5-Mencemaskan

1462 Words
5- Mencemaskan “Kamu harus membayarnya dengan gajimu, aku akan memotongnya langsung,” seringai tampan muncul dari bibir seksi Rainhard. Sava merasa lemas. Berapa besar sih gajinya itu? Yang hanya seorang Office girl! Ditambah lagi, dia bukanlah karyawan tetap. Hanya karyawan yang baru masuk, bahkan kontrak kerjanya baru untuk tiga bulan saja. Sementara harga makanan yang tadi dia makan, pasti harganya mahal. Raut wajahnya berubah masam. “ Anda sungguh perhitungan Pak!” ketusnya sangat kesal. “It’s me,” ujar Rainhard tersenyum miring. “Kenapa juga mengajakku makan siang, kalau nggak mau rugi,” cibir Sava pelan. Rainhard tersenyum tipis dengan mata mengerling nakal. “Aku memang nggak mau dirugikan sesen pun,” ucapnya santai, membuat Sava semakin jengkel dibuatnya. “Berapa semuanya?” tanya Sava lirih, takut mendengar nominal yang akan Rainhard sebutkan. “Kenapa?” malah bertanya Rainhard. “Biar tau nominal yang harus saya bayar,” ucapnya pelan namun dengan nada jengkel. “Kamu cukup menemaniku makan siang dan malam selama satu bulan,” dengan santainya Rainhard menjawab. Mendengar perkataan dari sang bos, Sava begitu terkejut. Dia sampai membulatkan mulut tak percaya. “Anda sedang bercanda kan?” rasanya tidak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini. “ Aku serius.” Rainhard menatapnya tajam, membuat nyali Sava kembali ciut. Sava jadi takut kalau ternyata nanti setiap makan siang dan makan malamnya bersama Reinhard, akan lelaki itu hitung sebagai hutang. Yang akhirnya hutangnya kepada Rainhard akan semakin besar. “Apa dia itu rentenir?” dalam hati Sava. Sava sampai bergidik ngeri membayangkannya. “Kenapa?” tanya Reinhard yang merasa heran melihat Sava yang sedang berdiri dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Eh,” menggelengkan kepalanya, karena tidak mungkin kan Sava mengatakan isi kepalanya kepada sang bos. “Jadi kamu mau kan selama sebulan ini menemaniku makan siang dan malam?” tanyanya meyakinkan, nada bicaranya memerintah tak mau ditolak. “Pacar saya bisa cemburu Pak!” dengan tegas Sava menjawab, dia jadi ingat Rio. Tunangannya yang baik dan dia cintai. Raut wajah Rainhard berubah drastis. Yang tadinya Cuma sinis dengan tatapan tajam, kini sudah seperti singa marah saja. Masam, kecut lengkap tatapan mata tajam yang menatapnya. “Tunangan? Oh lelaki itu?” dengan nada tak suka. Sava mengerutkan dahi. “Anda memangnya kenal sama calon suami saya?” dengan senyum ejekan dari sudut bibirnya. “Tentu!” jawab Rainhard, yang dirasa Sava hanya mengada-ada. “Anda sungguh asal bicara,” dengkusan jengkel menyertai perkataan Sava. “Tentu saja tidak,” jawab Rainhard santai. Sava hanya menatapnya jengkel, tapi otaknya terus berpikir saat ini. Apakah benar, Rainhard mengenal Rio? Ah, dia yakin Rainhard hanya mengada-ada saja. Dan sejak saat itu, Sava selalu menemani Rainhard makan siang dan malam. Sungguh membuat dia canggung dan tak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi, sebagai bawahan dia hanya manut saja. Di Suatu hari setelah Sava dan Rainhard makan siang di sebuah restoran bintang lima. Selesai makan siang, mereka kembali ke kantor. Banyak mata yang menatap mereka heran. Karena, Sava bisa turun dari mobil sang bos. Berjalan beriringan pula. Tentu saja, mereka banyak yang nyinyir dan iri. Terutama staf perempuan. Merasa tidak nyaman, karena banyak pasang mata yang melihatnya, akhirnya Sava setengah berlari menuju ke Pantry. Rainhard hanya mendengus, karena ditinggalkan wanita itu. Tapi, dia terus melangkah menuju lift hendak masuk ke ruangannya. Di dalam ruangannya, Rainhard segera menghubungi nomor seseorang. “Saya akan datang hari ini ke rumah ayah,” nada bicara Rainhard sangatlah lembut. Entah siapa yang dia hubungi dan untuk apa, tak ada yang tau. Tapi dari panggilannya, mungkin saja ayahnya. Sementara itu, di ruangan khusus para Office boy dan Office girl berkumpul, terlihat heboh. “Va, kamu makan siang bareng bos?” tanya salah satu temannya yang bernama Arni dengan heboh. “ISS, apaan sih,” sahut Sava mencebikkan bibir. “Jangan mengelak ya, banyak yang liat tadi kamu pergi bareng dan pulang ke kantor lagi bareng, terus bukannya tadi jalan bareng juga saat masuk ke kantor?” cecar Arni temannya yang masih saja heboh. Sava jadi bingung mau bilang apa. “Emm, Cuma kebetulan aja kok, ah sudah waktunya kerja,” dengan cepat dia kabur dari sana daripada dicecar terus teman-temannya. “Huuh,” lega rasanya setelah terbebas dari teman-temannya yang terus mengoceh dengan pertanyaan yang membuat kepalanya pusing. Sava mulai bekerja lagi seperti biasanya. Sekitar jam empat sore terdengar suara nada getar dari ponselnya, beruntung dia nggak lembur hari ini. Saat ini, dia sedang bersiap untuk pulang. Jadi bisa memeriksa ponselnya dulu. “Kak Rio,” gumamnya senang. Dibacanya pesan dari Rio sang kekasih hati. ‘Aku ada di depan nungguin kamu’ itulah isi pesan dari Rio. ‘Aku segera keluar’ balas Sava dengan riang. Dengan cepat, dia membereskan barangnya dan bersiap keluar dari ruangannya. “Va, kamu diminta Pak Rainhard bikinin kopi panas,” ucap salah satu Office boy senior. Sava mengerutkan dahi. “Kenapa bukan kakak?” tanyanya heran. Dia manggil kakak, karena merasa Office boy di depannya itu seniornya. “Nggak tau, mungkin Pak Rain naksir kamu hehehe,” kekeh Ob itu, yang dihadiahi delikan jengkel oleh Sava. “Aku udah ada yang nungguin di depan, bisa tolong ganti in?” dengan memelas, Sava berkata. “Issh, nggak mau. Takut dimarahi, Pak Rain maunya kan kamu yang bikinin. Tau sendiri kan gimana dinginnya dia,” bisik teman Sava dengan pelan. Belum sempat Sava menyahuti teman seprofesinya itu, sudah terdengar suara orang yang berdehem keras. “Hmm.” Sava dan temannya langsung menoleh, mereka langsung menegakkan punggung setelah melihat siapa yang berdiri dengan raut masam. “Saya minta kopi panas, lama banget!” ketus dan datar itu adalah gaya bicara Rainhard. “Malah pacaran!” lanjutnya masih ketus. Mendengar perkataan Rainhard, tentu saja mereka berdua langsung saling tatap dengan terkejut. “Kami tidak pacaran!” sahut Sava refleks, dia sampai terkejut karena berani menyahuti pria itu. Office boy yang merupakan temannya sampai menyikut lengan Sava pelan. “Berani banget kamu,’ bisiknya di telinga Sava. Hal itu justru mengundang perhatian Rainhard. Pria itu jadi kesal melihatnya. “Hmm, Sava cepat antarkan kopi panasnya sekarang juga! Dan kamu cepat pulang!” setelah berkata, Rainhard langsung kembali ke ruangannya. “Ah kenapa rasanya akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan sih,” gumam Sava diiringi helaan napas. “Kamu sih berani banget sama Pak Rain,” ujar temannya. Dan akhirnya, Sava membuatkan kopi panas untuk Rainhard. Biasanya pria itu minta kopi dingin, tapi kali ini minta kopi panas. Sava jadi bertanya-tanya, mana dia tidak tau takaran kopi panas untuk bosnya itu. Daripada bingung, dia pun membuatkan seperti biasa dia membuat kopi untuk para staf kantor lainnya. Sebelumnya, dia mengirimkan pesan terlebih dahulu kepada Rio. ‘Aku akan keluar telat kak, maaf ya’ Dalam hatinya sangat berharap Rio menunggunya, dia takut Rio pulang duluan karena disangka dia akan lembur mendadak. Dert Pesan balasan langsung masuk. ‘Tak apa, aku akan menunggumu. Santai saja,’ balasan Rio membuat Sava tersenyum senang. Tak membalasnya, Sava segera mengantarkan kopi buatannya ke ruangan Rainhard. Tok tok, satu tangan Sava digunakan untuk mengetuk pintu. Ceklek, pintu langsung dibuka dari dalam. Siapa lagi pelakunya, kalau bukan Rainhard. “Eh, ini kopi anda Pak,” ujar Sava yang terkejut, karena pria itu langsung membuka pintu. Padahal, biasanya hanya cukup menyuruhnya masuk saja. “Taruh di meja,” ucap Rainhard, dia menggeser tubuhnya memberikan celah agar Sava masuk. Dengan langkah cepat, Sava masuk dan menyimpan kopinya di meja. “Kenapa buru-buru? Bagaimana kalau kopinya tumpah dan kamu terkena air panas itu. Bukankah kamu bisa luka?” ucap Rainhard dengan nada dingin. “Apa anda sedang mencemaskan saya, eh.” Sava sampai malu dengan ucapannya sendiri. Bisa-bisanya dirinya berkata seperti itu kepada Rainhard, bosnya. “Jangan kepedean,” dengan senyuman tipis yang syarat ejekan, Rainhard berkata. Tentu saja, hal itu membuat Sava sangat malu sekali. Pipinya sampai memerah, saking malunya. “Malu, hemm.” Rainhard malah sengaja menggodanya. Sava jadi salah tingkah, karena pria itu malah mendekatinya. Bahkan, menyentuh puncak kepalanya. Dan menepuk-nepuknya pelan. “Jangan terlalu kepedean dan baperan sama lelaki lain,” ucapnya ambigu, setelahnya pria itu duduk di sofa. Mengambil secangkir kopi buatan Sava, menghirupnya perlahan lalu mulai meneguknya seteguk. Sava sampai terkejut dengan perlakuan dan ucapan pria itu. “Apa maksudnya coba? Nggak boleh baperan dan kepedean sama lelaki lainnya? Apa artinya sama lelaki itu boleh?” sepertinya dirinya sudah salah mengartikan perkataan Rainhard, itu pikir Sava. “Apa saya sudah boleh pulang sekarang?” tanya Sava penuh harap. “Buru-buru? Kenapa?” Rainhard menatapnya curiga. “Emm....saya janjian sama calon suami saya,” jawab Sava malu-malu, pipinya merona. Dan, Rainhard tak suka mendengar jawaban wanita itu. Di menatap tajam Sava, selanjutnya yang dia lakukan sungguh membuat Sava kesal. “Dasar bos seenaknya!” gerutu Sava yang ingin menangis dalam hati. Sedangkan, Rainhard tersenyum senang dengan apa yang sudah dia lakukan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD