Bisnis Menggiurkan

1644 Words
Sesuai yang diminta oleh Om Dudanya. Titan berangkat ke kantor membawa puding mangga 20 cup ukuran sedang. Selain akan diberikan pada Ammar, dia juga akan memberikan pada teman satu ruangannya. “Titan kamu bawa apa?” tanya Marsha ketika melihat Titan masuk. “Puding mangga, Kak.” “Kamu jualan?” “Emangnya boleh ya jualan di kantor?” “Asal tidak membuat keributan boleh-boleh saja. Aku dulu juga pernah jualan kue buatan Mama. Tapi pesan dulu sih kalau mau beli hehe.” Titan seorang pebisnis muda, langsung mengurungkan niatnya untuk membagikan secara gratis puding buatannya. Dia akan membandrol harga 20 ribu per cup untuk puding yang rasanya sangat enak itu. Marsha membuka tutup wadah besar yang dibawa oleh Titan. Dia penasaran dengan puding yang dibawa oleh anak asuhnya. “Wah ... cantik warnanya. Jadi kepengen aku,” ucap Marsha. “Berapa ini, Tan?” “20 ribu, Kak. Kemahalan apa enggak?” “Segitu mah murah, Tan. Jus mangga di kantin saja ukuran kecil harganya 15 ribu loh.” “Titan ‘kan takut kalau kemahalan, Kak. Soalnya belum pernah jualan puding.” “Nggak kemahalan kok, tenang saja pasti laku semua ini.” Marsha membeli 2 puding. Dia meminta Titan untuk menaruh puding-pudingnya ke dalam lemari es yang ada di pantry Divisi Keuangan. Teman-teman Titan baru saja datang ikut melihat puding yang dia bawa. Marsha ikut mempromosikannya membuat puding itu langsung habis dalam sekejap. Sengaja Titan menyisakan 4 puding untuk dia, Khaira dan juga Ammar. “Lumayan juga jualan makanan di kantor!” serunya saat menghitung uang hasil penjualan. “Puding kamu enak, Tan,” saut temannya sudah memakan puding. “Lah, nggak di makan waktu istirahat?” tanya Titan. “Kelamaan aku sudah penasaran sama rasanya. Seperti warnanya yang cantik rasanya pun tak kalah enaknya.” “Terima kasih, Kak.” “Besok rencana mau bawa apa lagi, Tan?” “Belum tahu, Kak. Nanti malam Titan share di group deh kalau mau bawa dessert lagi.” “Okay, aku tunggu.” Titan mengangguk. Dia melihat ke arah Khaira yang juga sedang memakan puding mangga yang dia berikan. Sahabatnya terus saja mengatakan jika sangat menyukai rasa puding buatannya. Jika, Marsha hanya minta sedikit milik Khaira. Dia selalu sarapan di rumah jadinya perutnya masih penuh. Selama jam kerja Titan terus saja memikirkan bagaimana caranya memberikan puding untuk Ammar. Dia hanya karyawan magang tidak mungkin diijinkan untuk naik ke lantai para petinggi perusahaan. Hingga akhirnya ada satu pesan masuk pada ponselnya. AYANG DOSBING “Antar pesananku ketika jam makan siang.” Titan tersenyum melihat notifikasi yang ada di atas layar ponselnya. Dia akan bertemu dengan Om Dudanya. Untung saja dia sudah bersiap membawa peralatan makeup yang dia punya. Sebelum bertemu dengan Ammar, dia akan menata kembali penampilannya yang sudah kusut setelah berkutat dengan berbagai macam jenis angka-angka. “Titan mau makan siang di mana?” “Seperti biasanya, Kak. Titan bawa bekal.” “Kalau begitu aku duluan ya mau ke kantin.” “Oke, Kak Marsha. Selamat makan siang.” Marsha pergi ke kantin untuk makan siang. Titan menyiapkan makan siangnya dan juga Khaira. Sahabatnya itu sedang berada di toilet untuk membuang hajat yang ditahannya sejak tadi. Hari ini, Titan memasak sup ayam kampung dengan lauk tempe dan tahu goreng. Cuaca Jakarta sejak pagi sedang mendung, saat Titan berangkat ke kantor tadi bahkan sempat gerimis. Jadi, dia memutuskan untuk membuat makanan berkuah untuk menghangatkan badan. AYANG DOSBING “Titan, kenapa kamu belum membawa pesananku?” “Kamu bawa bekal? Menunya apa?” Titan terkekeh saat membaca deretan pesan yang baru saja dikirimkan oleh Om Dudanya. Skripsi Titania “Titan masak sup ayam kampung dan tempe tahu goreng.” AYANG DOSBING “Aku mau semuanya bawa ke sini.” Titan langsung membalas lagi pesan yang baru saja dikirimkan oleh Ammar. Skripsi Titania “Makan siangnya jangan! Titan hanya membawa satu porsi saja. Kalau pudingnya boleh, harganya 20 ribu per cup.” Ketika Titan akan mulai makan siangnya. Ponselnya berdering, saat dia melihat ke arah layar ternyata Ammar yang menelepon. “Halo, Om eh, Pak. Ada apa?” “Saya bayar makan siangmu 200 ribu beserta pudingnya. Bawa kesini sekarang.” “Tapi ...” Tut tut tut ... Sebelum Titan sempat menjawab sambungan telepon sudah lebih dulu terputus. Ammar memang suka seenaknya sendiri jika dengan Titan. Titan berpikir kembali apakah dia akan menjual bekal makan siang yang dia bawa. Tapi kalau di pikir-pikir 200 ribu untuk bekal dan puding Titan akan mendapatkan keuntungan yang banyak. Lumayan bisa untuk dia makan siang di kantin 60 ribu masih sisa 140 ribu. “Loh, Titan nggak jadi makan?” “Nggak jadi. Aku mau pergi dulu sebentar ya.” “Kemana?” “Lantai atas.” “Mau apa?” “Sudah nanti saja aku cerita sama kamu.” Khaira mengangguk saja, dia melihat kepergian sahabatnya yang akan menuju ke lantai atas. *** “Selamat siang, Bu.” “Selamat, Siang. Kamu Titan?” “Iya, Bu. Saya Titan mau mengantarkan pesanan Pak Direktur.” Ketika Titan akan menaruh kotak bekal dan puding di meja Sekretaris Ammar meminta dia menyerahkan langsung pada Om Dudanya. Awalnya, Titan menolak tapi saat Sekretaris Ammar mengatakan jika uang pembayaran masih di bawa oleh bosnya. Titan langsung berpikir ulang, dia tidak mau kehilangan uang 200 ribu hasil penjualan makan siang dan pudingnya. “Selamat siang, Pak. “Siang. Taruh di meja pesanan saya.” Ammar masih terlihat sibuk dengan berbagai macam kertas ada di atas mejanya. Dia terlihat tampan dengan kacamata baca bertengger di hidung mancungnya. Membuat gadis manis yang sedang menatapnya tersenyum. Setelah membubuhkan tandatangan, Ammar melepas kacamatanya lalu bergegas pindah ke meja yang berpasangan dengan sofa panjang. “Ini uang untuk makan siang saya.” Titan menerima uang 2 lembar 100 ribuan. “Terima kasih, Pak.” “Besok kamu masak apa?” tanya Ammar dengan mulai membuka tutup cup puding mangga. “Belum tahu, Pak. Memangnya kenapa?” “Mulai besok kamu bertugas mengurus makan siang ku.” “Kok Titan sih, Pak?” “Setiap hari 200 ribu untuk makan siang dan dessert. Apa masih kurang?” Titan berpikir sejenak. Dia mengalikan 200 ribu dengan 5 hari kerja di kali 4 minggu totalnya adalah 4 juta setiap bulan. Itu baru pendapatannya dari hasil penjualan makan siang Ammar. Jika ditambah dengan penjualan dessert pada teman-temannya dia akan mendapatkan uang lebih banyak lagi. “Tapi menunya terserah Titan ya, Pak? Nggak bisa kalau Bapak minta yang aneh-aneh.” “Hmmm ...” Ammar sedang menikmati makan siangnya hanya bergumam menjawab pertanyaan Titan. “Oh, Iya, Pak. Kenapa sekretarisnya berubah jadi ibu-ibu hamil? Bukannya dulu Kak Devan?” “Dia sedang melanjutkan kuliah ke Singapura. Untuk sementara waktu ambil cuti.” “Owh ...” Titan pamit dengan Ammar. Dia meminta Ammar menaruh kotak bekalnya di meja sekretaris agar dia lebih mudah mengambilnya ketika pulang kerja nanti. Namun, saat dia akan pergi Ammar mengatakan sesuatu. “Besok bawa kotak makan yang sekali buang saja.” “Makanannya dingin kalau sampai siang.” “Ini harganya berapa?” “Enggak tahu, soalnya hadiah waktu lomba makan kerupuk saat acara agustusan.” Ammar mengangguk. “Ya, sudah nanti biar OB mengantarkan kotak bekal keruangan mu.” Titan meninggalkan ruang kerja Direktur Utama dengan senyum mengembang. Puding mangga yang disisakan untuk dirinya akhirnya diberikan pada Sekretaris Ammar yang sedang mengandung. Dia sangat ramah, membuat Titan tidak merasa takut. Biasanya ‘kan sekretaris bos besar jika wanita akan memiliki tampang yang seram. Itulah yang ada di pikiran cantik seorang Titania. “Buat kamu.” Titan memberikan boba dingin untuk Khaira. “Terima kasih. Kamu bungkus makan di kantin?” “Iya. Soalnya makan siang aku sudah laku terjual.” “Hah? Kamu juga jualan makan siang?” “Hanya dengan Pak Ammar saja.” Khaira membulatkan matanya yang sudah bulat. Dia menepuk-nepuk kedua telinganya agar tidak salah mendengar yang dikatakan oleh Titan barusan. “Pak Ammar, Direktur Utama Zufar. Kamu nggak salah orang ‘kan, Tan?” “Iya, Pak Ammar yang itu.” “Kok bisa sih?” “Bisa saja, Ra. Apa sih yang nggak bisa terjadi di dunia ini.” Khaira meminum boba yang diberikan oleh sahabatnya. Dia masih kebingungan dengan penjelasan Titan. Aneh saja rasanya jika seorang Direktur Utama membeli makan siang seorang karyawan magang. Meskipun, bekal Titan rasanya memang enak. Sepulangnya Titan dari kantor. Dia langsung menghitung uang yang berhasil dikumpulkan dari berjualan puding. Ihsan baru saja pulang tidak mendapatkan jawaban dari salam yang diucapkannya. “Nulis apa?” tanya Ihsan. Dia mengecup kening putrinya. Duduk di sofa sebelah Titan. “Hasil penjualan Titan hari ini, Pa.” “Jualan apa? kamu nggak kerja?” “Kerja dong, Papa.” “Terus?” “Tadi pagi ‘kan Titan bawa puding banyak ke kantor ...” “Gak jadi di bagikan ke teman-teman kamu?” saut Ihsan. Titan menggeleng. “Mereka malah mau beli, Pa. Ya Titan jual saja sekalian. Lumayan ternyata hasilnya.” Ihsan menepuk keningnya saat mengetahui kelakuan putrinya. Dia tidak menyangka jika jiwa bisnis Shanum menurun ke putrinya. “Dapatnya banyak. Bukannya hanya bawa 20 cup saja?” “Yang 200 ribu ini hasil jual bekal makan siang yang Titan bawa.” “Apa?! makan siang kamu jual juga? Astaga, Sayang!” Titan meringis ke arah papanya. Dia memeluk Ihsan agar tidak terkena omelan. “Lumayan, Pa. Bekal makan siang dan 2 cup puding laku 200 ribu.” “Sayang, uang Papa sangat banyak. Kamu tahu itu ‘kan?” Titan menganggukkan kepala. “Iya, Papa.” “Jadi, kamu tidak perlu berjualan di kantor!” “Nggak bisa, Pa. Titan sudah terlanjur membuat grup dagangan. Mulai besok Titan akan membawa dessert setiap pagi.” Ihsan mendesah pasrah. Kelakuan putrinya memang sangat ajaib. Putri tunggal seorang Ihsan Dirgantara berjualan makanan di kantor. Jika keluarga besarnya tahu dia pasti akan ditertawakan karena tingkah absurd seorang Titania!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD