Sudah hampir malam Betrand baru tiba di bandara dan langsung menuju rumah sakit, perasaannya sejak tadi tak enak, seperti sesuatu akan terjadi kepada ayahnya.
"Cepat antarkan aku ke rumah sakit." Perintah Betrand.
"Baiklah, Tuan."
****
Sampai di rumah sakit, Betrand langsung berlari menuju keruangan ayahnya, dan melihat ayahnya masih terbaring lemah dengan menggunakan bantuan pernapasan.
"Daddy, why?" tanya Betrand.
"Daddy tidak apa-apa, kenapa kamu harus kemari?"
"Bagaimana aku tak akan kemari jika Daddy seperti ini."
Rollerd melepas bantuan pernapasannya dan menggenggam tangan putranya yang sudah berjam-jam ke London hanya untuk melihat kondisinya..
"Jangan di lepas, Dad," kata Betrand, khawatir.
"Daddy mau bicara sama kamu"
Betrand berbalik dan memberikan kode kepada beberapa perawat pribadi agar keluar meninggalkan ia dengan ayahnya sendirian. Sepeninggalan semua perawat keluar. Betrand lalu duduk di samping ranjang ayahnya.
"Ada apa, Dad?"
"Daddy punya satu permintaan untuk kamu. Daddy tak pernah minta apa-apa sama kamu, ‘kan?"
"Apa yang Dad inginkan? Katakan saja."
"Nikahi Carolyne, Nak, putri Gardels dan Amberson," kata Rollerd, berhasil membuat ekspresi wajah Betrand berubah tidak suka.
"Apa? Menikahinya? Tapi, Dad, aku tak suka pada Carolyne."
"Demi Daddy, kamu pasti bisa melakukannya,"
"Tapi, Dad–"
"Dad mohon, Betrand. Pilih Carolyne jadi istrimu, Dad hanya percaya kepadanya dan keluarganya, jika Dad pergi, Dad akan meninggalkanmu, mereka adalah keluarga kita satu-satunya sejak dulu," kata Rollerd.
"Baiklah, Dad. Demi Dad akan aku lakukan." Betrand mendengkus.
"Dad bisa pergi dengan tenang, jika melihatmu menikah di altar."
"Jangan mengatakan hal itu, aku tak akan siap kehilangan Dad."
****
Carolyne masih memikirkan tentang tawaran Allerd kepadanya, menjadi sekretarisnya.
"Apa kau sudah membuat keputusan?" tanya Laurent.
"Aku harus apa jika tidak menerimanya? Lagian aku butuh pekerjaan demi Mom and Dad."
"Ya sudah, aku akan selalu mendukung keputusanmu."
"Lagian aku hanya jadi sekretarisnya."
"Aku harus pulang, Car."
"Apa tidak sekalian kamu menginap saja?"
"Next time, ya. Soalnya malam ini Antoline akan berkunjung."
"Baiklah." Carolyne mengangguk.
Sepeninggalan Laurent. Carolyne hendak menuju ke kamarnya.
"Duduk dulu sayang, Daddy ingin bicara sama kamu."
"Ada apa, Dad? Mom?" tanya Carolyne keheranan melihat keseriusan kedua orang tuanya
"Sekarang … Rollerd sedang melawan penyakitnya, Daddy ingin membantunya dengan cara membahagiakannya, Nak."
"Lantas hubungannya dengan Car, apa?"
"Sejak dulu, Rollerd menginginkan kamu menikah dengan Betrand."
"Apa? Menikah dengannya? Car tidak mau! Car juga tidak menyukai Betrand."
"Apa kamu mau melihat Rollerd yang selama ini sangat mencintaimu seperti putrinya sendiri, tak bahagia?" sambung Amberson.
"Please, Mom, Dad … Car tidak mau!" kata Carolyne, seraya melangkah pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan menuju ke kamarnya.
"Bagaimana ini, Sayang?" tanya Amberson yang khawatir melihat tingkah putrinya.
"Kita harus pakai cara lain," kata Gardels.
****
Esok paginya, Carolyne berkunjung ke kantor Allerd, sejak semalam mereka sudah janjian bertemu di kantor, sampainya di sana Carolyne berjalan menuju ke resepsionis.
Carolyne takjub melihat perusahaan sebesar ini bukan hanya besar tapi juga begitu terkenal.
"Permisi, Miss," sapa Carolyne.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita berambut pirang itu.
"Saya sudah punya janji dengan Mr. Johnson"
"Baiklah. Silahkan ke lantai tiga dan di sana anda bisa mengatakannya untuk bertemu Mr. Jhonson."
"Makasih, Miss."
Carolyne lalu melangkah ke lantai tiga seperti intruksi resepsionis tadi.
Sampai di lantai tiga, Carolyne melihat seorang wanita berpirang merah hendak melewatinya.
"Permisi, Miss,"
"Iya, ada apa?" tanya wanita berpirang merah dengan melihat Carolyne dari atas sampai bawah.
"Saya mau tanya, ruangan Mr. Jonshon ada dimana?"
"Apa anda sudah membuat janji?"
"Iya."
"Silahkan ke ruangan yang itu." Tunjuk wanita berpirang merah.
"Makasih, Miss."
Carolyne lalu berjalan menuju ruangan Allerd. Setelah sampai di depan pintu, Carolyne menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pintu secara bersamaan. Namun, beberapa kali tak ada jawaban dari dalam, Carolyne memutuskan membuka pintu ruangan Allerd tanpa mengetuknya lagi.
Carolyne membuka pintu perlahan dan masuk kedalam ruangan Allerd, Carolyne melihat Allerd sedang berciuman mesra dengan seorang wanita berambut pirang coklat.
"Maaf." Carolyne hendak pergi dari hadapan kedua orang yang begitu tergila-gila dengan s*x, Allerd menghentikan cumbuannya.
"Mau kemana, Carolyne?" tanya Allerd.
"Aku bisa kembali kemari setelah kalian selesai," jawab Carolyne.
"Kami barusan selesai kok," kata Allerd seraya beranjak dari duduknya dan memperbaiki penampilannya.
"Babe, kita baru mulai, bukan? Kamu siapa? Kenapa menganggu kami? Dasar Jalang!" bentak wanita berambut coklat itu.
"Dia sekretaris baruku, kau bisa pergi, kita bisa melanjutkan nanti," kata Allerd.
Wanita itu lalu melewati Carolyne dengan mengempaskan rambut coklatnya ke wajah Carolyne yang sedang dengan tatapan marah.
"Damn!" gumam Carolyne kesal.
"Ayo duduk, Carolyne." Allerd mempersilahkan Carolyne untuk duduk di hadapannya.
"Maafkan aku karena kau harus melihat hal tadi."
"No problem, Allerd."
"Ada apa Carolyne? Kamu cemburu?"
"What? Jealous? Untuk apa? Kita sudah tak memiliki hubungan apa-apa." Carolyne menggeleng.
"Aku hanya bercanda."
"Bagaimana? Apa aku sudah bisa mulai bekerja?" tanya Carolyne tanpa basa-basi
"Bersabarlah, Sayang," kata Allerd
"Aku ke sini karena tujuan itu, jika kamu hanya becanda aku harus pergi."
"Jangan marah. Okay, mulai hari ini kamu sudah bisa bekerja."
"Mejaku mana?"
"Kita seruangan, meja sektretarisku dulu ada di sana," kata Allerd sembari menunjuk meja kerja yang ada di pojok kanan..
"Bukankah biasanya meja sekretaris ada di luar?"
"Aku malas menggunakan interkom, jadi kamu di sini saja," jawab Allerd, bukan karena malas menggunakan interkom, tapi Allerd melakukannya agar bisa langsung memuaskan nafsu birahinya kepada sekretaris lamanya.
"Baiklah," kata Carolyne seraya beranjak dari duduknya dan menuju ke meja kerjanya yang lumayan besar dan di meja itu sudah ada laptop dan perlengkapan lainnya.
"Apa saja kerjaku?" tanya Carolyne lagi.
"Kamu tau ‘kan pekerjaan sekretaris seperti apa? Mengatur jadwal dan mengatur semuanya untukku," jawab Allerd
"Kamu pemilik perusahaan ini?"
"Jika iya, kenapa? Apa kamu mau kembali ke sisiku?"
"Your crazy, Allerd. Kamu pikir aku wanita matre? Aku hanya ikut senang jika kamu bisa sesukses ini sekarang."
"Aku hanya becanda, Sayang."
"Please,Allerd. Jangan memanggilku sayang lagi,"
"Kenapa?"
"Ingat, kita sudah tak memiliki hubungan apa-apa, Allerd." Carolyne mencoba mengingatkan kepada Allerd.
"Yesh, aku tak akan pernah lupa, kamu harus lebih santun Carolyne berbicara kepadaku karena aku adalah atasanmu," kata Allerd.
Carolyne menatap ke arah meja kerja Allerd.
"Kamu harus sabar, Car, Allerd memang atasanmu, kamu harus lebih sopan padanya," batin Carolyne.
Carolyne lalu menekuri layar laptop dan mulai mencari jadwal Allerd dalam sehari, apa saja yang Allerd kerjakan dan lakukan
Sesekali Allerd melirik ke arah meja kerja Carolyne dan melihat Carolyne sedang serius menekuri layar laptop.
Di saat seperti ini pun Carolyne tetap cantik dan menawan. Itu yang selalu ada di pikiran Allerd.