Dua bulan sudah Tasya berada di semester 6. Tak lama lagi akan segera UTS. Ia dan teman-temannya jadi semakin rajin belajar kelompok. Hubungannya dengan Revan juga jadi semakin akrab.
Mereka sering jalan bareng tentu saja dengan teman-teman yang lainnya. Di medsos keduanya akrab. Apalagi Revan mulai tertarik kepada Dina yang selalu tebar pesona pada dirinya. Pemuda itu sering mengorek info tentang Dina kepada Tasya. Tentu saja sebagai sahabat Tasya mendukung.
Seperti biasa jam makan siang Tasya kumpul bareng teman-temannya.
" Kenapa ga langsung nembak Dina aja sih Van." Ucap Tasya saat keduanya nongkrong di Cafe Meteor menunggu Dina dan Alin yang pamit ke toilet.
" Ntar mati kalau ditembak." Revan tertawa.
" Nyatain cinta." Tasya menegaskan. Revan memang sering bercanda.
" Nyari momen yang tepat dulu." Ucapnya sambil terkekeh.
" Buruan ntar keduluan orang." Ucao Tasya sambil menyeruput jus jeruknya.
" Stt, tuh ada Dina nya ntar lanjut ngobrolin dianya." Revan langsung menghentikan pembicaraan saat Dina kembali ke meja mereka.
Awalnya Revan tidak punya perasaan apapun terhadap Dina namun Dina terus memancarkan sinyal-sinyal cintanya dan itu membuat Revan goyah. Pemuda itu juga berusa melupakan perasaannya terhadap Tasya. Ia tidak mungkin bisa memiliki Tasya.
****
" Revan itu siapa?" Tanya Erik tiba-tiba ketika keduanya baru selesai shalat Isya berjamaah. Sebenarnya sudah sejak tadi ia ingin menanyakan tentang pemuda bernama Revan yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya. Secara tidak sengaja Erik membuka ponsel sang istri dan banyak panggilan serta chat dari orang bernama Revan.
" Mahasiswa pindahan anaknya Bu Sita." Jawab Tasya jujur.
" Sering banget ya kasih komen di sss dan i********: kamu. Kalian kayanya akrab banget sampe suka telpon telponan segala" Ucap Erik yang sering memantau aktifitas istrinya di medsos.
" Dia emang rada lebay." Jawab Tasya.
" Kayanya dia suka sama kamu." Erik berkata dengan sebal, memberikan dugaannya.
" Ha..ha ga mungkin." Tasya malah tertawa. Erik cemburu. Tampak dari raut wajahnya.
" Atau jangan-jangan kamu yang suka sama dia." Erik menatap sang istri mencari kebenaran. Erik selalu was-was jika sang istri yang cantik jelita itu punya pria idaman lain.
" Aku sama Revan hanya berteman. Dia mahasiswa baru, dia juga tahu aku udah nikah, ga mungkin aku ada affair sama dia. Saksinya Alin sama Dina boleh juga tanya Merlyn si Ratu gosip " Ujar Tasya. Ia tidak menyangka Erik akan secemburu itu pada Revan.
" Terus ngapain kalian pas foto bareng deketan segala. Adit bilang dia sering ke rumah." Erik tidak percaya begitu saja dengan penuturan Tasya.
" Dia ke rumah sama Dina, mereka lagi pedekate." Tasya memberikan lagi sebuah penjelasan.
" Aku ga percaya, Bahkan kalian pernah berduaan boncengan di motor lagi." Tutur Erik. Pria muda itu sudah terbakar api cemburu.
" Oke, besok kita panggil semua saksi-saksi. Biar kamu percaya apa yang kamu tuduhkan itu ga benar." Tasya enggan melanjutkan perdebatannya dengan Erik memilih keluar dari kamarnya menuju kamar Ehsan.
Erik berada di kamar dengan pikiran yang kacau. Di kepalanya masih ada nama Revan. Erik sangat cemburu dan tidak rela jika ada pemuda lain yang mencintai istrinya. Terlebih ia dan sang istri berjauhan. Besar sekali terjadi peluang selingkuh.
Beberapa laporan yang dilayangkan Adit sopir yang selalu mengantar jemput Tasya membuat dirinya cemburu.
Erik menghela nafas panjang.
Setengah jam kemudian Erik keluar dari kamarnya menuju kamar sebelah dimana Tasya dan anaknya berada.
Ia dan Tasya memang sedang marahan namun ia tetap mencari Tasya.
Tok..tok...
Tasya bangun dari tempat tidur ia baru saja menidurkan anaknya.
" Ngapain ke sini?" Tanya Tasya judes. Gadis itu pikir tadi yang ngetuk pintu adalah Lala Babysitter Ehsan.
Makanya ia buka jika tahu itu Erik ia tidak akan peduli. Tasya masih kesal dengan sikap Erik yang sudah menuduhnya selingkuh.
" Jemput kamu." Jawab Erik santai.
" Jemput aku? Aku mau tidur di sini." Ucap Tasya ketus. Ia ingin menutup pintu kamar namun Erik berhasil menerobos.
" Enggak bisa, pokoknya kamu balik ke kamar, tidur bareng aku." Ucapnya.
" Apa-apaan sih kamu pake narik-narik tangan aku segala. Sakit tahu." Tasya cemberut.
" Stt jangan berisik nanti Ehsan bangun." Erik membekap mulut Tasya dengan bibirnya.
Tasya tidak bisa melepaskan diri dari Erik yang tangan dan tubuhnya lebih besar darinya. Ia terpaksa ikut Erik kembali ke kamarnya.
Begitu berada di kamarnya Erik langsung menguncinya agar Tasya tidak kabur.
" Kamu mau apa?" Tanya Tasya.
" Kamu lupa ya sama kewajiban kamu." Ucap Erik sambil menatap Tasya.
" hah...." Tasya tak percaya jika Erik menagihnya. Lagi marahan saja masih ingat yang begituan.
Keduanya memang sedang tidak akur tapi urusan yang satu itu Erik tidak mau kehilangan jatah malamnya. Apalagi beberapa malam tidak bersama.Rasanya rugi sekali pulang ke Jakarta dengan hampa.
" Lepasin aku." Tasya mencoba meloloskan diri. Dalam kondisi seperti ini moodnya benar-benar hilang.
" Dosa lho nolak ajakan suami." Bisik Erik.
Akhirnya mau tak mau Tasya pasrah kepada Erik. Ia tidak dapat menolak.
Esok harinya keduanya masih perang dingin. Mereka lupa dengan apa yang terjadi semalam.
" Aku udah bikin janji sama Alin dan yang lainnya, Kita ketemuan di Cafe buat nyelesaiin masalah kita." Ucap Tasya.
Erik tidak menjawab hanya diam saja. Erik terlihat dingin. Dan itu membuat Tasya kesal.
Setelah pamit kepada pengasuh Ehsan mereka pergi. Kebetulan Oma dan Opanya sedang tidak ada.
Selang setengah jam mereka sampai di sebuah Cafe. Di sana sudah ada teman-teman Tasya. Mereka duduk dengan tegang saat melihat Erik. Wajah Erik kelihatan serius. Tasya juga sejak di mobil was was takut kalau Erik berbuat yang tidak-tidak. Kejadian setahun lalu saat menghajar Rizki kakak kandung istri omnya masih terbayang jelas. Kali ini pun Tasya cemas dan takut jika Revan harus mengalami hal yang sama sampai harus dilarikan ke rumah sakit.
" Apa kabar Erik?" Alin menyapa Erik ramah.
" Baik." Jawab Erik pendek sambil menyalami semua yang hadir.
" Duduk." Perintah Dina.
" Lo ya yang namanya Revan?" Erik menatap Revan penuh aura permusuhan.
" Iya." Revan bersikap tenang.
"Santai dong bro" Asep pacar Alin menenangkan Erik yang terlihat tegang. Ia sengaja diajak Alin ke pertemuan itu untuk berjaga-jaga kalau-kalau terjadi perkelahian antara Erik dan Revan.
" Gua Cuma mau mastiin diantara Tasya sama Lo ga ada hubungan apa-apa kan?" Erik to the point menyampaikan maksudnya. Ia tidak sabar menunggu penjelasan Revan.
" Maaf Erik aku berani bersumpah kalau diantara aku sama istri kamu ga ada apa-apa. Kita cuma teman. Lagipula aku sudah punya gadis yang aku cintai. Aku bukan pebinor." Ucap Revan sungguh-sungguh sambil melirik ke arah Dina. Dina tersipu malu.
" Lalu kenapa kalian sering komunikasi?" Erik tidak puas dengan jawabannya.
" Aku curhat tentang gadis yang aku kecengin. Nyari info." Ucap Revan serius.
" Kenapa harus curhat ke Tasya?" Erik menatap tajam ke arah Revan.
" Karena gadis itu temannya Tasya. Dan Tasya tahu semuanya" Ucap Revan santai.
Sementara Dina yang sudah tahu siapa yang dimaksud langsung deg degan.
" Ya udah kamu nyatain cinta sana sama gadis itu, biar status kamu jelas dan ga perlu curhat-curhatan segala sama istri orang." Ucap Erik.
" Ayo sayang kita pulang." Erik menarik lengan istrinya dan langsung meninggalkan mereka.
Asep, Alin , Dina dan Revan menghela nafas lega. Tidak terjadi apa-apa. Tak ada pertumpahan darah dan adu jotos.
Asep menghela nafas.
" Kirain bakal ada adegan panas. Ga asyik banget." Ucap Asep. Alin menahan tawanya.
" Cuma gitu doang. Mending kita cabut yu honey." Alin berdiri diikuti Asep.
" Sekarang selesaikan masalah kalian dan ingat Revan lo harus ingat ucapan Erik." Ucap Alin meninggalkan Revan dan Dina.
TBC