Big secret

1028 Words
Jesika datang lebih pagi hari ini. Wanita itu merasa tidak enak hati pada William yang sudah berbaik hati mengizinkannya pulang terlebih dahulu. Awalnya, Jesika berniat berkunjung kerumah kedua orang tuanya. Namun ia urungkan setelah Kevin sang kakak mengirimkan pesan bahwa sang Mama akan menjodohkan Jesika pada duda beranak dua. Jesika mendesah pelan. Entah benar atau tidak ucapan Kakaknya itu. Jangan-jangan sang kakak mencari alasan agar Jesika tidak mencerca Kevin soal informasi yang Kevin dapatkan mengenai Jesika bekerja di perusahaan Jason. Entahlah, Jesika sudah malas memikirkannya. "Hei, anak baru!" Sasa melambaikan tangan kearah Jesika yang baru tiba. Meminta wanita itu untuk mendekat kearahnya. "Iya?" "Kau bisa memindahkan air ini?" "Memangnya kenapa?" Jesika mengangkat sebelah alisnya. "Cepat angkat! Aku ingin minum." Jesika menatap Sasa heran. Mengapa harus dirinya yang memasang air galon pada dispenser. Bukankah di sebelah Sasa tukang antar air masih berdiri siap membantu memasangkan. Tapi Jesika hanya diam. Tak membantah ucapan Sasa. Sungguh malas harus meladeni nenek sihir ini saat masih pagi. Tanpa banyak bicara Jesika melepaskan tas serta id card miliknya dan meletakkan di atas meja. Kemudian dengan cekatan wanita itu mengangkat galon hingga terpasang sempurna di atas dispenser. "Wow, kau hebat juga, Jes." Ridel sang supervisor yang sedari tadi memperhatikan Jesika akhirnya berkomentar. Jesika hanya tersenyum kecut. Supervisor nya ini memang tipe lelaki yang suka ember dan banyak bicara. Namun sungguh tidak peka, bukankah dia seharusnya membantu? Bukan hanya berkomentar tidak jelas seperti itu. "Keren. Kita bisa tenang sekarang. Jes jadi mulai sekarang ini menjadi tugasmu!" Sasa tersenyum meledek. " Pergilah, Pak. Lain kali taruh saja airnya seperti tadi. Tidak perlu memasang sekalian." Sasa berucap pada penganntar air itu. " Iya, Mbak." Laki-laki itu membenarkan topinya. Bergeser dua langkah mendekat kearah tas dan id card milik Jesika . Dengan gerakan cepat laki-laki itu mengambil id card milik Jesika dan melenggang pergi meninggalkan ruangan itu tanpa ada yang tahu. "Ada untungnya juga punya karyawan baru dari keluarga biasa saja, ya, Pak? Sudah terbiasa kerja berat." Ridel hanya mengangguk. " Sudah, cepat kerja sana!" Sasa dan Ridel melangkah pergi. Namun, Jesika masih berdiri bersandar tembok tepat disamping dispenser itu berada. "Apa yang kau lakukan disini?" Jesika menoleh ke arah sumber suara. Nampak William berdiri menatap dirinya penuh keheranan. " Tidak ada. Aku hanya memasang itu." Jawab Jesika sembari menunjuk ke arah dispenser. "Oh, lainkali aku akan membantu mu." William mengeluarkan berkas kemaren dari dalam tasnya. " Ini kau berikan pada Nenek sihir itu." Jesika tersenyum senang. Ternyata Wiliam benar-benar sudah menyelesaikan pekerjaan kemaren sore. "Baiklah." Jesika mengambil tasnya dari atas meja. Berjalan beriringan dengan William menuju kubikel mereka masing-masing. ***** Saat makan siang Jesika ingin sekali bertemu dengan Jason. Tapi, tidak mungkin Jesika bisa bertemu dengan laki-laki itu jika tidak memiliki alasan yang tepat. "Bisa-bisa besar kepala tu orang." Gumamnya. Hingga beberapa saat berpikir. Akhirnya Jesika mengirimkan pesan pada Jason. " Jason. Temui aku di rooftop. Ada yang ingin aku bicarakan." Setelah pesan itu terkirim. Dengan Langkah cepat Jesika berjalan menuju rooftop. Di dalam ruangan nya. Jason menatap dengan dahi berkerut pesan yang masuk pada handphone miliknya. Laki-laki itu hanya membaca sekilas kemudian meletakkan kembali tanpa niat untuk membalas. Namun, pesan itu sungguh menganggu pikiran Jason. Sesekali pandangan laki-laki itu terpaut pada handphone yang tergeletak di meja. Jason mendengus kasar. Berdiri meraih handphone dan beranjak menuju tempat dimana Jesika berada. "Ada apa?" Jason menghubungi Jesika via telepon. Padahal Jason sekarang duduk tidak jauh dari tempat Jesika berada. "Hallo, Jason kau dimana?" Tanya Jesika saat menerima telepon Jason. Tetapi suara laki-laki itu terasa sangat dekat di telinganya. " Dibelakang mu." Mendengar itu refleks Jesika menoleh. Ternyata benar. Laki-laki itu berada tidak jauh dari tempatnya berada. "Jangan mendekat, Jes!" Ucap Jason cepat saat melihat Jesika akan menuju ke arahnya. " Cepat! Apa yang ingin kau bicarakan. Aku tidak punya banyak waktu." Jesika mendengus pelan. Kembali duduk bersandar membelakangi Jason. "Aku hanya ingin berterima kasih. Kau masih mengizinkan aku bekerja disini." Jesika diam menjeda ucapannya. " Saat pertama tau kau pemilik perusahaan ini aku pikir kau akan langsung membuangku." "Tidak perlu. Bukan aku yang mengizinkan kau tetap bekerja disini, Jes. Jadi jangan salah paham." Jawab Jason jujur. " Kau bisa bekerja disini karena sudah mengikuti seleksi dan peraturan yang di tetapkan. Jadi aku tidak ada sangkut pautnya dengan keberadaan mu disini." "Ya, aku tahu. Tapi, aku tetap ingin berterima kasih." "Terserah kau saja!" Jawab Jason pasrah. " Dan aku minta jangan menghubungi ku lagi seperti tadi. Apa kau lupa bahwa aku adalah CEO sedangkan kau hanya karyawan baru?" Sarkas Jason. "Aku tidak ingin orang lain salah paham dengan kedekatan kita." "Ya, maafkan aku yang tidak mengerti dimana posisiku saat ini." Jesika mendongak menatap langit yang sedikit mendung siang itu. "Baiklah, aku pergi dulu." Jason hendak menutup panggilan itu. Namun laki-laki itu mengurungkan niatnya karena teriakan Jeiska. "Jangan dulu! Aku belum selesai bicara, Jason!" "Apa lagi sih!" Seru Jason. Sembari mengusap telinganya yang berdengung karena teriakan Jesika. "Saat aku bekerja disini banyak kemungkinan yang terjadi. Salah satunya masa lalu kita, Jason. Aku takut jika nanti ada yang mengetahui itu." "Tenang saja. Itu tidak akan pernah terjadi. Jadi kau hanya perlu tutup mulutmu dan bekerjalah dengan tenang." "Tentu saja aku akan melakukan itu. Bahkan bila perlu aku akan berpura-pura tidak mengenal dirimu." Jesika berucap penuh penekanan. Jason terdiam. Sedikit ada kekesalan dalam hatinya saat Jesika mengatakan itu. " Terserah kau saja." Jawabnya ketus." Karena akan sulit bagimu jika orang-orang tau bahwa kau adalah mantan istri ku." Jesika tersenyum datar. wanita itu tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika satu perusahaan tahu bahwa dirinya adalah mantan istri CEO mereka. Satu hal yang pasti gosip-gosip murahan akan semakin gencar menyudutkan dirinya jika itu benar-benar terjadi. "Iya kau benar. Bahkan mungkin mereka akan menjadikan diriku bahan gosip murahan yang tidak ada habisnya." "Baiklah. Jika kau sudah tau itu mulai sekarang kita harus jaga jarak. Jangan coba-coba mendekati diriku. Kau mengerti, Jesika?" Jason menutup sambungan telponnya. Berjalan pergi meninggalkan Jesika yang masih duduk mendongak menatap langit. Hembusan angin menyapa wajah cantik wanita itu. Dengan mata tertutup Jesika meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang tahu tentang masa lalu dirinya dengan Jason. Ya. Jesika yakin tidak akan ada yang mengetahui rahasia besar itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD