Beberapa hari kemudian, Raja mulai kesal karena dia harus membeli sesuatu dengan uang pribadinya, tanpa kartu kredit dari sang ayah.
"Selesai juga," gumam Raja menatap layar ponselnya.
Akhirnya, Raja menyerah, ia memutuskan untuk ikuti permintaan ayahnya, yaitu mendekati Kanaya lalu menikahi gadis itu.
Demi itu semua, Raja sampai harus pindah rumah sakit untuk praktek residennya. Setelah kuliah, pria itu menuju sebuah Rumah Sakit Darma Kasih, milik keluarga neneknya Kanaya, itu yang Raja tahu.
"Semua sudah saya jelaskan ya dok, Rumah Sakit ini memiliki aturan yang ketat, mungkin dokter akan lebih lelah Residen di sini dari pada Rumah Sakit sebelumnya."
"Iya, saya paham Bu, tenang saja, dedikasi kerja saya terhadap profesi ini, jangan Anda ragukan,' ujar Raja.
"Tapi tetap ya, meski ini Rumah Sakit besar, untuk gaji Residen, kami hampir samakan dengan Rumah Sakit lain, karena—"
"Iya Bu, Anda tenang saja, saya sudah kaya, gak berharap gaji," ucap Raja menyela.
Sial, gue lagi miskin ini, batin Raja kesal yang kemudian memaksakan senyumnya.
"Baiklah, kalau begitu mari saya ajak dokter Raja berkeliling," ujar Ibu manajer Rumah Sakit itu yang bernama Rita.
Raja pun mengikuti manajer Rumah Sakit itu berkeliling. Sebuah Rumah Sakit swasta di bawah yayasan Darma Kasih, milik keluarga Kanaya. Rumah Sakit yang digadang-gadang bisa memberi pengobatan gratis untuk orang-orang yang kurang mampu.
Raja terus mengikuti dan mendengarkan dengan malas semua yang dikatakan oleh Bu Rita.
Hingga kemudian, Raja menghentikan langkahnya saat melewati sebuah ruangan di mana perempuan yang menjadi targetnya tengah bermain dengan beberapa pasien anak-anak.
"Maaf, ada apa dokter Raja?" tanya Bu Rita.
Raja pun menoleh, kemudian kembali menatap ke arah Kanaya.
"Oh, itu namanya Mba Kanaya, dia salah satu sukarelawan disini, dia sering datang untuk menghibur anak-anak penderita kanker yang sedang perawatan di sini," kata Bu Rika.
Raja tahu Kanaya menjadi sukarelawan di rumah sakit ini, karena itulah yang menjadi alasan Raja pindah Rumah Sakit, tapi mendengar Kanaya menghibur, ia penasaran akan sesuatu.
"Menghibur?" tanya Raja, ia berpikir bagaimana cara Kanaya menghibur anak-anak sementara gadis itu gagu?
Bu Rita pun menganggukkan kepalanya. "Mbak Kanaya memiliki—"
"Ah ya saya paham," ujar Raja menyela. "Ya sudah, kita lanjut Bu," ajaknya.
"Ah, baiklah."
Kemudian Raja bersama Bu Rita kembali melanjutkan berkeliling Rumah Sakit tersebut. Namun, saat itu Raja terus berpikir bagaimana caranya menciptakan pertemuan yang alami dengan Kanaya agar gadis itu mudah tertarik kepadanya.
Beberapa hari lalu, Raja berniat menghubungi Kanaya, tapi dia lupa, ponsel gadis itu masih di tangannya.
"Nah dokter Raja, kalau ada pertanyaan, jangan sungkan untuk bertanya sama saya," ujar Bu Rita.
"Oh itu Bu, Rumah Sakit ini cukup jauh dengan apartemen saya, apa Bu Rit, eh Bu Rita punya rekomendasi apartemen yang dekat rumah sakit ini?" tanya Raja.
Namun, sesaat kemudian Raja berpikir, uangnya tidak banyak, jika dia menyewa apartemen, akan memakan biaya yang tak sedikit.
"Maaf Bu, kos-kosan aja deh," kata Raja pada akhirnya.
Bu Rita mengangguk. "Rumah Sakit ini memiliki paviliun untuk dokter Koas, Anda mau?" tanya Bu Rika. "Tapi ya itu, 1 kamar untuk 3 dokter."
"Apa, bareng-bareng?" tanya Raja, pria itu menggeleng. "Enggak deh, kos-kosan aja kalau ada," ujarnya.
"Em, saya kurang tau, eh sebentar," kata Bu Rita yang kemudian pergi meninggalkan Raja.
Mata Raja mengikuti ke mana Bu Rita pergi. "Andreas," gumam Raja saat melihat rupanya Bu Rita menghampiri Andreas.
Tak lama, Bu Rita kembali bersama Andreas. "Dokter Raja, Beliau dokter Andreas, dokter Andreas ini, dokter Residen di rumah sakit ini."
Bu Rita mengenalkan Andreas pada Raja begitupun sebaliknya.
"Saya sudah kenal Bu Rit, dokter Andreas ini senior saya di kampus, beliau pernah jadi asisten dosen saya," kata Raja.
Andreas mengernyit. "Oh ya?"
"Iya, waktu itu saya masih junior," jawab Raja.
Andreas mengangguk. "Maaf, saya lupa."
Masa lupa, waktu itu, dia bukannya lihat aku sama Kanaya? batin Raja heran.
"Nah, dokter Raja, dokter Andreas ini kebetulan kos di dekat Rumah Sakit, kalau mau, katanya ada unit yang kosong di sana," ujar Bu Rika.
"Ya, ada satu, mau?" tanya Andreas.
Raja merasa ini kesempatan yang bagus untuk dia mendekati Kanaya mengingat kedekatan Kanaya dan Andreas.
"Mau dok," jawab Raja.
Akhirnya, Raja mengikuti Andreas menuju kos-kosan tempat Andreas tinggal. Letaknya, tidak jauh dari Rumah Sakit, jalan kaki pun jadi.
"Bagaimana, mau Mas dokter yang ganteng?" tanya Bu Vivi, pemilik kos-kosan itu.
"Mau Bu," jawab Raja, menurutnya kos-kosan itu cukup bagus dan bersih.
"Jangan panggil Bu dong ganteng, panggil Tante aja, atau kakak," ujar Bu Vivi dengan senyuman dan kedipan matanya.
Melihat itu, Raja meringis menahan geli. Bu Vivi, wanita 40 tahunan dengan dandanan menor dan baju berwarna-warni, celana hijau dipadukan dengan blouse merah, bandana kuning, belum lagi kalung, gelang, dan emas yang dipakainya bak toko emas berjalan.
Ah, mana Andreas udah balik rumah sakit lagi, batin Raja kesal karena Andreas hanya mengantarkan dia menemui pemilik kos-kosan.
Hingga kemudian, pandangan mata Raja tertuju pada gadis cantik dengan dress putih yang tampak anggun, membuat gadis itu bak peri yang baru saja keluar dari kelopak bunga.
"Duh, Mas ganteng, matanya, dijaga dong, Tante Vivi kan cemburu," ujar Vivi.
"Wait, Bu, eh Tante, kos-kosan ini campur, cowok cewek?" tanya Raja penasaran saat melihat Kanaya masuk ke salah satu unit di seberang.
"Iya, tapi dilarang kumpul kebo, ya, ada CCTV 24 jam di setiap sudut, tamu wajib lapor dan tidak boleh melewati jam 10 malam!" tegas Vivi.
Raja mengangguk mengerti. "Ngomong-ngomong, cewek tadi kos di sini juga?" tanya Raja.
"Oh iya, tapi dia itu bisu," jawab Bu Vivi.
Mendengar itu Raja pun tersenyum
"Oke Bu, saya ambil kos di sini, saya bayar 1 tahun sekalian ya Bu, kuncinya mana?" tanya Raja.
"Oh, cuma 1 tahun aja nih Mas?" tanya Tante Vivi.
"Iya, gampang nanti kalau mau nambah," kata Raja.
Padahal, menurut Raja, itu pun berlebihan, dia sangat yakin cuma butuh waktu tidak sampai satu bulan untuk menaklukan Kanaya, juga meyakinkan keluarga Kanaya untuk menerima tawaran pernikahan dari Papa Prabu.
Lihat saja, di kesempatan kedua kita ketumu nanti, lo pasti akan jatuh cinta sama gue, Kanaya, batin Raja penuh percaya diri.