“Arthur sudah kembali?” tanya Anna begitu Maury masuk membawakan jatah makan malamnya. Setelah tiga hari kepergian pria itu, Anna lebih pendiam. Tidak lagi menyinggung tentang kabur dari sini meskipun masih ingin pergi.
“Iya, Tuan ada di kamarnya, Nona.”
“Dia tidak akan datang ke kamarku malam ini bukan?”
“Tuan sepertinya kelelahan,” ucap Maury tersenyum hambar, dia memberikan air minum yang isinya sudah dicampurkan dengan obat yang diberikan oleh Arthur.
“Temani aku makan disini.”
“Tentu saja, Nona. Saya kupaskan buahnya. Anda ingin yang mana?”
“Pear saja, aku merindukan buah itu. Kalau boleh, aku ingin buah naga.”
Anna memang difasilitasi dengan benda-benda mewah. Baju bermerk berjajar dilemari, aksesoris juga ruangan yang luas dan televisi dengan bahasa Italia yang tidak Anna pahami. “Juga, aku ingin cokelat. Sudah lama aku tidak memakannya.”
“Saya pastikan besok anda memakan semua itu.”
“Terima kasih, Maury.” Dengan telaten, wanita itu menyuapi Anna sampai makanan habis. “Nona ingin langsung tidur?”
“Aku ingin menonton acara TV dulu. Kau boleh keluar, nanti kau terluka lagi jika berlama-lama disini.”
Maury ingin memastikan Anna baik-baik saja. Obat apa yang diberikan Arthur pada perempuan ini? Namun, itu malah membuat Anna curiga. “Kau ingin menyampaikan sesuatu, Maury? Ada apa?”
“Saya akan keluar sekarang.”
Suara kunci pintu itu selalu membawa Anna pada perasaan tidak nyaman. Antara takut dan senang. Jika itu Arthur, maka akan terasa menakutkan di hidup Anna. Dia membaringkan tubuh, kasur yang empuk dan bantal yang sangat nyaman. Semewah apapun kamar ini, ada terkurung didalamnya. Tidak merasa senang.
Spongebob Squarepants menjadi pengobatnya, mengingatkan pada masa kecil dimana Anna tidak diizinkan untuk sekedar menonton Tv. Tanpa Anna sadari, Arthur mengawasinya dari kamera tersembunyi. Menyunggingkan senyuman ketika melihat Anna mulai menggeliat dan menggaruk lehernya.
Tubuhnya terasa panas, Anna bernapas tersenggal-senggal dan mulai melepaskan pakaiannya. “Apa yang terjadi? Kenapa panas sekali?” memastikan Ac yang nyatanya masih menyala.
Anna pergi ke kamar mandi untuk mengguyur tubuh, tapi air yang mengalir pada tubuh polosnya malah membawa Anna pada sensasi lain. Tubuhnya merespon berbeda, Anna merasa b*******h. Dia butuh sentuhan di beberapa titik.
Suaranya bahkan sudah frustasi ketika tangannya sendiri mengarah ke bagian bawah. “Oh astaga….” Menyentuh bagian itu sambil memejamkan mata. “Ohh….” Matanya terpejam dengan kuat, salah satu kakinya mulai terangkat.
Anna kehilangan akal, sisa kesadarannya tahu kalau ini hal yang salah. “Hnghhhh!” anna menyentuh tubuhnya sendiri mengais kenikmatan.
Arthur menikmati dengan santainya. Sampai dia menahan napas dan bangun dari duduknya. Masuk ke kamar Anna, tatapannya langsung ke kamar mandi.
Desahan merdu langsung memasuki telinga. Fokus pada perempuan yang membelakanginya, tanpa busana dan tampak erotis.
“Ohh….” Kaki Anna tidak bisa menahan tubuhnya lagi, perlahan dia luruh duduk di atas lantai dengan kaki yang masih bergetar.
Anna menunduk, merasakan pelepasan itu sama sekali tidak membantunya lebih baik. Dia dikagetkan saat seseorang tiba-tiba menarik tubuhnya untuk berdiri. Punggungnya bersentuhan dengan d**a bidang. “Perlu sesuatu yang lebih besa dari jari?”
“Arthur….” dengan lemah mencoba mendorong pria itu menjauh, tapi bibirnya lebih dulu dibungkam.
Untuk kali ini, Anna lebih terfokus pada dirinya sendiri. Gairah yang terbendung ingin dilepaskan. Memejamkan mata dengan kuat kala Athur menyatukan tubuh keduanya.
“Jangan menyentuhku,” ucap Arthur ketika Anna hendak menyentuh bahunya. Pria itu mencengkram kedua pergelangan tangan Anna. “Aku tidak suka disentuh wanita sepertimu.”
“Hnghhh….” Manik Anna terpejam kuat ketika dirasakan Arthur yang semakin menusuk dalam.
***
Begitu Maury masuk ke kamar Anna, dia kaget melihat dua orang yang tertutupi selimut. Anna tampak bersandar di bahu Arthur, keduanya tidur dengan nyenyak. Kali ini, Maury melihat banyak kissmark di tubuh Anna daripada luka lebam.
DUK! Maury merutuki dirinya yang menimbulkan suara. Karena itu menyebabkan Arthur membuka matanya. Rahangnya mengeras ketika melihat Anna menyentuhnya. Pria itu langsung mencengkram tangan Anna dan mendorongnya.
BRUK! “Anghh…” Anna sampai jatuh ke lantai. Perempuan itu terburu-buru mengambil apa saja yang bisa menutupi tubuhnya.
“Kubilang jangan menyentuhku. Apa telingamu tidak berfungsi?” tanya Arthur beranjak dari ranjang dengan santainya keluar dari kamar dengan bertelanjang d**a.
Maury bergegas mendekat pada Anna setelah sang majikan keluar. “Nona, mari saya bantu.”
“Lututku sakit.” Akibat dorongan Arthur, Anna mendapatkan luka baru. Jalannya kembali tertatih saat ke kamar mandi. Bahkan dia merasa lengket di sekujur tubuh. Arthur berhasil membuatnya beraroma yang tidak pantas. “Maury, semalam ada yang aneh denganku. Apa yang kau masukan ke dalam makananku?”
Tubuh Maury menegang.
“Itu perintahnya ‘kan? aku hanya dijadikan pelampiasan nafsunya saja.”
“Cokelat dan buah naga yang Nona inginkan sudah datang. Nanti saya bawakan. Nona nikmati dulu air hangat dan aroma theraphy nya.”
Meninggalkan Anna sendirian dalam kekacauan. Teringat semalam dimana dia meneriaki nama Arthur dalam gairah yang bergejolak. Merengek, bahkan Anna menggerakan tubuhnya sendiri saat Arthur berhenti memberikannya sensasi itu. Anna merasa dirinya benar-benar j*lang.
Meneteskan air mata, mengingat bagaimana nasibnya. Tubuhnya penuh dengan bercak kemerahan. Paha bagian atasnya juga perih ketika dibawa berjalan. “Maury, siapa yang datang?” menyadari keramaian dibawah sana.
“Kepala polisi di Verona.”
“Kenapa dia kesini?”
“Dia teman Tuan Arthur, sepertinya mereka butuh bantuan Tuan, jadi datang kesini.” Maury menyimpan nampan di meja.
Kalau kepala polisi saja tunduk dibawah Arthur, bagaimana nasib Anna kedepannya? “Maury, bisakah aku keluar dari tempat ini? setidaknya aku ingin jalan-jalan diluar. Aku janji tidak akan kabur.”
“Maaf, Nona. Tuan Arthur belum memberikan anda izin.”
“Jika dia pergi keluar?”
“Nona, hukuman untuk saya mungkin hanya pemotongan gaji. Bagaimana dengan anda? Bagaimana jika anda kembali dikurung di ruang bawah tanah, atau mungkin kembali mendapatkan hari yang buruk?”
“Aku mengerti,” ucap Anna mengangguk paham.
Hari-harinya terkurung sebagai tawanan di kamar mewah ini. Dari pintu balkon, Anna melihat bagaimana sang kepala polisi sangat tunduk pada Arthur.
Drrtttt…. Anna mendengar suara dari kasurnya. Ponsel Maury tertinggal disana. Entah disengaja atau tidak, tapi ponselnya tidak dikunci sama sekali.
Dengan tangan bergetar, Anna mencoba menghubungi Jimmy. Dia ingat dengan jelas nomor kekasihnya itu.
“Hallo? Jimmy, ini aku Anna.”
“Hngghh? Annaa siapa?” seorang wanita mengangkat panggilan.
“Kau siapa? Kemana Jimmy?”
“Sayang, bangun. Seseorang menelponmu. Aku mengantuk!”
Jantung Anna berdetak kencang, siapa wanita itu? apa yang Jimmy lakukan dengannya. “Hallo?”
“Jimmy, aku Anna. Hiks…. Akhirnya aku bisa menghubungimu… Jimmy, aku diculik oleh Ayahku dan dibawa ke Italia. Jimmy, tolong aku…”
Tidak sesuai dugaan Anna, pria itu terkekeh. “Diculik? Kau kabur di hari pernikahan kita. Kau bilang memilih bersama pria pilihan keluargamu yang lebih kaya. Dasar pembohong, kau bilang kau benci keluargaku.”
“Aku tidak pernah meninggalkanmu! Aku diculik, Jimmy! Tolong aku, ayahku dan pria disini yang merencanakannya.”
“Kau pikir aku bodoh? Jangan hubungi aku lagi, Anna. Aku sudah menemukan seorang penggantimu. Jadi jangan khawatir, aku sudah punya istri sekarang.”
Telpon dimatikan, Anna meneteskan air matanya tidak percaya. Dia mencoba menghubungi Jimmy berulang kali, tapi nomornya diblokir. “Jimmy…. Hiks…”
Maury kembali masuk. Dia menghela napasnya dalam. “Ini buah yang anda inginkan, Nona.”
Perempuan itu tetap menunduk menatap ponsel ditangannya. Maury mengambilnya perlahan. “Walaupun anda kembali, tidak akan ada tempat yang menerima anda. Sekarang, tolong jangan melawan lagi.”
***
Arthur tertawa begitu dia mendengar lelucon yang dilontarkan oleh Reymond. “Kau saja, aku tidak.”
“C’mon, Man. Wanitamu juga ada di New York bukan?”
“Dia datang untuk bekerja, bukan bersenang-senang.”
“Ahhhh, sayang sekali. Kita bisa double date.” Mata Reymond memicing ketika melihat Arthur menunduk mengambil barang di lantai. Terlihat jelas lehernya yang merah. “Wow, sepertinya ada yang bersenang-senang tadi malam. Kau ternyata menemukan kegunaannya, Arthur.”
“Dia belum tersentuh.” Pria itu merokok. “Bisa untuk melepaskan stressku.”
“Tidak takut kekasihmu tau?”
“Kau berani memberitahunya?” tanya Arthur. yang membuat Reymond langsung menggelengkan kepala dan mengangkat tangan.
“Aku turut senang dia berguna. Tapi kalau kau bosan, kau bisa melemparkannya padaku.”
“Kau suka barang bekas?”
“C’mon, dia cantik. wajahnya sangat menarik. Aku bisa focus pada wajahnya saja ketika menghentak.”
“Kau bilang apa?”
“Hanya bercanda, Man. Wanita itu milikmu.” Reymond mengambil jasnya. “Aku harus menemui kekasihku, dia pasti merindukan uangku.”
Tidak jauh beda dengan Reymond, Arthur juga pulang. dia sudah menyelesaikan semua pekerjaan di Italia. Rencananya, Arthur akan pulang satu minggu lagi. Namun, dia akan bersenang-senang dulu disini. karena pulang ke Chicago juga tidak akan menyenangkan karena tidak ada sang kekasih.
Arthur sedang menyukai mainannya. “Siapkan dia, suruh datang ke kamarku Maury.”
“Maksud anda, Tuan?” tanya Maury memastikan.
“Mainanku itu,” jawab Arthur langsung masuk ke kamar mandi.
Anna kaget ketika diajak Maury ke kamar Arthur, dia ketakutan. “Maury, aku takut dia menyakitiku.”
“Menurut padanya, Nona. Dia tidak akan menyakitimu,” ucap Maury mencoba menenangkan.
Anna diantarkan masuk ke sebuah kamar yang jauh lebih besar. “Maury, jangan tinggalkan aku.”
“Duduk saja di sofa, Nona. Tidak apa, tenanglah.” Karena Maury harus bergegas keluar sebelum Arthur selesai.
Baru juga Anna duduk di sofa, terdengar sebuah suara, “Berani sekali kau duduk di sofaku.”
“Arthur,” ucapnya langsung berdiri. Menatap pria yang hanya memakai bathrobe.
“Aku majikanmu.”
“Tu… tuan Arthur.” Anna menunduk saat Arthur duduk di single sofa dan menyalakan rokok. Mereka cukup memiliki jarak, tapi bayangan Anna sudah menggambarkan kejadian menakutkan.
“Kau budakku, hidupmu dan tubuhmu adalah milikku. Pilihanmu hanya dua, melayaniku atau melayani para pengawal disana.”
Anna menoleh ke jendela kamar Arthur, diluar sana ada penjaga berbadan kekar yang mengamankan sekitar mansion.
“Jumlahnya 7 penjaga, mereka mungkin menggilirmu jika menginginkan di malam yang sama. Dan pekerjaan itu tidak memiliki batas waktu,” ucapnya dengan santai sambil merokok. “Kau terikat denganku sampai kapanpun, jadi kau harus menuruti apa yang aku perintahkan.”
Bayangan dirinya disentuh oleh pria-pria diluar sana dengan b***t membuat tubuh Anna bergetar ketakutan.
“Atau, kau bisa melayaniku. Menurut padaku.” Menghisap rokok tanpa mengalihkan pandangan dari wajah Anna yang cantik. “kau mau pilih yang mana? Hanya satu menit, sebelum aku melemparkanmu pada para penjaga disana.”
Arthur menatap jam yang mulai berputar, membiarkan Anna remuk dalam ketakutan. “Sepertinya para penjaga akan berpesta malam ini. Tiga…. Dua….”
“Aku memilihmu,” ucapnya dengan cepat. “Aku memilihmu,” ulangnya lagi. “Tolong jangan lemparkan aku kesana.”
“Kemarilah.” Arthur meminta Anna datang, hanya ada satu tempat dimana Anna memungkinkan duduk, dipangkuannya? Namun sebelum Anna duduk disana, Arthur lebih dulu mendorongnya hingga Anna jatuh ke lantai. “Kau harus tahu dimana tempatmu, Anna.”
“Maaf, Arthur. Aww.” Memegang kepalanya ketika rambut Anna ditarik.
“Panggil aku dengan benar.”
“Maaf, Tuan. Hiks… saya tidak tahu.”
Kali ini, Arthur puas. Dia melepaskan tangannya. “Layani aku.”