Bukan siapa-siapa

1057 Words
Jesika menarik nafas dalam. Menghembuskan kasar. Menarik nafas lagi dan menghembuskan nya secara kasar. Begitu terus dan berulang. Sesekali wanita itu berguling ke kanan dan ke kiri sembari menarik selimut sampai keleher. "Kau ini kenapa?" Mira yang tidur di samping Jesika mulai merasa terganggu. " Kau bisa merubuhkan rumah ini dengan hembusan nafasmu itu!" Jesika berdecak pelan. "Jangan mulai deh, Mir. Moodku benar-benar buruk sekarang." "Kenapa?" Sebelah alis Mira terangkat. "Jangan bilang karena Jason mengabaikan mu di kantor polisi tadi." Jesika tidak menjawab. Hanya dengusan yang keluar dari bibir wanita itu. "Kau menyesal setelah melihat betapa kerennya Jason sekarang?" Mira tersenyum meledek. " Harusnya dulu sebelum kau minta cerai dari Jason paling tidak tunggulah dia kaya dulu, Jes. Yach, paling tidak kau akan jadi janda kaya." Mira terkikik geli. Kedua bola mata Jesika melotot. Mendelik kesal dengan ucapan Mira. "Kau itu sungguh menyebalkan!" Jesika memukul lengan Mira pelan. "Maksudku bukan seperti itu, Mir. Tidakkah kau pikir paling tidak Jason harus minta maaf?" "Tidak juga." "Kau sedang membelanya?" Mira mengangkat kedua bahu. Tak peduli. "Kalau menurutku memang tidak perlu, Jes. Kau tidak sedang berpikir Jason akan berlutut memohon pengampunan seperti dulu kan?" Mira menatap Jesika penuh selidik. Jesika mencebik kesal. " Bukankah rumor tak berdasar itu beredar karena Jason memang tidak mau mengklarifikasi apapun?" Jesika menatap nanar langit-langit kamar. "Dengan diamnya laki-laki itu semua orang beranggapan bahwa rumor itu benar adanya. Dan, yach, akulah pihak yang paling di rugikan disini." "Jangan berpikir di luar jangkauan mu, Jes. Kau tau Jason bukan type laki-laki seperti itu. Bahkan dia mau malam-malam datang ke kantor polisi hanya untuk membantu mu, Kan?" Jesika tersenyum simpul. " Mir, ngomong-ngomong bagaimana bisa kau menghubungi Jason?" "Yach, asal aja. Aku hubungi nomor lama Jason dan ternyata masih bisa." Mira memutar tubuhnya. Memiringkan badan menghadap Jesika. " Bukankah ini sedikit mencurigakan? Jangan-jangan Jason tidak mengganti nomornya agar suatu saat kau bisa menghubungi?" Pikir Mira. Jesika hanya diam. "Tapi, kalau di pikir-pikir Jason sekarang di luar jangkauan kita ngak, Sih? Dia tampan dan juga kaya. Wow, kombinasi yang cukup menggiurkan." Mira berbalik membelakangi Jesika. "Dah, Ah. Tidur, Jes. Ngantuk berat ini." Jesika hanya menggelengkan kepala heran melihat tingkah sahabatnya itu. Sejenak Jesika berpikir tentang perkataan Mira tentang alasan Jason yang tidak mengganti nomor telepon miliknya dan kedatangan Jason di kantor polisi. Apakah benar seperti itu? Mengapa Jesika merasa senang saat Mira menerka-nerka alasan Jason seolah laki-laki itu masih mempedulikan Jesika. Jesika beranjak. Duduk menyandarkan kepala pada bantal. Tangan lentik Jesika meraih handphone yang tergeletak di atas nakas. Ada sedikit rasa penasaran pada Jesika. Hingga tangan lentik wanita itu menuliskan nama Jason Alonso pada situs pencarian informasi. Kedua mata Jesika seketika membola. Menatap layar handphonenya yang menampilkan profil Jason serta berita-berita tentang bisnis dan kesuksesan laki-laki itu. Jason. Sosok Pengusaha muda sukses yang sedang hangat menjadi perbincangan publik. Jesika mendengus. Perkataan Mira benar adanya. Jason bertransformasi menjadi sosok laki-laki yang jauh dari jangkauan Jesika. Hal itu juga di dukung dengan sikap Jason yang terkesan dingin dan cuek pada Jesika saat keduanya bertemu di kantor polisi tadi. "Dasar laki-laki menyebalkan!" Jesika melempar sembarangan handphonenya ke atas nakas. Membaringkan tubuh menarik selimut hingga menutupi leher. Namun, saat hendak memejamkan mata bunyi pesan masuk pada handphone miliknya menggangu konsentrasi wanita itu. "Jason?" Jesika mengerutkan dahi sedikit terkejut. Membaca nama yang terpampang dalam layar handphone. "Temui aku besok! Ada yang perlu kita bicarakan." Jesika mengigit kukunya. Memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan. "Kalau aku langsung membalas pesan ini, pasti Jason pikir aku sedang senang sekarang." Jesika bergumam. Beberapa kali mengetik balasan dan beberapa saat kemudian menghapus sebelum sempat ia kirim. Jesika diam berpikir keras. Otaknya harus bisa berpikir dengan jernih saat ini. "Apa yang kau inginkan? Aku harus bekerja besok!" Jawab Jesika setelah berpikir cukup lama. "Perusahaanku tidak akan bangkrut karena kau meluangkan waktu mu sebentar. Jadi, temui aku besok!" "Kalau kau sibuk. Kita bisa bertemu saat makan siang." Jesika tersenyum simpul membaca pesan Jason. " Jadi, Jason sudah tau aku bekerja di sana?" Jesika mengetuk-ngetuk kepalanya dengan jari telunjuk. "Makan siang? Aku harus menolak ini bukan?" Gumamnya. "Tidak perlu. Kita akan bertemu di kantor besok." Jesika meletakkan kembali handphone nya. Mencoba tidur karena tidak mungkin dia bertemu Jason dengan mata yang merah membengkak karena begadang semalaman. ***** "Silahkan, Nona. Tuan Jason sudah menunggu anda." Alex menyapa Jesika yang baru saja keluar dari lift. Hari ini Jesika nampak cantik. Dengan dres bunga selutut dan rambut sebahu yang bergerak bebas mengikuti langkah kakinya. Alex membuka pintu ruangan Jason. Laki-laki itu nampak berdiri menghadap jendela dengan kedua tangan ia masukkan dalam saku celana. "Silahkan, Nona." Alex bergeser. Memberi ruang untuk Jesika masuk ruangan Jason. Setelah itu Alex kembali keluar dan menutup pintu perlahan. Jesika menyapukan pandangannya. Mengamati setipa sudut ruangan Jason yang sangat menakjubkan. Luas dan mewah itulah yang bisa Jesika jabarkan dari desain interior ruangan Jason. Jason berdehem. Menyadarkan Jesika dari rasa kagumnya. "Duduklah." Jason duduk bersandar pada sofa warna abu-abu di sudut ruangan itu. "Apa yang ingin kau bicarakan, Jason?" Jesika menatap wajah datar dan terkesan dingin Jason. Sebelum Jason menjawab pertanyaan Jesika. Alex masuk dengan membawa secangkir minuman untuk Jesika. "Minumlah, Nona." Alex tersenyum ramah. Kemudian mengalihkan pandangan pada Jason. " Tuan, Ada pertemuan yang harus Anda hadiri tiga puluh menit lagi." Jason hanya mengangguk singkat. "Aku tidak punya banyak waktu." Jason mengeluarkan sebuah amplop dan meletakkan amplop itu tepat di depan Jesika. " Ini mungkin cukup untuk biaya hidupmu satu tahun kedepan." Jesika hanya bisa mengerutkan dahi heran. " Apa maksudmu, Jason?" "Tidak usah berpura-pura, Jes. Ambil ini dan jangan pernah lagi menggangu hidup ku. Anggap saja kita dua orang asing yang tidak saling mengenal jika tanpa sengaja bertemu." Jesika mengepalkan tangannya erat. Mencoba menahan emosi yang sudah mulai terpancing dengan ucapan Jason. "Aku disini bukan untuk itu. Aku hanya ingin berterima kasih karena kau sudah mau membantu ku kemarin." "Itu pertama dan yang terakhir. Jangan lagi libatkan aku dalam hal apapun, Jes. Kau bukan siapa-siapa lagi bagiku." "Kau pikir aku mengangapmu berarti?" Nada bicara Jesika mulai meninggi. "Kau bukan siapa-siapa, Jason. Jadi kau tidak perlu menggunakan kata-kata seolah kau ini orang penting dalam hidupku." Jesika berdiri. Meraih amplop yang Jason letakan di atas meja. Dan sret-sret. Jesika merobek amplop itu hingga berkeping-keping dan melemparkannya tepat pada muka Jason. "Ambil uang sialan mu itu Tuan, Jason. Aku tidak butuh!" Sarkas Jesika. Gadis itu berjalan pergi dengan wajah penuh amarah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD