Sekali lagi pandangan mata gadis itu menangkap sesosok makhluk asing yang berdiri di sisi seberang Adam. Makhluk berjubah putih dengan rambut hitam panjang, tengah melayang di udara mengikuti laju mobil Adam di sisi sebelah pria itu.
Makhluk astral itu memiliki ukuran tubuh yang tinggi dengan lengan panjang yang hanya menampakkan tulang belulangnya saja. Lengan itu dilapisi dengan lengan jubahnya yang panjang hampir menutupi tulang jemarinya.
Nampak kedua mata makhluk itu menyala merah seakan tengah memelototi gadis kecil itu. Sekali lagi, waktu di sekitar Imelda terasa seperti berjalan lambat ketika dirinya bertatapan langsung dengan makhluk tersebut tanpa sepengetahuan Adam.
Udara di sekitar mereka terasa begitu berat. Bahkan Adam sendiri bisa merasakan panas di sekitarnya meski AC dalam mobilnya sudah menyala sedari tadi. Pria itu mengibas-ibaskan telapak tangannya ke arah muka untuk menghalau panas tersebut. Tidak menyadari bahwa panas itu merupakan efek dari interaksi yang diam-diam dilakukan Imelda dengan makhluk astral yang berada di luar mobilnya, tanpa sepengetahuan Adam sendiri.
“Ugh kenapa tiba-tiba terasa panas sekali di sini?” keluh pria itu kemudian.
Imelda sendiri masih terdiam di tempat dengan mata masih menatap lurus ke arah sisi sebelah Adam. Gadis itu masih sibuk berinteraksi dengan makhluk tersebut, hingga tidak menanggapi keluhan Adam. Keterdiaman gadis itu yang tiba-tiba, membuat Adam merasa heran sendiri.
Akhirnya pria itu menoleh ke arah Imelda yang ternyata tengah duduk diam layaknya sebuah patung hidup. Adam langsung merasa heran sekaligus bingung dengan ekspresi kosong yang ditunjukkan oleh gadis itu saat ini. Kedua alis Adam mengerut menatap Imelda.
“Hei, ada apa denganmu? Kenapa hanya diam saja?” tanya pria itu kemudian. Tidak ada jawaban dari gadis itu. Adam semakin heran.
Pria itu akhirnya mengulurkan satu tangannya untuk melambai-lambai di depan wajah gadis itu. Barulah gadis itu sedikit tersentak kaget dan lalu mengedipkan kedua mata berbulu lentik itu. Imelda menoleh ke arah Adam dengan pandangan penuh tanya.
“Akhirnya kau sadar kan?! Kenapa tiba-tiba kau bertingkah aneh seperti itu? Apa yang kau lihat?” tanya Adam sembari memasang wajah lega. Pria itu juga ikut menoleh ke arah jendela sampingnya untuk melihat apa yang tengah dilihat gadis itu tadi, hingga membuatnya terdiam sedemikian rupa.
Mata hijau Adam memerhatikan ke luar jendela kalau-kalau ada sesuatu yang menarik matanya. Namun tidak ada apa pun di sana. Hanya ada rimbunnya pohon-pohon berbatang besar dan tinggi saja.
Nampaknya pria itu tidak melihat bagaimana wajah buruk rupa yang tengah dilihat oleh Imelda tadi, kini tengah melekat dan menempel di kaca jendelanya. Makhluk itu tengah memelototi wajah Adam yang berjarak begitu dekat dengan jendela yang ditempelinya.
Kejadian itu hanya beberapa detik saja hingga kemudian Adam kembali berbalik menoleh ke arah Imelda yang juga menoleh ke arahnya. Wajah Adam menunjukkan tanda tanya besar.
“Tidak ada apa-apa di luar sana. Kenapa kau begitu serius menatap ke luar?” tanya Adam lagi dengan perasaan heran.
Imelda tersenyum tipis. Tidak menghiraukan makhluk halus tersebut yang masih menempel di jendela sebelah Adam dan kini tengah mengais-ngaiskan tulang-tulang jemarinya ke jendela kaca, hingga menimbulkan suara deritan yang menyakitkan telinga. Terlihat sekali ingin mendapatkan perhatian lebih dari mereka berdua.
Namun sekali lagi, Adam tidak mendengar suara bising yang dihasilkan oleh makhluk tersebut. Perhatian Adam masih terbagi antara jalan di depan dan juga kehadiran Imelda yang duduk di sebelahnya.
“Aku tidak melihat apa pun di luar sana. Aku hanya terpesona dengan wajah tampan kakak.” jawab gadis kecil itu.
Adam sendiri hanya bisa terkekeh geli mendapat pujian dari gadis kecil seperti Imelda. Sekali lagi Adam memelankan laju mobilnya untuk mengurangi goncangan mobil karena bebatuan di depan. Kemudian pria itu kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sama seperti sebelumnya.
“Bisakah aku mengetahui nama kakak?” tanya gadis itu sembari menatap lekat wajah tampan Adam dari samping. Bola mata jernihnya lalu melirik kembali ke arah jendela samping Adam di mana sudah tidak ada lagi makhluk yang melekat di sana.
Adam menoleh ke arah gadis itu, begitu juga dengan Imelda yang kembali menoleh ke arahnya. Sejenak pandangan mata mereka bertemu, sebelum kemudian Adam kembali menoleh ke depan lagi diiringi senyum tawanya.
“Oh ya, hahahaha aku lupa menyebutkan namaku. Maaf Imel. Namaku Adam. Adam Franz Gonzallo.” tawa Adam terdengar begitu renyah di telinga Imelda, hingga membuat gadis kecil itu ikut tertawa lirih mendengarnya.
“Adam? Apa kau sudah memiliki kekasih, kak Adam?” tanya gadis itu lagi.
Tawa renyah Adam perlahan luntur menjadi sebuah senyuman tipis ketika mendengar pertanyaan itu. Lagi-lagi dirinya diingatkan masalah mantan kekasih yang ingin dilupakannya itu.
“Tidak ada. Aku baru saja putus dengannya.” jawab pria itu mencoba menawabnya dengan santai.
“Putus? Kenapa kalian bisa putus?”
Adam melirik ke arah gadis itu sejenak. “Kenapa kau ingin tahu?”
“Memang kenapa kalau aku ingin tahu? Apa kakak datang ke sini untuk mencari seorang gadis?”
“Bhuahahaha apa-apaan pikiranmu itu?! Hm biar kupikirkan kembali. Kini setelah kau mengatakan ide itu, aku jadi ingin benar-benar mencari seorang gadis. Apa kau memiliki rekomendasi juga mengenai gadis cantik?”
“Ya, aku punya. Bagaimana kalau kau bersamaku saja?!” jawab gadis itu dengan riang. Senyumnya melebar menampilkan gigi-gigi putih kecilnya yang semakin membuatnya terlihat lucu. Dan sekali lagi Adam tertawa tergelak mendengar jawaban gadis kecil itu.
“Hahaha apa segitunya kau menyukaiku gadis kecil? Khekhekhe hm baiklah, biar kupikirkan nanti.”
“Kenapa harus dipikir terlebih dahulu? Apa aku kurang cantik di matamu kak?” tanya Imel. Wajah imutnya menjadi semakin menggemaskan karena gadis itu memasang wajah cemberut saat ini.
“Kau cantik, Imel. Kau menggemaskan sekali. Tapi aku lebih tertarik dengan gadis seksi hahaha!” jawaban Adam semakin membuat kedua pipi chubby Imelda menggembung lucu.
“Ck dasar pria kotor!” gerutu Imel.
“Hei, semua pria juga menyukai hal yang seksi, Gadis kecil. Itu adalah sifat alami pria, dan terima saja hal itu.”
“Kalau begitu pakaikan saja p****t babi dengan lingerie. Itu juga akan terlihat seksi nantinya.” sungut gadis itu dengan asal.
“Bhuahahaha apa-apaan itu!” tawa Adam kembali menemani perjalanan mereka. Hingga kemudian perjalanan mereka mulai menemukan titik temunya.
Imelda menunjuk ke arah depan. “Itu rumahku kak.”
Adam memicingkan kedua matanya dan melihat sebuah rumah sederhana yang berdiri di balik bayang-bayang pohon di depan sana.
“Benarkah?” gumam Adam dengan perasaan lega. Akhirnya mereka telah sampai di tempat.
Mobil Adam mulai menepi di pinggir jalan. Sedikit masuk ke pekarangan depan rumah tersebut. Adam mematikan mesin mobilnya, sedangkan Imelda tengah membuka sealt belt yang digunakannya. Mereka berdua kemudian sama-sama turun dari mobil.
Mata Adam memerhatikan rumah tersebut yang terasa begitu sepi, sembari melangkah mendekati Imelda yang berdiri di sisi sebarang mobilnya.
“Apa ini rumahmu?” tanya Adam sembari tetap memerhatikan sekitar rumah Imelda.
Rumah tersebut berdiri di depan beberapa rumah penduduk. Ada beberapa rumah dengan jarak yang cukup berjauhan di sekitar rumah Imelda. Di sisi seberang jalan ada pemandangan hutan lebat dengan semacam kertas pembatas yang melintang di sepanjang pinggir hutan tersebut. Adam mengerutkan kedua alisnya merasa heran dengan pembatas tersebut.
“Ya. Ini adalah rumahku. Kau mau masuk ke dalam kak?” tawar Imelda. Adam kembali menoleh ke arah gadis itu yang ternyata sudah memegang seekor anjing kecil berjenis pomerian dalam dekapan tangannya. Anjing berwarna coklat s**u yang terlihat lucu.
“Oh, apa itu anjingmu? Sejak kapan dia ada di sana? Kenapa aku tidak menyadari kehadirannya tadi?” tanya Adam dengan wajah herannya. Satu tangannya terangkat mengelus bulu-bulu lebat anjing dalam dekapan Imelda.
“Dia anjing yang pendiam kak. Namanya Nessie.” jawab Imelda sembari melempar senyum kecil melihat anjing itu.
“Nessie? Kau menamainya seperti nama monster? hahaha,” canda Adam.
Imel ikut tersenyum mendengarnya. “Hihihi Nessie kan memang monster kak. Apa kakak tidak melihatnya?”
“Huh?” kedua alis Adam terangkat ke atas merasa bingung dengan ucapan gadis itu.
Imelda menatap Adam dengan senyuman penuh arti, sebelum kemudian gadis itu melanjutkan kembali ucapannya. “Dia monster kecil yang imut, iya kan?”
Gadis itu mengelus bulu-bulu lebat milik Nessie sembari tersenyum kecil. Adam mendengus geli memerhatikan gadis itu dengan anjingnya.
“Kau gadis yang lucu Imel.” celetuk Adam kemudian.
“Ya, aku tahu. Semua orang juga mengatakan hal yang sama padaku.”
“Benarkah? Khekhe kalau begitu, itu memang benar adanya. Senang sekali bisa bertemu denganmu.” Mereka saling melempar senyum kemudian.
“Aku harus pergi sekarang. Hari sudah semakin gelap. Apa desa yang kucari masih jauh Imel?” tanya Adam kemudian. Pria melihat cuaca di sekitar yang sudah semakin gelap.
“Tidak. Kau hanya perlu lurus saja ke sana. Lalu setelah pertigaan di depan, Nanti kau bisa menemukan rumah penduduk desa. Terima kasih sudah mengantarku pulang, kak Adam.” jelas gadis itu sembari menunjuk ke arah jalan yang harus dilalui Adam. Adam sendiri ikut memerhatikan arah jalan yang ditunjukkan oleh gadis itu dengan cermat.
“Terima kasih juga sudah menunjukkan jalan padaku. Jaga dirimu baik-baik. Aku akan mengunjungimu nanti.” pamit Adam kemudian. Imelda melempar senyum manis ke arah pria itu dan lalu mengangguk kecil.
Setelah itu, Adam kembali memutar tubuhnya dan memasuki mobil. Pria itu menghidupkan mesin mobil dan menoleh kembali ke arah Imelda yang masih menunggu di sisi seberang. Adam melambaikan tangan ke arah gadis itu, yang kemudian juga dibalas Imelda dengan lambaian kecil. Baru setelah itu Adam melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Imelda.