BAB 8

1104 Words
Carolyne sampai ke rumahnya ketika selesai makan malam bersama Allerd, Allerd selalu saja mengambil kesempatan agar bisa berdua dengan Carolyne, lalu menjadikan pekerjaan sebagai alasannya. Carolyne terkejut ketika melihat ibunya sedang menangis. "Whats wrong, Mom?" tanya Carolyne. "Daddymu--" "Daddy kenapa?" "Daddymu habis di pukuli." Amberson menangis makin menjadi-jadi. "Di Pukuli? Oleh siapa, Mom?" "Penagi hutang," jawab Amberson. "Penagi hutang? Hutang apa?" Carolyne menautkan alis. "Daddymu terjebak rentenir, Nak. Tadi beberapa orang datang menagi kita tapi karena daddymu tak membayarnya akhirnya ia di pukuli," kata Amberson, terisak. "Berapa utang keluarga kita?" "$500.000 Dolar." (Author : 500.000x9.999 = 4.900.500.000) "Apa? Sebanyak itu, Mom?" Amberson menunduk dan menganggukkan kepalanya. "Kita akan bayar pakai apa? Car juga baru bekerja hari ini, gaji Car tak akan sebanyak itu, meski kita jual rumah ini, itu tidak bakalan cukup." "Kasihan daddymu, Car." Carolyne lalu duduk di atas sofa seraya melirik ke arah kamar, banyak lebam di wajah ayahnya, Carolyne tak pernah menyangka keluarganya ternyata terlilit hutang. "Bagaimana jika kamu menikah saja dengan Betrand, Nak? Siapatau saja dia bisa membantu kita," kata Amberson, lalu menggenggam tangan putrinya "Menikah karena uang? Itu tak mungkin, Mom." "Tapi kita tak ada pilihan lain, Sayang." "Nanti coba aku pinjam di kantor siapatau saja berhasil, aku tak akan pernah mau menikah dengan Betrand, dia sombong, Mom, dan banyak mempermainkan wanita." Carolyne menggelengkan kepala. "Pikirkan daddymu, Car,"  kata Amberson memegang pundak putrinya. "Bagaimana jika daddymu tak sanggup menghadapi semua ini dan mengakhiri hidupnya? Kamu ingat ‘kan sewaktu daddymu bangkrut? Mom tak akan pernah bisa hidup, Sayang." kata Amberson. Carolyne lalu ke kamar dan menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, ia tak sanggup jika harus menikah dengan pria yang sangat di bencinya. "Aku tak mungkin menikah dengan Betrand, dia adalah pria b******k, dia selalu mempermainkan wanita, karena kekayaannya ia bisa membeli apa pun termaksud harga diri seseorang," kata Carolyne. "Aku akan mencoba meminjam uang kepada Allerd, walaupun aku harus malu." **** Sampai di kantor, Carolyne masuk ke dalam ruangan Allerd dan duduk di kursi kerjanya sembari menyalakan laptopnya. "Kenapa Allerd belum datang? Aku harus cepat bicara padanya," gumam Carolyne. Ketika ia melibat Allerd masuk kedalam ruangan ia hendak menghampiri Allerd, namun langkahnya terhenti karena tak sengaja mendengar percakapannya dengan seseorang via telpon. "Bayar saja dia, keluarkan $20.000, tapi ingat buat surat kontrak agar dia dapat menjadi pelacurku dan aku berhak melakukan apa pun kepadanya, meski aku harus menjualnya kembali kepada pria lain," kata Allerd kepada seseorang di seberang telpon. "........." "Iya. Aku akan memberikanmu cek. Kau ke kantorku saja." "........." "Bye," kata Allerd, lalu mengakhiri telpon. Carolyne begitu lemas, ketika mendengar percakapan Allerd dan seseorang via telpon, ia hampir saja mengungkapkan niatnya meminjam uang kepada Allerd sedangkan ia tau jelas Allerd pasti akan memanfaatkannya. "Kau mengagetkanku, Carolyne. Kamu sudah lama??" tanya Allerd berharap Carolyne tak mendengar apa yang ia katakan barusan. "Aku barusan datang," kata Carolyne agak Gugup. "Oh … kirain kamu sudah lama." Allerd salah tingkah. "Jadwalku hari ini apa saja?" tanya Allerd. "Ada meeting bersama klien sejam lagi." "Okay. Siapkan semuanya," kata Allerd. Carolyne memejamkan matanya ketika membelakangi Allerd. "Aku hampir saja terjebak di lubang maut. Ya ampun, hampir saja. Aku tak tau harus bagaimana lagi," batin Carolyne. "Serahkan ini kepada CEO," kata Allerd sembari memberikan dokumen penting kepada Carolyne. "CEO? Itu berarti Betrand? Aku harus bagaimana? Aku tak mungkin bertemu dengannya," batin Carolyne. "Baiklah, Tuan Bos," kata Carolyne. "Tapi, Carolyne." "Iya?" "Apa kamu ingin mengatakan sesuatu tadi?" tanya Allerd.. “Tidak ada." "Beneran tidak ada? Soalnya jika ku lihat wajahmu berbeda saja." "Aku hanya kurang tidur," kata Carolyne. "Baiklah, hari ini kamu bisa cepat pulang." "Sok baik lagi. Aku sudah muak melihat mukanya, jika saja aku tak membutuhkan pekerjaan, aku tidak mungkin mau menjadi sekretarisnya, jadi selama ini aku berpacaran dengan pria b******k? Ya ampun … ada apa dengan diriku?" batin Carolyne. "Why, Carolyne? Kenapa diam saja? Apa kamu akan tetap berdiri di situ?" "Ha? Oh iya … aku akan segera kembali," ucap Carolyne sembari melangkah keluar dari ruangan Allerd. Carolyne sampai di depan ruangan Betrand, namun ia tak melihat kedua sekretaris Betrand yang duduk di depan ruangannya. Carolyne lalu berinisiatif mengetuk pintu. "Masuk!" teriak seseorang dari dalam sana. Carolyne masuk dengan menundukkan kepalanya. "Ada apa, Nona?" tanya seseorang yang berdiri tepat di hadapan meja kerja Betrand yang begitu besar. Carolyne mengangkat kepalanya dan melihat Marvel sedang melihat ke arahnya dan Betrand masih sibuk mengetik sesuatu di laptop tanpa menoleh ke arahnya. "Saya di perintahkan untuk memberikan ini kepada CEO," kata Carolyne seraya memberikan dokumen yang di genggamnya kepada Marvel. "Tuan, ada dokumen dari Tn. Jhonson." "Periksa apa saja isinya," kata Betrand tanpa melihat ke arah Carolyne yang sedang berdiri mematung. "Oh my gosh. Betrand sangat tampan dengan memakai kacamata hitam itu, ia terlihat sangat tampan dan menawan." batin Carolyne. "Anda bisa pergi, Nona," kata Marvel Carolyne lalu menundukkan kepalanya dan pergi meninggalkan Betrand yang sedang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. "Apa isinya, Marvel?" "Ini tuan tentang pengajuan dana yang di butuhkan untuk proyek pertambangan itu." "Berapa? Coba ku lihat," kata Betrand. Ia melihat jumlah uang yang begitu besar di bagian pojok kiri bawah. "Kamu tau ;kan apa yang harus kamu lakukan?" tanya Betrand kepada Marvel. "Iya, Tuan. Saya mengerti." "Telusuri semua ini dan jangan sampai seseorang mengetahui tentang ini, ini semua bukan persoalan uang, tapi aku ingin melihat siapa saja yang sudah bermain di belakangku," kata Betrand sembari menurunkan kacamata hitamnya. "Baik, Tuan," kata Marvel. "Jangan lupa untuk menyewa wanita untukku malam ini," kata Betrand.             Marvel mengangguk karena sudah paham dengan kebiasaan atasannya. Marvel lalu melangkah keluar dari ruangan atasannya. Marvel mulai melakukan penelusuran di meja kerjanya yang berada di depan pintu besar ruangan Betrand. "Hei, Marvel," sapa seorang wanita "Anda siapa?" tanya Marvel. "Apa bosmu ada?" tanya wanita berambut pirang kuning itu dan langsung masuk kedalam ruangan Betrand tanpa di izinkan terlebih dahulu. "Hei, apa yang anda lakukan?" tanya Marvel sembari menyusul kepergian wanita itu dan masuk kedalam ruangan atasannya. "Ada apa, Marvel?" tanya Betrand. "Ini, Tuan, wanita ini memaksa masuk." "Kamu siapa?" "Aku wanita semalammu, Betrand Baby. Waktu di bar itu," kata wanita pirang kuning. "Aku tak ingat, yang mana? Pergi dari sini. I'm Busy." "Hei, Honey. Apa kau tak membutuhkanku lagi malam ini?" "Pergi dari sini." "Marvel jika dia membutuhkan uang berikan saja. I'm very busy," kata Betrand sembari memukul meja begitu keras membuat wanita itu sangat takut dan pergi dari ruangan "Jangan membiarkan sembarangan orang masuk ke dalam ruanganku!" Bentak Betrand kepada Marvel yang menunduk. "Maafkan saya, Tuan," kata Marvel "Keluar sekarang juga!" Marvel berjalan keluar dari ruangan Betrand yang sedang menatapnya sinis dan begitu tajam. Marvel menghela nafas begitu panjang karena berhasil keluar dari ruangan Betrand dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD