Sepupu Menyebalkan

1678 Words
“Kenapa manyun terus? Kecewa karena bukan Om Duda yang jemput?” “Sok tau banget sih!” “Tahu lah, apa sih yang enggak aku tahu dari kamu?” “Hishhh ... pasti Liliput yang cerita!” Orang yang ada di dalam mobil bukan Om Duda kesayangan Titan melainkan saudara sepupunya yang tinggal di Sulawesi. Ethan berada di Jakarta karena mendapatkan tugas dari Papanya untuk meninjau proyek yang sedang dikerjakan oleh perusahaan keluarganya. “Bukan!” “Gak percaya! Memangnya tahu dari mana? Kabar burung yang berterbangan di langit Makassar, begitu?” “Haha ... haha. Kamu ini Tan, nggak berubah sama sekali. Hobi kalau disuruh mengomel.” “Lagian kenapa kamu bisa bawa mobil ini? punya siapa?” “Pinjam dari mandor proyek. Mobilku masih di rumah Oma belum sempat ambil.” Mobil yang membawa gadis manis kesayangan Papa Ihsan itu menuju ke rumah Oma hits seantero Jakarta. Mereka akan makan malam bersama dengan seluruh keluarga besar. Sesampainya Titan di rumah Omanya dia langsung masuk ke dalam kamar milik Papanya waktu masih bujangan. Semua baju dan perlengkapannya dia taruh di sana. Para sepupu sudah berkumpul tinggal menunggu dia selesai mandi dan juga Ihsan yang masih dalam perjalanan. “Cantiknya cucu Oma.” “Cantiknya Oma, Titan.” Keduanya saling berpelukan. Titan memiliki sifat bar-bar dan centil menurun dari Omanya. Mereka jika sudah bertemu akan siap meramaikan ketenangan dunia. “Gimana magangnya, Sayang?” “Lancar sekali, Oma.” “Nggak ada Senior yang jahat sama kamu, ‘kan?” Titan mengingat perkataan kasar dari Fony padanya tadi sore. Dia mencebikkan bibir dengan bergelayut manja di lengan Omanya. “Manager Divisi Titan nyebelin banget orangnya,” adunya. “Cucu Oma diapain?” Titan menjelaskan jika tadi pagi dia terlambat datang ke kantor. Awalnya, dia merasa aman karena Managernya pergi ketika dia masuk ke dalam ruangan. Ternyata prediksinya salah, tetap saja Fony mengetahui jika dia datang terlambat. “Di hukum apa sama si kuda pony itu?” “Titan disuruh mengerjakan laporan yang salah pekerjaan para karyawan senior, Oma. Banyak sekali sampai Titan kecapekan. Bu Fony juga ngatain Titan bisa masuk karena lewat jalur orang dalam. Padahal enggak!” “Selain itu bicara apa lagi dia?” Titan mengingat rentetan perkataan ketus yang keluar dari mulut Managernya. Titan semakin memberengut kesal ketika Fony mengatakan jika dia tidak tahu aturan karena kurang kasih sayang dari seorang Ibu. “Titan tuh sebel Oma. Kenapa juga harus menyangkut masalah Titan nggak punya Mama.” Oma membawa cucunya ke dalam pelukan. Dia mengelus kepala Titan dengan sayang. Sepertinya, dia harus memberitahukan masalah ini pada anak bungsunya. Memberikan hukuman karena telat itu masih dalam tahap wajar menurutnya karena bisa membuat para karyawan menjadi disiplin. Namun, tidak dengan mengungkit persoalan pribadi. Apa lagi sampai memfitnah jika cucunya masuk lewat orang dalam. Makan malam selesai pukul 10 malam. Ihsan mengajak putrinya menginap di rumah orang tuanya. Semua itu permintaan langsung dari Mamanya yang mengatakan masih merindukan Titan. “Ma ...” panggil Ihsan. “Masuk saja, Nak.” Ihsan masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya. Ayahnya sedang berada di luar kota bersama dengan Kakak pertamanya meninjau lahan yang akan di bangun pabrik baru. “Mama mau bicara apa? sepertinya serius.” “Duduk sini, Nak.” Ihsan mengangguk, dia duduk di samping Mamanya di sofa panjang depan TV. “Mama sehat ‘kan? Maafkan Ihsan ya, Ma. Akhir-akhir ini jarang mampir karena sedang banyak kasus yang sedang aku tangani.” “Tidak masalah, Nak. Yang penting kalian berdua setiap hari selalu menanyakan kabar Mama lewat telepon. Alhamdulillah Mama sehat. Apa lagi setelah berkumpul dengan para anak dan cucu seperti tadi.” “Lalu Mama mau bicara apa?” “Soal Titan.” “Kenapa dengan putri cantikku, Ma?” Oma menceritakan semua yang dikatakan oleh cucu cantiknya tanpa ada yang ditambah dan dikurangi. Ihsan mendengarkan dengan baik tanpa menyela. Dia juga tidak mengubah ekspresi wajahnya masih tetap santai seperti sebelumnya. “Nanti Ihsan bakal tanya sama Titan, Ma.” Ihsan memeluk wanita yang sudah baik dan sabar membantunya mengurus Titan sedari bayi ketika dia harus bekerja. “Ihsan kenal yang punya perusahaan tempat Titan magang. Mama tenang saja ya?” Oma mengangguk dalam pelukan anak bungsunya. Dia masih belum bisa tenang di masa tuanya jika mengingat Ihsan tidak mau menikah lagi meskipun usianya masih tergolong muda. Oma sering ketakutan jika sewaktu-waktu dirinya dipanggil oleh yang maha kuasa. Bagaimana dengan kehidupan Ihsan dan juga Titan kedepannya? “Nak, kenapa kamu tidak mencoba membuka hati dengan wanita lain? bukankah Titan sudah memberikan izin?” “Mama, kenapa harus membahas itu?! Ihsan tidak akan menikah lagi sampai kapanpun!” “Titan butuh sosok Ibu, Nak. Begitupun dengan mu. Jika ada wanita suasana rumah akan semakin hidup. Tidak seperti rumahmu yang hanya ada suara lengkingan Titan ketika tidak bisa menemukan barangnya yang hilang.” “Ihsan belum siap menggantikan posisi Shanum, Ma.” “Kenapa juga harus diganti? Shanum akan selalu mendapatkan tempat khusus di hatimu karena dia adalah malaikat yang sudah memberikanmu putri cantik. Buka sisi lain hatimu, Nak. Biarkan Wanita lain memasukinya.” Ihsan mendesah. Keinginan Mamanya yang satu itu sulit dilakukan. Membuka hati untuk orang baru tak semudah yang orang-orang katakan padanya. Sering menangani kasus dengan konflik mantan suami istri saling lapor karena anaknya mengalami kekerasan dari orang tua tiri membuat ketakutan tersendiri untuk Ihsan. Dia tidak mau sampai putri cantiknya mengalami hal serupa. Setelah berbincang cukup lama dengan Mamanya. Ihsan masuk ke dalam kamarnya. Putrinya sudah terlelap tidur dengan bibir mengerucut. Titan memang aktif sekalipun dalam keadaan tidak sadar. “Maafkan Papa ya Sayang,” bisiknya dengan memeluk putrinya. “Papa tidak mau jika kamu mendapatkan perlakuan buruk dari Ibu Tiri jika Papa menikah lagi. Cukup kamu saja yang menemani Papa hingga tua nanti.” *** “Hai cantik-cantik nya aku!” teriak Titan saat melihat kedua sahabatnya. “Hai, My Titania. Kapan sampai?” tanya Namira. “Baru sampai.” Titan mengelap mulutnya setelah memakan sisa udang crispy menu makan siangnya. “Makan siang di mobil tadi?” Tanya Ellyana sambil membantu membersihkan sisa nasi menempel di kemeja sahabatnya. “Berceceran banget sih kamu makannya!” “Pak Supir ngerem mendadak saat mau memasukkan nasi ke mulut. Bukannya masuk ke mulut aku malah tumpah kemana-mana.” “Kenapa enggak makan di kantor saja? bukannya dapat tambahan waktu istirahat?” “Iya, Nam-Nam. Memang di kasih tambahan waktu. Tapi lebih baik jaga-jaga dari pada aku telat gara-gara macet seperti kemarin. Managerku orangnya seperti Nenek Lampir ganas minta ampun!” “Lak kok sama kayak Managerku,” saut Ellyana. “Siapa?” tanya Namira. “Sepertinya nggak ada yang galak di kantor Papa.” “Ye, kamu ‘kan anak Pak Bos ngak bakalan ada yang bicara ketus.” Ellyana mencebikkan bibir. “Masak gara-gara barang yang aku pakai branded semua aku kena omel setiap hari? Nggak masuk akal sama sekali!” “Masak sih? Kok aneh banget?” tanya Titan heran. Ellyana mengangguk. Dia memang mendapatkan perlakuan kurang baik dari Manajer dan beberapa senior suka mencari muka dengan atasan. Mereka mengatakan jika Ellyana anak manja yang bisanya menghabiskan uang orang tuanya. “Besok aku bakalan ngomong sama Papa deh. Biarin aja itu Manager dan senior kamu di kasih teguran.” Namira memeluk Ellyana. Ketiganya menuju ke ruang dosen untuk mengumpulkan judul skripsi yang sudah dibuat. Kemarin mereka tidak jadi berangkat ke kampus karena Titan tidak memiliki waktu senggang. Saat Titan akan keluar dari ruang dosen untuk menyusul kedua sahabatnya yang sudah lebih dulu pergi. Ada seorang dosen yang memanggilnya. “Kamu Magang di perusahaan Zufar?” “Iya, Bu.” “Sudah tahu pemilik perusahaan tersebut?” “Iya, Bu. Sudah.” “Siapa?” tanya Dosen berumur namun masih betah melajang. “Pak Ammar.” “Nah, betul sekali!” serunya. “Kamu itu beruntung sekali, skripsi dibimbing oleh Pak Ammar. Magang juga di perusahaan Beliau.” Titan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. “Saya juga tidak menyangka, Bu.” “Oh, Iya. Titip salam buat Pak Ammar saat kamu kembali ke kantor. Bilang saja jika dosen yang mejanya bersebelahan dengannya menitip pesan rindu.” “Uhuk ...” Titan terbatuk ketika dosennya secara terang-terangan mengakui jika menyukai Ammar. Kini bertambah lagi saingan Titan untuk mendapatkan cinta Om Duda. “Baik, Bu. Saya akan sampaikan jika bertemu.” Titan langsung keluar dengan sedikit berlari ketika dosennya sedang menerima telepon. Dia paling malas jika harus menjadi kurir pembawa pesan cinta. Seperti nasibnya ketika teman dan guru sekolahnya tahu jika dia anak Ihsan Dirgantara. “Ethan ...” teriak Ellyana dengan melambaikan tangan. “Eh, kok bisa ada Ethan di sini?” tanya Namira. Sementara Titan hanya menatap sepupunya dengan tatapan penuh permusuhan. Tadi pagi saat mereka sedang sarapan di rumah Omanya, sepupunya itu mengatakan pada Oma dan Ihsan jika Titan sedang jatuh cinta. Ihsan belum memberikan izin Titan untuk berkencan langsung memberikan ultimatum pada sang putri agar tidak berpacaran sebelum lulus kuliah. “Ngapain kamu ke sini?!” “Jahatnya kamu, Tan.” “Eleh, gak usah pura-pura lemah. Kamu itu tidak cocok membuat wajah memelas!” Namira dan Ellyana tidak kaget saat sahabatnya berdebat dengan sepupunya. Sejak kecil keduanya selalu saja bertengkar hingga pernah saling mendiamkan karena tidak ada yang mau meminta maaf lebih dulu. “Ethan sejak kapan di Jakarta?” Tanya Ellyana. “Aku sudah 3 hari di Jakarta.” “Lah, kenapa nggak kasih kabar sama kita. Tahu gitu semalam aku ajakin nongkrong, Than.” “Sorry, Nam. Aku sibuk baru sempat mengunjungi kalian.” “Kamu mau jemput Titan?” tanya Namira. “Enggak. Aku ingin bertemu dengan kalian saja.” Namira dan Ellyana saling pandang. Meskipun keduanya tergolong dekat dengan Ethan tetap saja jika jarang bertemu akan merasa sungkan. Apalagi, ketika Ethan mengatakan sengaja datang untuk bertemu dengan mereka. “Tumben. Jangan-jangan mau kasih undangan.” Namira itu paling pandai jika di suruh mengada-ngada. “Haha, masih lama kalau soal pernikahan,” jawab Ethan. “Aku penasaran dengan Om Duda kesayangan Titan seperti apa? makanya aku datang kesini untuk bertemu dengannya.” “Buat apa?!” saut Titan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD