"Kamu harus membencinya, Jason. Kamu harus membencinya. Dia wanita yang layak mendapatkan itu." Jason terus bergumam pada dirinya sendiri.
Ketukan kaca mobil menyadarkan Jason dari lamunan. Mata laki-laki itu terbuka menatap Alex yang sudah berdiri tegap di samping mobil beserta Jesika dan Mira
" Jason, seharusnya kau tidak perlu melakukan ini. Lain kali kau___"
"Ini yang terakhir Kalinya." Potong Jason. "Tidak ada lain kali, Jes. Jadi jangan membuat masalah yang melibatkan aku lagi!" Tegas Jason.
Jesika tersenyum sinis. " Kau pikir aku menginginkan ini? Jika kau tidak ingin lagi berurusan dengan ku. Maka kau harus meluruskan gosip sialan itu!" Jesika mendengus kesal. "Uang kompensasi?? Yang benar saja."
Jesika menarik lengan Mira. Berlalu pergi meninggalkan Jason yang hanya diam mematung.
****
Sepanjang perjalanan Jason hanya terdiam. Sesekali hanya terdengar hembusan nafas kasar yang keluar dari laki-laki itu.
Alex melirik sekilas ekspresi Jason dari kaca spion. Wajah Laki-laki itu terlihat muram.
"Anda baik-baik saja, Tuan?"
"Tentu saja. Pertanyaan bodoh macam apa itu, Lex!"
"Tapi dari apa yang saya lihat anda seperti laki-laki yang sedang patah hati setelah bertemu Nyoya Jesika." Alex menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Takut salah bicara.
"Kau mau mati, Ya, Lex!"
"Hehehe..Maafkan saya, Tuan."
"Jangan panggil dia Nyonya, Lex. Dia bukan lagi istriku." Jason menendang bangku kemudi yang di duduki Alex. " Informasi apa yang kau dapat, Lex?"
"Maksud anda tentang Nyoya Jesika ?" Alex bisa melihat lirikan tajam Jason saat Alex memanggil Jesika dengan sebutan Nyoya."Eh, maksud saya Jesika." Ralatnya kemudian.
"Tentu saja. Siapa lagi!"
"Mantan istri Anda sebelumnya tidak tahu,Tuan. Jika Tuan CEO J.A Corp. Jadi, alasan mantan istri Anda bekerja di perusahaan tidak ada sangkut pautnya dengan Anda."
Jason hanya mengangguk paham. Kembali menyandarkan kepala menatap lekat keluar jendela mobil yang melaju dengan kecepatan sedang.
"Tuan, Anda tidak memberikan uang kompensasi pada mantan istri anda setelah bercerai?" Alex kembali bersuara setelah beberapa saat hening.
Jason mengalihkan pandangan. Menatap Alex dengan dahi berkerut.
"Wanita itu berkata seperti itu?" Heran Jason.
Alex mengelengkan kepala."Mantan istri Anda tidak mengatakan langsung pada saya, Tuan. Tapi, pertengkaran Nona Jesika dengan kedua wanita itu di picu masalah itu." Alex menjeda perkataannya. Melihat Jason sekilas yang nampaknya ingin Alex melanjutkan ucapannya.
"Kedua wanita itu bergosip bila Mantan istri anda terus minta uang padahal sudah mendapatkan uang kompensasi perceraian yang cukup besar." Alex mendengus pelan. " Dan nampaknya mantan istri Anda tidak terima ucapan wanita itu karena merasa tidak menerima uang sepeserpun dari Anda."
"Tidak menerima sepeserpun?" Sudut bibir Jason tersenyum meremehkan.
"Iya, Tuan. Dan dari percakapan dengan kedua wanita itu kelihatannya mantan istri Anda juga sudah mengetahui jika anda pemeilik J.A Corp. Tapi, saya tidak tahu dari mana Nona Jesika mendapatkan informasi itu." Alex melirik Jason dari kaca spion. " Apa perlu saya melakukan sesuatu, Tuan?"
"Tidak perlu. Biarkan saja Dia."
Mobil yang di tumpangi Jason dan Alex memasuki rumah mewah bernuansa monokrom dengan halaman yang sangat luas.
"Pulanglah, Lex, kau sudah bekerja keras hari ini." Jason membuka pintu keluar dari mobi dan di ikuti oleh Alex sang sekertaris.
"Baik, Tuan." Alex menundukkan kan kepala hormat. "Malam ini semoga Anda bisa tidur dengan nyenyak setelah bertemu mantan istri Anda."
Jason hanya mendengus. Tak menyahuti ledekan sang sekertaris berjalan dengan langkah lebar memasuki rumah miliknya.
****
"Sayang...." Kristal berhambur memeluk tubuh Jason yang masih berdiri di ambang pintu. Laki-laki itu nampak terkejut dengan keberadaan wanita itu.
"Apa yang kau lakukan disini?" Jason memasukkan tangannya kedalam saku celana. Tak membalas pelukan Kristal.
Kristal mencebik. " Hei, tentu saja menemui. Kau selalu mengabaikan pesanku Jason. Apa ada masalah?" Kristal mendongak. Menatap wajah Jason yang datar.
Jason melepas pelukan Kristal. Berjalan menuju sofa dan mendudukkan tubuh tegapnya. "Aku sibuk." Jawab Jason singkat. Tangannya bergerak meraih gelas, menuang anggur yang tersedia di meja dan menyesapnya secara perlahan.
"Jika tidak ada hal penting yang ingin kau bicarakan pulanglah, Kris. Aku ingin istirahat." Jason menggoyang goyangkan anggur dalam gelas. Berbicara tanpa menatap Kristal.
"Sayang.." Kristal mendekat ke arah Jason. Duduk di samping laki-laki itu.
" Bukankah hari ini harusnya ada pembahasan pertunangan kita, Jason? Kau sudah menundanya berulang kali."
Kristal menarik nafas dalam. " Apa kau tidak mau memenuhi keinginan orang tuaku untuk menikahi ku, Jason? Apa kau keberatan dengan itu? Hem?"
Kristal menatap lekat Jason. Laki-laki
itu masih diam membisu dan sesekali menyesap anggur pada gelas yang ia pegang.
"Kau sudah berjanji, Jason. Bukankah kau sendiri yang menyangupi permintaan ayah ku saat ayah akan berinvestasi di perusahaan milikmu?"
"Kita butuh waktu, Kris. Kita perlu saling mengenal. Tidak kah kau merasa kita ini layaknya orang asing?"
"Dua tahun, Jason. Aku sudah mencoba bersabar selama itu." Jawab Kristal ketus. " Kau bilang butuh saling mengenal? Kau tidak sedang mabuk kan, Jason?" Sindir Kristal. "Selama ini kau selalu membuat batasan di antara kita. Kau selalu membuatku kesulitan bahkan hanya untuk membuatku dekat denganmu. Kau tidak adil, Jason. Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau. Tapi, kau tidak bisa menepati perjanjian yang telah di sepakati."
Kristal beranjak berdiri. Melangkah meninggalkan Jason. Namun, baru beberapa saat wanita itu kembali menghentikan langkah dan berbalik menatap Jason.
"Pertunangan kita bukan suatu hal yang bisa kau pilih, Jason. Tapi yang harus kau lakukan. Pikiran itu matang-matang sebelum aku benar-benar marah padamu." Kristal berjalan keluar, membanting pintu dengan keras.
Jason menatap kepergian wanita itu dengan sebelah tangan terkepal. Dengan kesal Jason membanting gelas anggur dalam genggamannya hingga pecah berserakan.
Entah mengapa hari ini merupakan hari yang sangat mengesalkan bagi Jason. Pertemuan dengan Jesika hari ini cukup mengusik ketenangan hatinya. Bukan karena rasa cinta yang tersisa untuk wanita itu. Tidak, tidak ada rasa yang tersisa untuk Jesika. Akan tetapi kenagan pahit serta kata-kata menyakitkan yang dulu pernah Jesika lontar kan padanya seakan kembali terngiang-ngiang dalam pikirannya.
Jason mengambil nafas dalam. Membuangnya secara kasar. Entah mengapa sulit sekali bagi Jason untuk kembali lagi membuka hati terhadap wanita. Namun, perkataan yang dilontarkan Kristal benar adanya. Bertunangan dengan wanita itu bukan suatu pilihan tapi keharusan.
Jason harus membalas perbuatan baik keluarga Kristal yang telah membantunya saat memerlukan investor untuk perusahaan miliknya. Dan itulah konsekuensi yang tidak bisa Jason hindari saat menerima persyaratan yang di ajukan Tuan Jung ayah Kristal...