sih, cantik sih, tapi bisu, dih, malu lah seorang Raja punya istri bisu, cewek cantik kan banyak." Namun, lagi-lagi wajah sendu yang basah dengan air mata Kanaya tadi setelah penolakan Andreas, kembali terlintas dalam benak Raja. Pria itu seolah merasa nyeri di ulu hatinya. Iba pada Kanaya yang ternyata hanya dipermainkan perasaannya oleh Andreas. Raja berdecak kesal, lalu dia segera pergi ke basement untuk mengambil mobilnya, lalu pergi meninggalkan apartemen, Hingga kemudian, pria itu mampir di sebuah minimarket untuk membeli beberapa minuman dan beberapa snack. Namun, saat di kasir, Raja akan membayar pakai kartu kredit miliknya, tiba-tiba kasir mengatakan kalau kartunya tidak bisa digunakan. "Apa?" Mata Raja membulat. "Coba lagi, Mbak!" ujarnya. Sayangnya, hasilnya sama. "Duh, wait ...." Pria itu mengambil kartu kreditnya yang lain dan meminta kasir untuk mencobanya, tetapi hasilnya sama. Sial, apa Papa blok kartu gue? batin Raja. "Mas cepet dong!" ujar seseorang yang antri di belakang Raja. "Iya bentar." Raja menghela napasnya. "Pakai Qris bisa Mbak, saya gak bawa cash?" "Bisa Mas." Akhirnya dengan terpaksa, Raja menggunakan uang tabungannya sendiri, menggunakan E Bangking dari ponselnya. "Sial, gue kira Papa cuma main-main, dia serius?" gumam Raja begitu dia keluar dari mini market. Duduk di mobilnya, Raja langsung menelpon ayahnya. "Halo, Papa blokir kartu kredit Raja?" tanya Raja. "Bantu Papa, nikahi Kanaya, kalau kamu berhasil menikah dengannya, Papa buka kartumu lagi!" Raja berdecak kesal, lalu segera mengakhiri panggilan teleponnya. Hingga kemudian, sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya dan itu dari Prabu, ayahnya. [Pikirkan baik-baik kesempatan ini, kamu tidak punya pilihan, dilarang menolak.] Raja berdecak, lalu mulai kembali memikirkan tentang gadis bernama Kanaya Defina Pradipta. Gue gak punya pilihan, dilarang nolak, artinya kalau Kanaya yang menolak, gak masalah, kan? batin Raja. Sementara itu di kediaman Pradipta, Kinanti baru saja keluar kamar putrinya. "Mana Kanaya?" tanya Defan. "Sedang mandi," jawab Kinanti. "Aku mau bicara Mas, soal tadi." Defan mengernyit. "Soal apa? Oh, tawaran pernikahan itu?" tanya pria itu dan Defan menganggukkan kepalanya. "Kita bicara di kamar saja," ajak Kinanti. Masuk ke dalam kamarnya, Kinanti duduk di ranjang, wanita itu menghela napasnya panjang. "Apa pendapatmu sayang?" tanya Defan. "Mas aku yakin, meskipun Kanaya belum ngomong, tapi aku yakin dia dan Raja tidak pacaran, pasti laki-laki itu yang memaksanya, Mas lihat kan tadi Naya sangat ketakutan," ucap Kinanti, dia benar-benar khawatir. "Aku tahu sayang," ucap Defan. "Dan aku tadi juga udah tanya sama Puri, apa dia mengenal Raja, kata Puri tadi, Raja itu Playboy, aku nggak mau putriku menikah sama Playboy," ujar Kinanti. "Memangnya apa salahnya playboy, sayang playboy itu bisa tobat, buktinya aku," ucap Defan. Kinanti berdecak, suaminya benar, tapi dia tidak bisa menjadikan itu sebagai patokan, mungkin ibarat kata 1000 banding satu. "Apalagi sayang, cowok punya pacar banyak sebelum pernikahan itu nggak apa-apa, laki-laki kan harus selektif, memilih yang terbaik, kecuali kalau dia sudah menikah baru dilarang berbagi hati," kata Defan. "Mas itu, aku serius, Mas malah membela diri sejak tadi," ujar Kinanti menggerutu. "Maaf sayang," ucap Defan, pria itu lalu menggenggam tangan istrinya. "Kamu tenang aja, aku kenal baik Prabu, dia pria yang setia, pernikahannya dengan istri pertamanya sampai bercerai itu karena kesalahan istri pertamanya, bukan kesalahan Prabu, dan lagi lebih baik Kanaya dengan Raja anak Prabu itu daripada dengan Andreas," ujar Defan. "Mas dari kemarin sepertinya nggak suka sama Andreas, memangnya dia kenapa?" tanya Kinanti penasaran. Karena yang Kinanti tahu dari beberapa kali berinteraksi dengan dokter residen itu, Andreas adalah pria yang baik dan begitu santun. Andreas juga terlihat dewasa. "Sayang, kamu terlalu baik hati, polos. Ingat, jangan menilai buku dari sampulnya," kata Defan yang membuat Kinanti semakin penasaran. Sementara itu, Kanaya di dalam kamar mandi. Dia masih bertahan di bawah guyuran air hangat dari shower. Dia masih sedikit gemetar karena terus teringat dengan apa yang Raja lakukan padanya. Dengan kasar Kanaya menggosok bibirnya. Dia ingin melupakan rasa dari bibir Raja yang seolah masih bisa dia rasakan. Aku benci kamu Raja, batin Kinanti menahan gejolak emosi dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD