Feel

1668 Words
Adam menganggukkan kepalanya mengerti. Sejenak tidak ada percakapan lagi yang terjadi di antara mereka berdua. Adam terlihat begitu fokus pada jalanan di depannya yang terlihat begitu sepi itu. Jalanan itu memasuki sebuah area yang lebih sempit dengan dikelilingi pohon-pohon rindang di tiap sisi kanan dan kiri. Seperti sebuah gang yang biasanya menuju ke desa. Jalan yang dilalui juga berupa tanah yang tidak beraspal.   Adam sama sekali tidak melihat pemukiman atau pun rumah-rumah di sekitar jalan yang mereka lalui saat ini. Semua yang terlihat hanya lebatnya pohon-pohon yang tinggi menjulang dan rindang. Entah hanya pikiran Adam saja atau memang cuaca di sekitar mereka terasa semakin gelap dari beberapa waktu yang lalu.   Terlalu fokus memerhatikan jalanan di depan, membuat Adam tidak menyadari bahwa dirinya tengah diperhatikan sedari tadi oleh gadis kecil itu. Gadis manis nan lucu yang bernama Imelda. Mata bulatnya yang bak boneka Barbie menatap lurus ke arah Adam dalam diam.   “Apa kau yakin ini jalan menuju tempatmu tinggal, gadis kecil?” tanya Adam lagi. Pria itu masih terlihat penasaran dan heran dengan jalanan yang dilaluinya. Laju mobil memang berjalan dengan santai karena Adam menghindari terjadi goncangan mobil yang berlebihan. Namun selama perjalanan mereka pria itu sama sekali tidak menemukan tanda-tanda kehidupan dari manusia di sekitarnya. Pemandangan di sekitar masihlah hutan lebat yang entah sampai kapan ujungnya.   “Ya, aku yakin sekali, Kakak. Ini arah jalan tempatku pulang.” jawab gadis itu dengan tenang.   “Aku tidak melihat adanya rumah penduduk satu pun di sekitar sini dan selama perjalanan yang kita lalui tadi. Apa kau yakin tidak salah arah, Imelda?” tanya pria itu memastikan jalan yang mereka lalui lagi. Pria itu menoleh sejenak ke arah gadis kecil itu yang masih menatap ke arahnya. Hanya sejenak melihatnya, setelah itu Adam menoleh kembali ke depan.   “Tempat ini memang sangat jarang penduduk kakak. Tapi aku yakin ini adalah jalan yang benar menuju tempatku tinggal saat ini.” jawab gadis itu dengan ringan.   “Benarkah? Hm baiklah kalau begitu.” Adam memelankan laju jalannya ketika melewati batu-batu yang melintang di depan mereka. Setelah itu kembali pada kecepatan laju sebelumnya.   “Jadi Imel, kau tinggal dengan siapa selama ini?” tanya Adam. Pria itu mencoba mencairkan suasana di antara mereka. Adam merasa suasana di dalam mobil terasa begitu sunyi dalam hutan ini, meski radio dalam dashboardnya masih berbunyi memperdengarkan lagu klasik di antara mereka berdua.   “Aku, aku tinggal bersama nenek, dan anjing kecil kemaren.”   “Nenek dan anjing kecil? Baguslah. Setidaknya gadis kecil sepertimu tidak tinggal sendirian di dalam hutan seperti ini. Lalu apa maksudnya dengan kemaren?”   “Kemaren nenekku baru saja meninggal.” jelas gadis itu. Sontak Adam menoleh ke arah gadis itu dengan raut wajah terkejutnya.   “Oh my, maafkan aku. Lalu bagaimana dengan dirimu? Apa seseorang akan tinggal bersamamu?”   Gadis itu menggeleng pelan. “Aku hanya tinggal bersama anjingku saat ini.”   “Bagaimana- tidak Imel. Kau tidak bisa tinggal sendirian di tengah hutan seperti ini. Kau terlalu kecil untuk itu.”   “Lalu apa kakak mau tinggal bersamaku?” tanya gadis kecil itu dengan wajah antusias penuh harap mengarah pada Adam.   Adam sendiri terdiam kemudian. Pria itu tertegun mendapat pertanyaan seperti itu dari Imelda.   “Im sorry, Dear. Aku hanyalah pengunjung yang datang untuk beberapa hari di sini. Aku tidak bisa tinggal bersamamu karena aku harus kembali pulang ke tempatku. Masih banyak urusan yang belum kukerjakan di sana.” jelas Adam dengan wajah menyesalnya. Sudah jelas dirinya akan menolak permintaan itu bukan. Adam hanya berencana menghabiskan waktu untuk beberapa hari saja di tempat ini. Dirinya tidak mungkin tinggal untuk selamanya, menjaga gadis itu.   Diliriknya gadis menggemaskan di sebelahnya yang kini menundukkan kepalanya. Sepertinya gadis itu merasa sedih dengan penolakan Adam barusan. Adam menjadi merasa tidak enak. Di samping itu, dirinya juga merasa khawatir dengan gadis sekecil Imelda yang dibiarkan tinggal sendirian di tengah hutan lebat seperti ini. Bagaimana gadis itu bisa bertahan hidup nantinya? Adam menghela napas dalam. Bagaimana pun juga dirinya tidak bisa banyak membantu.   Adam mengangkat satu tangannya dan lalu meletakkannya di atas kepala kecil gadis itu. Membuat Imelda sedikit terkejut dengan perlakuan Adam kepadanya. Gadis itu mendongakkan kepala menatap kembali Adam yang lalu melempar senyum tipis ke arah gadis itu. Adam menggerakkan telapak tangannya dengan lembut, mengusap puncak kepala Imelda sejenak. Lalu kemudian menariknya kembali untuk fokus mengemudi.   Imelda sendiri menjadi tertegun di tempat menatap pria itu.   “Maafkan aku.” sesal Adam dengan lirih. Kelopak mata bulat Imelda berkedip lucu. Gadis itu seakan bisa merasakan ketulusan hati yang dimiliki oleh Adam padanya. Pria itu benar-benar mengkhawatirkannya namun juga merasa tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantunya.   Sedetik kemudian gadis itu melempar senyum manisnya ke arah pria berhidung mancung itu. “Eum, tidak apa-apa, kakak. Aku mengerti.” balas Imelda kemudian. Adam melirik gadis itu dari sudut matanya dan menghela napas lega setelah mendengar hal itu.   Suasana di antara mereka kembali tenang. Adam masih melanjutkan perjalanan mereka yang tetap melaju lurus mengikuti arah jalan sempit itu. Sedangkan Imelda sendiri masih tetap memerhatikan pria itu dalam diam.   Adam yang merasa risih melihat tatapan gadis itu akhirnya membuka suaranya kembali.   “Ada apa gadis kecil? Kenapa kau selalu menatapku seperti itu? Apa ada yang salah dengan wajahku?”   “Ya. Ada yang salah dengan wajah kakak.”   “Apa?! Mananya yang salah?” tanya Adam yang langsung meraba sisi-sisi wajahnya dengan sebelah tangan. Pria itu juga meraih kaca spion yang ada di atasnya untuk melihat dengan jelas apa yang salah dengan wajah tampannya.   “Eh?” gumam Adam kemudian. Tanpa sengaja pria itu sempat menangkap sekelebat bayangan hitam besar yang lewat di belakang mobilnya, saat menatap kaca spion di sana. Dengan refleks pria itu menghentikan laju mobil mereka seketika. Membuat Imelda terdorong ke depan dengan wajah terkejut. Untunglah tubuh gadis itu tertahan oleh sealtbelt yang digunakannya. Sehingga menghindarkannya dari sebuah benturan.   Imelda melirik ke arah Adam dengan wajah datar. Sementara itu, Adam langsung menoleh ke belakang untuk memastikan kembali benar tidaknya penglihatannya barusan. Bayangan hitam yang barusan dilihatnya tadi sudah menghilang.   “Apa itu tadi?” gumam Adam dengan pelan. Namun masih bisa didengar oleh telinga Imelda.   “Ada apa kakak? Kenapa berhenti?” tanya Imelda.   Adam kembali berbalik badan dan menyenderkan punggungnya kembali seperti sebelumnya. Raut wajahnya terlihat sedang berpikir saat ini. Diliriknya Imelda yang duduk di sebelahnya kini menatapnya dengan wajah tenang. Mata bulatnya terlihat begitu polos.   Butuh beberapa detik untuk Adam akhirnya menggelengkan kepalanya sambil melempar senyum tipis ke arah gadis kecil itu. “Tidak. Tidak apa-apa. Mungkin aku hanya salah melihat saja.” ucap pria itu kemudian.   “Di mana rumahmu? Kenapa kita tidak sampai-sampai juga sedari tadi?” tanya Adam sekali lagi. Pria itu mulai kembali melanjutkan perjalanan mereka. Diliriknya jam digital yang terdapat pada dashboard mobil. Tanpa terasa mereka ternyata sudah melewati waktu setengah jam di perjalanan.   “Sebentar lagi kita akan sampai kak.” jawab gadis itu.   “Kau bagaimana bisa pergi sejauh ini dari rumah sendirian, Imel? Lebih berhati-hatilah pada sekitarmu.”   “Hihihihi!” kikik gadis itu kemudian. Membuat Adam melirik heran ke arahnya.   “Kenapa kau tertawa? Apa itu lucu?”   “Tidak. Maksudku ya. Kakak terlihat cerewet sekali sejak tadi. Aku sudah besar kakak. Tidak perlu sekhawatir itu kepadaku.” balas gadis itu di sela tawanya yang terdengar begitu renyah di telinga Adam.   “Apa maksudmu dengan besar. Kau jelas masih kecil.”   “Tapi aku sudah berumur 17 tahun kakak. Aku sudah dewasa.”   Adam terkekeh geli menanggapinya. Diperhatikannya tubuh Imelda yang lebih mirip seperti anak-anak kecil itu. “Di mataku kau hanyalah gadis yang berumur 7 tahun, Imel.”   Imelda mengangkat kedua alisnya merasa lucu dengan jawaban pria itu. Namun gadis itu tidak berniat menukas perkataan Adam. Karena Imelda sendiri menyadari bahwa tubuhnya masihlah tetap seperti sepuluh tahun yang lalu. Tidak salah jika pria itu mengiranya gadis kecil. Imelda juga tidak masalah dengan hal itu.   “Ah benar juga. Kau bilang ada yang salah dengan wajahku. Aku tidak melihat letak kesalahannya di mana, gadis kecil. Kau menipuku?”   “Tidak. Kesalahannya adalah wajah kakak tampan sekali, hihihi!” tawa kecil gadis itu yang juga berhasil memancing tawa lebar dari Adam.   “Hahaha apa itu? Kau cukup genit juga untuk menjadi seorang gadis kecil.”   Imelda mengulum senyumnya dan kembali menatap Adam. “Jadi apa yang ingin kakak lakukan di tempat ini? Kenapa banyak sekali barang di kursi belakang?” Imelda menoleh ke belakang untuk melihat beberapa tas hitam yang ada di sana.   Tanpa Adam sadari, gadis itu juga melihat sekelebat bayangan hitam besar yang mengikuti mereka. Wujudnya tidak begitu terlihat karena di sekitarnya terdapat bayangan kabut berwarna hitam pekat yang menyelimuti dengan bentuk berupa seperti tubuh manusia raksasa. Mata besar dan berwarna kuning itu menatap tajam ke arah Imelda yang juga membalas tatapannya dengan tidak kalah tajam. Wajah menggemaskannya yang dipenuhi tawa manis itu kini berubah menjadi datar dan begitu dingin.   “Oh aku sedang mencari bahan foto. Kebetulan aku menemukan artikel yang menyebut sebuah desa dengan danau indah di dalamnya. Entah kenapa aku merasa tertarik. Jadi aku datang ke sini. Apa kau tahu desa S, dekat hutan Terlarang?” Jelas Adam dengan santai sekaligus bertanya.   Imelda memutus kontak mata dengan makhluk hitam yang mengikuti di belakang mobil mereka dan kembali menoleh ke depan lagi. Gadis itu tidak berniat mengatakan apa yang baru saja dilihatnya barusan pada Adam.   “Bahan foto? Apa kau seorang fotografer?” tanya gadis itu balik.   “Ya. Aku cukup terkenal di tempatku, asal kau tahu.” jawab Adam sedikit bangga.   “Benarkah? Aku ingin melihat bagaimana kau bekerja nanti kakak. Dan kebetulan kita sedang menuju ke arah desa yang kakak maksud itu saat ini.”   “Oh baguslah kalau begitu. Aku tidak masalah memperlihatkan bagaimana aku bekerja nanti padamu, gadis kecil. Mungkin kita bisa hunting foto bersama. Apa kau tahu beberapa tempat bagus di sekitar sini?”   “Tentu saja. Aku tahu beberapa tempat yang mungkin bisa membuatmu senang. Pasti akan sangat menyenangkan.”   “Wow beruntung sekali aku bisa bertemu denganmu, Imel.” seru Adam dengan wajah leganya. Imelda tersenyum tipis menatap Adam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD