4-Makan Siang

1255 Words
4- Makan Siang “Tuan,” suara Sava berubah pelan. Ketika Rainhard mengikis jarak, hingga mereka begitu dekat. Terpaan hangat napas Rainhard sudah menyentuh wajahnya. Sava menutup mata, mengira Rainhard akan melakukan hal yang ah..... Dasar m***m pikiran Sava! Sentuhan Rainhard di bahunya perlahan menghilang. Dan berganti membelai pipinya dengan lembut. Sedetik kemudian sentuhan itu hilang. Sava masih setia memejamkan mata dengan napas tertahan. Sedetik, dua detik, tiga detik. Dan hingga semenit kemudian, namun tak ada yang terjadi. “Apa kamu mengantuk! Makanya jangan suka begadang! Lagi kerja malah tidur!” Ejek Rainhard, sambil berlalu duduk kembali di kursi kebesarannya untuk menyelesaikan pekerjaan. Sontak Sava membuka mata, pipinya memerah karena malu. Sungguh malu sekali rasanya! Untung Rainhard berpikir dia mengantuk, dan tak menyangka dia sedang berpikir akan diciumnya. Tapi, tentu saja dia salah besar. Karena, Rainhard tahu isi kepala Sava. Sava menetralkan degup jantungnya yang bertalu-talu, akibat ulah manusia batu itu! “Kamu pasti berharap aku apa-apain!” sinis Rainhard, yang membuat Sava mati kutu. Malu luar biasa! “Apa? Apa maksud anda?” pura-pura bodoh saja pikirnya. “Ck, aku tau kamu tak sepolos itu,” ucapnya sinis lengkap dengan sudut bibir yang naik sedikit. Membuatnya tampak antagonis. “Ah, Hem. Saya banyak kerjaan,” ucap Sava sambil berdiri, hendak pergi. Takut semakin dipojokkan. Lagian tak ada gunanya dirinya di tempat ini juga! Toh hanya nungguin sang bos bekerja saja, sungguh tiada gunanya sama sekali! “Mau kemana!” ketus Rainhard, matanya menatap Sava tajam. “Kembali ke ruangan, saya sibuk,” sungguh enteng jawaban Sava. “Sibuk? Sibuk apa?” sinis Rainhard. “Hemm, sibuuuk.” Sava tampak berpikir sejenak. “Aha...., Hemmm. Sibuk mau bersihin toilet,” jawabnya yang merasa senang karena menemukan jawaban yang menurutnya pas. “Hah, pppttt, hahaha....” tak disangka Rainhard tertawa lepas. Membuat Sava syok luar biasa. Karena kata teman-temannya, Bosnya itu dingin, ketus dan galak. Bahkan untuk tertawa rasanya sungguh sulit. Tapi ini, lihatlah tawanya sungguh lebar sekali. “Sudah berapa tahun anda tidak tertawa? Hingga hanya mendengar saya mau membersihkan toilet saja tawa anda langsung menggelegar seperti geledek? Eh,” refleks Sava bertanya. “Aduh keceplosan,” gumam Sava sambil menggigit bibir bawahnya sedikit. “Apa! Kamu mengataiku!” desis Rainhard, dengan nada ketus, matanya menatap Sava tajam. “Maaf Pak Bos, eh Tuan keceplosan,” sahutnya dengan muka pias. Takut dipecat tentu saja! “Sudahlah!” ucap Rainhard. Sava menghela napas lega. “Ternyata dia cukup baik juga,” gumam Sava dalam hati, karena Rainhard tidak marah kepadanya. “Duduk lagi! Dan tunggu hukumanmu karena sudah mengataiku!” lanjut Rainhard dengan nada dingin, tanpa menatap Sava. Dia fokus kerja. “Hah! Aku tarik kembali kata-kataku tadi yang mengatakan dia baik!” raung Sava dalam hati. Lalu dia kembali duduk. Dengan muka cemberut, dan hati berdebar keras. Takut dipecat! Beberapa menit kemudian. “Selesai!” ucap Rainhard sambil meregangkan otot lengannya. Dia melirik ke arah Sava yang sedang menatapnya dengan tegang. “Kamu kenapa?” Rainhard tersenyum sinis, merasa lucu melihat Sava yang duduk dengan tegak dan raut wajah tegang. Sava menggelengkan kepalanya pelan. “Apa saya akan dipecat?” cicit Sava. “Dipecat?” Rainhard terkekeh geli. Sava terpana melihat tawa kecil si bos yang tampak memesona. “Tampannya!” gumamnya tanpa sadar. “Lap ilermu! Kelihatan banget tak pernah ketemu pria tampan!” desis Rainhard. “Ap apa!” refleks, Sava mengelap sudut bibirnya. “Tak ada iler,” gumamnya. Rainhard hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Sava. Lalu, dia melangkah kaki menghampiri Sava. Dan duduk di sampingnya. Sava semakin tegang, dan merasa tak sopan duduk di sofa yang sama dengan sang bos. “Kamu kenapa tegang begitu?” tanya Rainhard, sambil menjentikkan jari di depan wajah Sava. Sava mengedipkan matanya. “Eh, anda mau apa sebenarnya memanggil saya?” tanya Sava bingung. “Kamu jangan makan siang bareng Roni ya!” ketus Rainhard. “Apa?” Sava terkejut. “Apa anda cemburu?” ceplosnya refleks. Dia sendiri sampai terkejut dengan pemikirannya sendiri. “Waduh,” gumamnya sambil menggeplak bibirnya sendiri. “Hey apa yang kamu lakukan! Kenapa memukul bibirmu sendiri!” Rainhard langsung menarik tangan Sava, lalu menyentuh bibirnya lembut. “Bibir bukan untuk dipukul, tapi.....” Rainhard tak melanjutkan perkataannya. “Apa...,” dengan bingung Sava bertanya pelan. “Tak ada,” sahut Rainhard dingin. “Eh, maaf saya sudah lancang mengatakan kata itu tadi,” ucap Sava merasa malu dan takut. ‘Aku sungguh tak tau diri!’ Itulah yang ada dalam benak Sava saat ini. Dia memaki dirinya sendiri yang sembarangan berpikir dan berucap. ‘Sepertinya aku akan benar-benar dipecat saat ini juga!’ pikirnya. Tok tok Terdengar suara pintu diketuk. “Masuk!” ucap Rainhard. Seorang Office boy masuk dan menghidangkan makanan di meja Rainhard. Tadi sengaja Rainhard memesan makanan secara online, dan meminta Office boy itu untuk mengambil pesanannya. Office boy yang merupakan teman Sava, sempat melirik Sava sekilas. Dia merasa aneh saja, karena Sava duduk dalam satu sofa yang sama dengan sang bos yang terkenal dingin. Ditambah jarak duduk antara Rainhard dengan Sava cukup dekat. “Keluar kalau sudah selesai!” ucap Rainhard dingin. “I iya Pak,” ucap Office boy itu gelagapan, lalu segera keluar dari ruangan. Setelah keluar, dia mengelus d**a. “Huuuh, Pak bos sungguh menyeramkan!” gumamnya pelan, sambil berlalu. Sementara di ruangan Rainhard. Sava semakin bingung saja. “Pak bos saya harus apa?” “Makan denganku,” ucap Rainhard. “Hah!” Sava terkejut. Belum Selesai keterkejutannya, Rainhard sudah mengatakan hal lain yang membuatnya semakin syok saja. “Ambilkan makanan untukku, dan temani aku makan! “ ucap Rainhard. “I iya,” dengan cepat Sava mengambilkan makanan untuk sang bos. Lalu menyodorkan piring yang sudah berisi makanan itu. “Kamu juga ayo makan?” ucap Rainhard. “Hah, saya!” Sava menunjuk ke arah dirinya sendiri. “Jangan coba m***m ya! Saya tidak tergoda! Kamu bukan tipeku!” ketus Rainhard, menghina. “Hah!” Sava membulatkan mulut mendengar perkataan sang bos! “Seenaknya saja menghinaku!” jeritnya dalam hati. “Itu tanganmu,” desis Rainhard dengan tersenyum sinis. Sava menatap tangannya. Tak ada yang salah, pikirnya. Dia hanya menunjuk dirinya sendiri, namun ternyata telunjuknya mengarah ke bagian d**a kiri tepat di atas buah-buahan miliknya. “Eh, apa ini maksudnya!” jeritnya dalam hati. “Saya tidak bermaksud menggoda anda, Tuan!” ucap Sava meluruskan. “Benarkah? Tapi saya tak percaya!” Rainhard berkata malas, lalu mulai menyuapkan makanan setelah berdoa terlebih dahulu. Sava sudah membuka mulut hendak berkata-kata. Tapi, Rainhard menyelanya. “Makan jangan mengoceh lagi!” ketusnya. “Huuuh.” Sava menghembuskan napas kesal. “Lihatlah aku akan menghabiskan makananmu!” Raung Sava dalam hati. Dia jengkel luar biasa kepada Rainhard! “Iya Pak Bos, eh Tuan!” Sava bingung juga mau manggil apa. Rainhard asyik makan tanpa memedulikan Sava. “Huuuh!” Dan Sava mulai mengambil piring, lalu mengisinya dengan berbagai makanan yang ada. “Nggak salah! Makanannya banyak banget! Tapi kenapa kebetulan begini ya, makanan ini kesukaanku semua!” pikir Sava, sedikit bingung. Apa Rainhard memiliki selera yang sama dengan dirinya! Sungguh aneh, masa iya? Rainhard kan sultan! Sava makan tanpa jaim, makan lahap dan banyak. Hingga sebagian makanan yang ada di meja, dia yang menghabiskan. “Alhamdulillah, terimakasih Pak Bos udah traktir makan siang,” ucap Sava dengan tersenyum manis. Rainhard menatapnya datar. “Hemmm,” kemudian berdehem saat matanya bertemu dengan mata Sava. “Ini tidak gratis!” Rainhard tersenyum miring. Hah Sava terkejut mendengar perkataan Rainhard. “Kamu harus....” Sava merasa lemas mendengar perkataan Rainhard.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD