Tidak sedikitpun

1022 Words
"Ambil uang sialan mu itu Tuan, Jason. Aku tidak butuh!" Sarkas Jesika. Gadis itu berjalan pergi dengan wajah penuh amarah. Jesika mengepalkan kedua tangannya kuat. Bersandar pada pintu ruangan Jason yang sudah tertutup. " Si b******k itu sudah benar-benar berubah." Gumamnya pelan. Menghembuskan nafasnya kasar wanita itu mencoba meredam emosi yang masih bergemuruh di dadanya. "Apa!" Ketus Jesika. Menjawab panggilan handphone miliknya yang berdering sejak tadi. "Hei, kau ini kenapa? Apa marah-marah sudah jadi hobi barumu?" "CK" Jesika berdecak kesal. "Kalau tidak ada yang penting, aku tutup!" "Baiklah-baiklah, maaf." Suara kekehan terdengar." Jes, apa kau berkerja di J.A Corp sekarang?" "Bagaimana Kakak tau? Aku bahkan belum memberitahu ibu." "Apa kau tau siapa pemilik perusahaan itu, Jes?" Kevin bertanya balik. Tak menjawab pertanyaan Jesika." Jason, Jes. Kakak tidak menyangka mantan suami mu itu sukses sekarang. Kau sudah bertemu dia di tempatmu bekerja bukan? Apa dia bersikap baik padamu?" Jesika hanya diam tak menyahuti ocehan panjang lebar sang kakak. "Hei, kau mendengar perkataan ku, Jes? Jesika?" "Tidak. Untuk apa aku bertemu dengannya?" Bohong Jesika. "Hei, tentu saja kalian harus bertemu. Bukankah kalian pernah menjadi suami istri? Kau harus tetap berhubungan baik dengannya, Jes. Bagaimanapun juga dia adik ipar ku. Apa perlu Kakak bertemu dengannya, Jes?" "Mantan!!!!" Saut Jesika kesal. "Coba saja! Jika Kakak memang sudah bosan hidup." Ancamnya sembari menutup sambungan telepon. Berbeda dengan Jesika yang memilih meninggalkan ruangan itu, Jason masih duduk tak bergeming. Menatap nanar amplop yang berserakan dengan wajah tak terbaca. "Tuan.." Jason mengalihkan pandangan. Menatap Alex yang berdiri tidak jauh dari sofa. "Pertemuan apa yang harus aku hadiri, Lex?" "Tuan, sebenarnya." Alex menjeda ucapannya sejenak." Hari ini tidak ada pertemuan penting, Tuan. Tapi Nona Kristal meminta anda untuk datang makan siang bersama temannya." Hembusan nafas Jason terdengar memenuhi ruangan. Sebenarnya Jason sungguh malas jika harus bertemu dengan wanita itu sekarang. Kacau. Pikiran Jason sungguh kacau hari ini. "Bagaimana, Tuan?" Alex kembali bertanya. Saat melihat raut wajah Jason nampak enggan untuk membahas wanita itu. "Baiklah, jika Anda tidak dalam mood yang bagus. Saya akan memberi tahu Nona Kristal jika anda sedang sibuk." "Dimana wanita itu makan siang, Lex?" "Restoran Italia pusat kota, Tuan." Alex tersenyum lega. Laki-laki itu sungguh malas jika harus berdebat dengan kekasih atasnya itu. Kekasih? Ah, bukankah hanya Nona Kristal yang selalu beranggapan seperti itu. "Tapi, apa Tuan baik-baik saja?" "Kau mau mati, ya, Lex?" Jawab Jason kesal. Paham maksud dari pertanyaan Alex. "Tidak, Tuan. Anda sedikit berbeda sejak bertemu dengan mantan istri Anda. Em, maksud saya Anda sedikit terlihat seperti laki-laki yang sedang di campakkan sekarang." Jason berdiri. Mendekat kearah Alex dan menendang kaki laki-laki itu. "Sialan, kau, Lex." Umpat Jason. Sedangkan Alex hanya bisa nyengir sambil sesekali mengusap kakinya. "Ah, aku tahu!" Jason tersenyum mengejek. " Apa aku tidak perlu datang saja, Ya?" Ujarnya. Melirik sedikit wajah Alex yang sudah menegang. "Silahkan, Tuan. Nona Kristal sudah menunggu." Dengan gerakan cepat Alex membuka pintu. Tak menanggapi ledekan Jason. Tidak. Alex tidak mau lagi menjadi santapan singa betina itu. Melihat tingkah sang sekertaris Jason hanya menggeleng. Tersenyum tipis sembari berjalan keluar sesuai keinginan Alex. Jason pikir lama-lama kasian juga jika setiap hari sekertaris nya itu menerima u*****n-u*****n kekesalan Kristal karena ulahnya. ***** "Kau yakin Jason akan datang kali ini, Kris?" Kristal mengagkat kedua bahu. "Entahlah, tapi dia pasti datang. Dia tidak punya pilihan lain kan? Dan, yach, ini bukan suatu hal yang bisa membuat laki-laki itu bisa memilih kali ini." Kedua kening Luna berkerut." Apa yang kau lakukan hingga kau sepercaya diri itu kalau Jason akan datang kali ini?" "Nothing." Jawab Kristal acuh. " Aku hanya membuatnya sadar dimana posisinya sekarang." Luna menarik nafas dalam dan menghembuskan nya perlahan. " Kau tidak perlu berbuat sejauh itu, Kris. Lepaskan saja laki-laki itu. Dia tidak akan memberikan hatinya padamu. Percayalah!" "Melepaskan?" Kristal menggeleng. " Itu tidak akan pernah terjadi, Lun. Aku tidak peduli jika Jason tidak memiliki perasaan apapun padaku. Dan, yach. Kau tau. Aku tidak akan melepaskan apapun yang aku inginkan. Termasuk Jason. Aku mencintai laki-laki itu, Lun. Sangat." "Dan kau yakin akan bahagia?" "Tentu, saja. Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu, Lun. Begitu juga dengan perasaan Jason." "Jason beda, Kris. Dia seorang duda. Tidak pernah dekat dengan wanita manapun selain dirimu. Bahkan dengan mu pun dia menjaga jarak. Aku semakin yakin laki-laki itu masih menyimpan rasa cinta untuk mantan istrinya. Tidak kah kau berpikir seperti itu, Kris?" Luna menatap nanar wajah cantik sahabtnya itu. " Dua tahun, Kris. Sudah dua tahun kau mencoba mendekati Jason. Tapi nihil, Kan? Laki-laki itu tetap saja menutup rapat hatinya." Kristal terdiam. Tangannya memutar-mutar sedotan dalam gelas minuman yang ia pesan. "Aku akan melakukan apapun." Kristal berucap tanpa mengalihkan pandangannya dari gelas di depannya. "Apapun, Lun. Bila perlu dengan sedikit paksaan. Mantan istri? Bahkan jika wanita itu berani mengusik kembali kehidupan Jason aku pasti kan wanita itu akan benar-benar menyesal." "Aku tahu itu, Kris. Aku tahu kau bisa melakukan apapun. Aku hanya tidak ingin obsesi mu pada Jason membuatku semakin tidak mengenali dirimu." Jujur Luna. "Aku tidak ingin kamu terluka, Kris. Kau tahu kan? Kau satu-satunya sahabat yang ku miliki." Sebelah alis Krsital terangkat." Kau takut aku tidak memberikan uang lagi padamu, ya, Lun?" Ejek Kristal sembari terkekeh. "Tenang saja. Tidak ada yang berubah pada diriku. Aku hanya menjaga apapun yang seharusnya memang menjadi milikku." "Aku serius , Bodoh!" "Hei. Kau memanggilku, Bodoh? Jatuh cinta sana. Biar kau tau rasanya seperti apa." "Cih. Malas sekali. Aku tidak mau jadi wanita gila dan bucin seperti dirimu." Kristal hanya tersenyum sebal. Mendengar u*****n yang keluar dari bibir sahabatnya. Dan bersamaan dengan itu laki-laki yang sejak tadi jadi topik pembicaraan berjalan beriringan bersama sang sekertaris mendekat. Berlagak bak pangeran dari negeri dongeng. "Lihatlah, dia datang bukan? Dia milikku, Lun. Tak akan kubiarkan orang lain mengambilnya dari ku." Ujar Kristal. Wanita itu beranjak berdiri dan berlari mendekat kearah Jason. "Sayang. Akhirnya kau datang." Kristal berhambur memeluk tubuh Jason. Dan seperti biasa. Laki-laki itu hanya diam dengan wajah datar nya. Luna hanya bisa mendesah. Melihat ekspresi Jason saat Kristal menyambut hangat laki-laki itu. Dingin. Tidak ada sepercikpun cinta yang terpancar pada mata laki-laki itu saat bersama Kristal. "Tidak ada, Kris. Tidak ada cinta sedikit pun untukmu." Gumam Luna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD