Panggilan HRD

1597 Words
Setelah perdebatan panjang antara Titan dan juga Ethan. Kini gadis manis itu berada di dalam mobil sepupunya sedang menuju ke arah daerah perkantoran elit. Ethan memaksa ingin mengantar sepupunya untuk kembali ke kantor. Dia penasaran dengan Pria berumur yang membuat Titan jatuh cinta. “Gak usah sampai depan lobby antarnya!” “Kenapa?” “Aku nggak mau orang-orang lihat aku diantar sama mobil mahal.” “Lagi-lagi kamu cosplay menjadi mahasiswa magang dari keluarga miskin?” Titan menatap sepupunya dengan kesal. Ethan itu meskipun berjenis kelamin laki-laki tapi tingkat kecerewetannya melebihi para perempuan. “Bukan urusanmu! Lagian ya, kamu ini nggak ada kerjaan apa gimana?” “Sebenarnya ada tapi sudah selesai. Jadi, aku bingung mau apa.” “Kenapa nggak balik aja ke Makassar?” “Buat apa? kuliah ‘kan sedang libur semester. Mendingan aku di Jakarta nemenin Oma.” “Bisa kali skripsi diurus dengan baik dan benar. Apa nggak malu sudah semester 11 belum lulus juga? Kalau aku sih mendingan gak usah kuliah sekalian!” sindir Titan. Ethan mendengkus saat sepupunya mulai membahas skripsi yang tak kunjung selesai. “Apa tidak ada pembahasan yang lebih menarik?” “Belum bisa move on? Cckk, salah sendiri jatuh cinta dengan perempuan lebih tua.” “Apa di rumah Om Ihsan tidak ada kaca?!” “Aku nggak butuh kaca, wleee.” Titan mengangkat sebelah alisnya, sudah siap membuat panas hati sepupunya. “Kalau aku jadi kamu ya, Than. Sebelum janur kuning melengkung aku akan mengejar Bu Dosen itu!” “Kamu pikir semudah itu masalahnya. Walaupun aku berhasil merebut kembali hati Bu Kayla belum tentu Mama bakalan kasih restu.” “Ya berjuang dong, Than. Gimana sih? Ah susah, bicara sama orang pesimis macam kamu!” Ethan tidak menjawab. Dia memang seperti yang dikatakan oleh Titan. Kurang berani mengambil resiko demi kebahagiaannya. Ethan anak tunggal seperti Titan, bedanya dia masih memiliki orang tua lengkap. Titan memukul kepala Ethan dengan tas yang dia pakai. Sepupunya itu tidak mau mendengarkan apa yang dia katakan. Kini mobil sport milik Ethan menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitaran lobby. “Bye, sepupu. Kerja yang semangat!” “Awas saja ya! Akan aku balas kamu.” Setelah turun dari mobil, Titan langsung berlari menuju ke arah lift. “Terima kasih,” ucapnya pada orang yang membantunya menahan pintu lift agar tidak tertutup. Titan mengatur nafasnya yang ngos-ngosan akibat berlari dari depan lobby. Dia belum sadar siapa yang kini berada dalam satu lift dengannya. Ketika lift terbuka di lantai 3 Titan memundurkan badannya agar karyawan yang akan keluar tidak menabraknya. Mata cantiknya melihat orang yang berdiri tepat di sebelahnya. “Om Duda?” gumamnya pelan. “Om Duda eh, maksud saya Pak Ammar kenapa bisa ada di sini?” “Memangnya kenapa kalau saya di sini? ini kantor saya, wajar kalau saya ada di mana-mana.” Titan meringis dengan menggaruk pelipisnya. Memang benar yang dikatakan oleh Ammar. “Maksud Titan tuh bukan itu, Pak. Bukannya Direktur punya lift khusus ya? Tumben banget Bapak naik lift karyawan?” “Sedang rusak.” “Owh ... begitu.” Titan menganggukkan kepala. Dia berpamitan pada Ammar ketika sudah sampai di lantai yang dituju. Sesampainya Titan di ruangannya, dia langsung dipanggil untuk menghadap HRD. Gadis itu ketar-ketir takut jika Manajer Keuangannya melaporkan karena dia datang terlambat kemarin. “Selamat siang, Bu.” “Selamat siang, Titan. Duduk dulu ya. Saya masih harus menyelesaikan sedikit pekerjaan.” “Iya, Bu.” Titan menunggu HRD dengan perasaan cemas. Dia mengira HRD itu membuat surat pemecatan untuknya. Jika benar Titan akan di pecat hari ini, dia akan menangis memohon hingga diizinkan kembali magang di perusahaan Zufar. “Maaf ya Titan, saya membuat kamu menunggu lama.” “Tidak masalah, Bu,” jawabnya sopan. “Ibu memanggil saya ada keperluan apa?” “Begini Titan, Direktur Utama membutuhkan tambahan sekretaris karena sekretarisnya saat ini sedang hamil tua. Dia tidak bisa menemani Direktur jika ada meeting di luar. Menurut informasi yang saya dapatkan kamu termasuk karyawan pintar, cekatan dalam bekerja, meskipun Mahasiswa sedang magang.” “Bagaimana jika saya merekomendasikan kamu pada Pak Direktur untuk menjadi sekretaris kedua?” Titan terkejut mendengar tawaran yang baru saja diucapkan oleh HRD. Dia merasa sangat beruntung bisa mendapatkan posisi luar biasa seperti itu. Tentu saja tidak akan menolaknya. “Baik, Bu. Saya siap dipindah kapan saja.” “Kalau begitu, saya akan memberikan CV yang sudah kamu kumpulkan pada Direktur Utama. Untuk kabar selanjutnya nanti akan saya kirimkan lewat pesan ke kontak yang ada di CV.” Setelah mendapatkan kabar gembira. Titan kembali ke ruangannya untuk segera mengerjakan tugasnya yang sudah menumpuk. Meskipun kemarin dia sudah meminta maaf dan menjelaskan alasan dia terlambat pada Fony, tetap saja sikap Managernya padanya tidak berubah masih saja sinis. Ketika semua karyawan yang ada di divisi keuangan sedang sibuk bekerja. Tiba-tiba saja Manajer mereka datang dengan wajah penuh amarah. “Jadi selain masuk ke perusahaan lewat jalur belakang, kamu juga mengincar posisi yang ada di lantai petinggi perusahaan?!” Fony dengan terang-terangan mengatakan itu di depan Titan. Semua orang kini melihat ke arahnya. “Maksud Ibu apa?” “Tidak usah sok polos!” bentak Fony. “Bu Fony kenapa sih? Bukannya Titan sudah meminta maaf karena terlambat kemarin.” “Kamu bayar berapa agar bisa menjadi sekretaris direktur?” “Bayar apa?” Titan semakin bingung dengan pertanyaan Managernya. “Anak magang baru satu minggu bekerja bisa mendapatkan promosi jabatan menjadi Sekretaris Direktur Utama. Hebat sekali ya kamu!” Titan baru mengerti alasan Managernya marah dengannya, ternyata gosip soal pemindahannya menjadi Sekretaris Direktur Utama sudah menyebar di kalangan para Manager di perusahaan Zufar. “Kenapa diam saja?! takut karena sudah ketahuan jika kamu memakai cara licik untuk mencapai tujuanmu?!” Titan hanya diam saja. Dia malas menanggapi Nenek Lampir yang kini sedang memakinya. Dia tidak tahu kenapa Fony sangat membencinya, kalau alasannya hanya karena dia terlambat datang ke kantor itu tidak masuk akal. Hingga akhirnya, Nenek Lampir itu malu karena tidak mendapatkan jawaban dari Titan. Dia kembali masuk ke dalam ruangannya dengan emosi yang belum juga mereda. Semua karyawan yang ada di ruangan mendatangi Titan, mereka memberi semangat dan dukungan untuk anak magang yang baru saja kena semburan lahar panas Si Nenek Lampir penunggu gunung berapi. “Gak papa, kita tahu kemampuanmu Titan. Tidak ada yang percaya jika kamu masuk lewat jalur orang dalam. Apalagi sampai menyuap HRD demi mendapatkan posisi sebagai Sekretaris Direktur Utama,” ucap Marsha. “Terima kasih, Kak. Kalian sudah percaya dengan Titan. Aku bingung kenapa Bu Fony bisa benci denganku.” “Dia itu perawan tua, Titan. Tidak suka jika ada gadis muda pintar seperti kamu. Pasti jiwa tuanya meronta-ronta penuh dengan kedengkian,” saut seniornya yang lain. Semuanya tertawa mendengar kata ‘Perawan Tua’ memang kenyataannya begitu sih! Setelah berhasil membuat Titan tersenyum lagi, semua temannya kembali ke meja kerja masing-masing. *** Sesampainya Titan di rumah, dia sudah disambut oleh Papanya. Tidak biasanya Ihsan pulang lebih dulu darinya. Sepertinya, Titan akan mendapatkan kejutan yang akan membuat suasana hatinya buruk menjadi cerah kembali. “Kenapa wajahnya di tekuk begitu, Sayang?” Titan memeluk Ihsan dengan erat. Sebentar lagi dia pasti akan menumpahkan keluh dan kesahnya. “Titan tuh kesel sama Nenek Lampir penjaga gunung berapi itu, Pa!” Ihsan mengangkat sebelah alisnya, dia tidak mengerti siapa yang sedang putrinya bicarakan. “Maksudmu siapa, Sayang?” “Manager Keuangan. Si kuda poni itu, Papa! Dia tuh nyebelin sekali! masak Titan dibilang menyuap HRD biar dapat posisi menjadi Sekretaris Direktur Utama." “Menyuap? Sekretaris?” Titan menjelaskan pada Ihsan jika dia mendapatkan tawaran menjadi Sekretaris kedua Direktur Utama karena Sekretaris utama sedang hamil tua. Managernya tahu jika Titan mendapatkan tawaran itu tidak terima lalu marah dan memfitnah dirinya. “Mungkin Manager kamu ingin mendapatkan promosi jabatan.” “Kata teman-teman Titan sih begitu, Pa. Dia ‘kan perawan tua jadinya pengen caper sama para petinggi di perusahaan yang berada di lantai atas.” “Sayang nggak boleh bilang kayak gitu!” tegur Ihsan. “Ingat pesan Papa ‘kan?” Titan mengangguk dalam pelukan. “Tidak boleh membalas jika ada yang jahat sama kita. Selama orang itu tidak melakukan kekerasan.” “Biarkan saja, Nak. Kebenaran pasti akan terungkap dengan sendirinya. Kalau Titan tidak melakukan kecurangan pasti teman-teman di kantor Titan tidak akan percaya dengan fitnah yang disebarkan oleh Manajer mu.” “Iya, Pa. Tadi teman-teman Titan semuanya memberikan dukungan karena mereka tahu kapasitas aku saat bekerja.” Ihsan mengeratkan pelukannya. Dia sebenarnya tidak rela jika putri kecilnya magang di perusahaan besar sekelas Zufar. Di sana persaingannya sangat mengerikan. Ihsan takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada Titan. “Sekarang anak Papa mandi setelah itu kita akan makan malam di luar.” Titan mengulum senyum, seperti yang dia duga. Ihsan akan memberikan kejutan setiap kali pulang ke rumah lebih awal. “Dalam rangka apa?” “Karena Papa berhasil memenangkan kasus besar.” “Selamat Papa Love. Hebat sekali sih!” “Makasih, Nak.” “Mau makan di mana kita?” “Cafe Mama Shanum.” “Okay! Kalau begitu Titan mau mandi dulu, habis itu dandan cantik untuk bertemu Beng-Beng.” ‘Ting Tong ...’ Suara bel terdengar sebelum Titan menuju ke kamarnya. “Biar Titan saja yang buka, Pa.” Ihsan menggelengkan kepala saat melihat putrinya berlari ke arah pintu utama. Titan hanya butuh teman curhat ketika sedang merasa kesal dengan seseorang. Setelah itu, dia akan kembali ke mode setelan awal. Jingkrak-jingkrak kesana-kemari dengan suara melengking. Sesampainya di depan pintu dia langsung membukanya tanpa melihat ke arah monitor CCTV. “Hah? K-kenapa bisa ada di sini?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD