Angin Segar

1544 Words
“Hah? K-kenapa bisa ada di sini?” “Selamat malam, apa benar ini rumahnya Pak Ihsan?” Titan mengangguk dengan cepat. “Tentu saja, Om Duda. Kenapa masih bertanya di saat Titan yang membukakan pintu?” “Saya kira kamu bekerja di sini.” “Apah? Memangnya Titan mirip Bibik? enak saja! spek bidadari begini dikatain mirip pembantu!” “Saya tidak mengatakan jika kamu mirip Bibik. Kamu sendiri yang berspekulasi begitu.” Titan mencebikkan bibirnya. Dia kesal dengan tamu tak diundang sedang menjahilinya. “Untung saja cinta. Kalau enggak sudah Titan usir!” “Pak Ihsan ada di rumah?” tanya Ammar tanpa mau meladeni omelan Titan. “Ada. Silahkan masuk.” Titan masuk ke dalam rumah dengan diikuti oleh Ammar dari belakang. Dia langsung membawa tamunya masuk menuju ke ruang keluarga. Sesampainya Titan di ruang keluarga, ternyata Ihsan sudah tidak ada di tempat. Sepertinya Papanya masuk ke dalam kamar bersiap ke cafe untuk makan malam dengannya. “Silahkan duduk Om Duda. Aku panggilkan Papa dulu.” “Iya, terima kasih.” Titan menghentikan langkahnya ketika mengingat sesuatu. “Oh, iya. Titan sampai lupa bertanya. Om Duda mau minum apa?” “Seadanya saja.” “Okay.” Titan menuju ke dapur sebelum naik ke lantai dua. Dia meminta Bibik untuk menyiapkan teh untuk tamu Papanya. “Papa ...” panggil Titan di depan pintu. “Masuk saja, Sayang.” “Papa ada tamu.” “Siapa?” “Pak Ammar.” “Datang sama siapa?” “Sendirian. Titan suruh tunggu di ruang keluarga.” “Kamu buruan mandi habis itu masak yang enak.” “Buat apa, Pa?” “Sudah masak saja! Minta bantuan sama Bibik. Papa harus segera menemui Ammar.” “Masak makanan kesukaan Mama ya, Pa?” Ihsan mengangguk. Dia keluar untuk menemui Ammar setelah selesai bersiap. Sepertinya acara makan malam dengan putrinya akan tertunda bahkan batal jika Ammar ingin membahas permohonan pembatalan gugatan cerai dari Cecilia. Titan mengurungkan niatnya untuk mandi. Lebih baik dia masak makan malam dulu setelah itu baru membersihkan diri. Dia tahu kenapa Papanya menyuruhnya untuk masak. Pasti rencana makan malam di luar terancam gagal karena kedatangan Om Dudanya. “Non Titan mau masak apa?” “Masak makanan kesukaan Mama, Bik.” “Soto Ayam, Ayam lengkuas dan juga perkedel?” “Benar sekali! bantuin Titan ya, Bik.” “Siap, Non. Semua bahan lengkap di dalam lemari es.” Titan mengeluarkan bahan-bahan yang akan dia masak. Dia meminta Bibik mengupas bumbu yang akan dihaluskan. Karena sedari kecil dia sudah diajarkan mandiri oleh Ihsan. Keterampilan masaknya tidak perlu diragukan lagi. “Tamunya, Bapak seperti artis yang ada di TV ya, Non?” “Artis siapa, Bik?” tanya Titan dengan terkekeh. Bibiknya sering menemaninya menonton drakor. “Itu loh, Non. Yang baru saja punya anak.” “Artis yang baru saja punya anak ‘kan banyak, Bik. Titan nggak hafal semua namanya.” “Ih, Non Titan.” Bibik gemes sendiri karena tidak bisa mengingat artis yang dia maksud. “Aduh, Bibik benar-benar lupa!” “Haha ... haha, Bibik tuh lucu sekali. Masak lupa nama artis sampai di bejek-bejek itu ayamnya.” “Astaghfirullah, Maaf Non. Bibik tidak sengaja.” “Santai saja, Bik.” Keduanya tertawa bersama. Bibik bernama Nonah itu adalah baby sitter Ihsan sewaktu kecil. Ketika Titan lahir dan Shanum meninggal dunia, Bik Nonah meminta izin untuk membantu Ihsan merawat putri kecilnya. Kedekatan mereka berdua sudah seperti Nenek dan Cucu. Titan tidak segan jika sedang kesepian di rumah akan bermanja dengan ART sekaligus pengasuhnya. Keduanya kini bahkan memiliki jadwal khusus untuk menonton drakor berdua. *** “Persidangan akan terus berjalan meskipun Cecilia menolak bercerai. Bukti yang kita punya sangat kuat sebagai alasan rumah tangga kalian berdua tidak bisa dilanjutkan lagi.” “Apa memungkinkan jika prosesnya dipercepat, Pak?” “Saya akan mengusahakannya. Kasus perceraian kalian paling lambat bulan depan akan selesai. Dengan satu syarat.” “Apa, Pak?” “Untuk sementara waktu jangan sampai ada berita kamu pergi berkencan dengan teman wanitamu.” Ammar mendesah. “Agatha bukan teman kencan saya, Pak. Dia hanya rekan kerja yang kebetulan pernah dekat dengan saya.” “Media tidak akan mau tahu dengan penjelasanmu, Nak Ammar. Mereka akan menerbitkan berita yang menguntungkan mereka saja.” “Baik, Pak. Mulai dari sekarang saya akan membatasi pertemuan dengan Agatha.” Ihsan menganggukkan kepala. Dia sebenarnya kasihan dengan Pria yang ada di depannya. Pernikahan seharusnya penuh dengan cinta ternoda oleh perselingkuhan sang istri. Kadang Ihsan sering bertanya-tanya, apa kurangnya Ammar sebagai Pria? Dia memiliki wajah tampan, otak cerdas, pribadi santun dan ramah, ditambah lagi dia kaya. Seharusnya Cecilia bersyukur bisa menikah dengan Pria sempurna seperti kliennya. Jaman sekarang banyak orang-orang sudah hidup enak tapi lupa caranya bersyukur. Padahal, banyak diluar sana yang memiliki suami suka melakukan kekerasan dan gemar berjudi. Selesai membahas soal persidangan kedua dari kasus perceraian Ammar dan Cecilia. Ihsan mengajak tamunya makan bersama. Perutnya sudah lapar karena belum makan sejak tadi siang. “Titan mana, Bik?” “Masih mandi, Pak. Katanya mandinya agak lama sekalian mau buang sial,” jawab Bibik dengan terkikik. “Buang sial?” “Iya, Pak. Katanya Non Titan tadi siang dia kena semburan Nenek lampir. Jadinya, harus melakukan ritual mandi lama agar tidak terkena sial lagi.” Ihsan terkekeh mendengar kelakuan aneh dari putrinya. “Kalau begitu Bibik silahkan istirahat. Biar Aku dan Titan yang membersihkan meja nanti.” Bik Nonah pergi menuju ke kamarnya. Dia sudah makan malam lebih dulu setelah makanan matang tadi. Jadi, dia tinggal mengganti baju lalu beristirahat di kamarnya. Titan datang dengan teriakan andalannya. Membuat Ammar tersedak karena kaget. “Sayang, kamu ini kebiasaan suka teriak-teriak! Lihat, Pak Ammar jadi tersedak.” Titan meringis ke arah Papanya. Dia tidak tahu jika Ammar akan bergabung makan malam di rumahnya. “Maaf ya, Pak Ammar,” ucap Titan. Dia selalu bersikap sopan dan manis jika sedang ada Ihsan. “Silahkan di lanjutkan lagi makan malamnya.” Ihsan mengambilkan nasi untuk putrinya. Titan jika makan itu porsi kuli, apalagi saat menu makanannya adalah kesukaannya. “Em ... enaknya.” Puji Titan pada masakannya sendiri. “Ayam apa ini namanya?” tanya Ammar. “Ayam lengkuas,” jawab Titan. “Rasanya enak. Bisanya saya tidak terlalu suka makan ayam goreng. Tapi malam ini sudah habis 4 potong.” Titan mengulum senyum mendapatkan pujian secara tak langsung dari Pria yang dia sukai. “Titan yang masak, Nak. Meskipun kelakuannya agak-agak begitu tapi dia jago masak,” saut Ihsan. “Titan bisa masak? Saya tidak begitu yakin.” “Weeeh, Pak Ammar terlalu menyepelekan kemampuan Titan!” Ihsan dan Ammar saling pandang lalu tertawa bersama. Keduanya memang sedang menggoda gadis manis yang sedang cemberut dengan mulut penuh makanan. Tidak ada anggun-anggunnya sama sekali dari cara makan Titan. Seharusnya dia menjaga image di depan Pria yang sedang diincarnya. Sepertinya dia ingin tampil apa adanya di depan Ammar. Selesai makan malam. Ammar membantu Titan mencuci piring bekas makan malam. Ihsan sudah melarangnya namun dia bersikeras untuk membantu. Ternyata, Ammar memiliki maksud terselubung dari bantuannya. Ammar meminta sayur soto dan ayam lengkuas untuk dibawa pulang ke apartemennya. Dia berkata sering kelaparan di saat tengah malam. Melihat masakan Titan masih banyak, dia memberanikan diri untuk meminta bungkus. “Sayurnya segini cukup apa enggak, Om?” tanya Titan. “Kenapa tidak di kasih sayuran?” “Nanti sayurnya dipisah. Ini kuahnya saja kalau mau hangatkan gampang tinggal masukan ke dalam microwave.” “Tambahin sedikit lagi, makan soto lebih enak kalau kuahnya banyak.” Titan menambahkan kuah soto ke dalam wadah yang akan dibawa pulang oleh Ammar. setelah itu, dia memasukkan sayuran dan juga suwiran ayam goreng ke dalam wadah terpisah. Ayam lengkuas yang dibuat Titan memang masih banyak. Karena dia juga suka ngemil ayam lengkuas ketika menonton film di malam hari. “Mau nasi apa enggak, Om?” “Tidak usah. Kalau perkedelnya masih, itu saja yang di tambahkan.” “Wah, perkedelnya habis. Soalnya Titan bikin hanya sedikit.” “Kalau sudah habis tidak apa-apa. Itu saja sudah cukup.” “Okay,” jawab Titan. Dia memasukkan kotak tempat makanan yang terbuat dari plastik ke dalam paper bag. Agar Ammar lebih mudah membawanya pulang. Saat Ammar sudah selesai mencuci piring bekas makan malam. Dia mendekati Titan yang sedang memakan puding di depan lemari es. “Kalau makan sambil duduk!” tegurnya. “Hehe, cuman mau cicip sedikit saja.” “Itu apa?” “Puding Mangga. Hasil memetik dari pohon yang ada di belakang rumah.” “Enak?” tanya Ammar. Dia penasaran dengan masakan yang dibuat Titan. Titan memberikan satu cup kecil puding yang dia buat. “Sendoknya ambil di sebelah sana, Om,” tunjuknya pada tempat sendok. Ammar mengangguk dia mengambil sendok kecil untuk memakan puding mangga. Dia duduk di meja makan sebelum mulai makan. “Enak. Masih ada banyak apa enggak?” “Sudah habis tinggal 3. Buat Titan satu, Om Ammar dan juga Papa.” “Besok buat yang banyak dan agak besar. Bawa ke kantor.” Ammar mengatakan itu dengan meninggalkan ruang makan yang menyatu dengan dapur. Tak lupa dia membawa makanan di dalam paper bag yang sudah disiapkan oleh Titan beserta puding mangga yang masih sisa setengah. “Idih! Nyuruh-nyuruh Titan. Memangnya aku ini istrinya? Eh ...”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD