Cerita Yang Abadi

1386 Words
2020 *** Song: Wish You Were Here Singer: Avril Lavigne *** Ting.. Suara lonceng cafe terdengar bersamaan dengan masuknya seorang perempuan dewasa sambil menggandengan anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun. Begitu masuk anak laki-laki itu langsung menatapku. Tidak. Lebih tepatnya dia menatap sayatan bekas luka yang berada di pipi kananku. Sudahlah. Memang sejak kejadian 10 tahun lalu, setiap orang yang melihatku pasti akan menengok dua kali hanya untuk memastikan kebenaran penglihatan mereka. Benar. Ini memang bekas luka. Aku mencoba mengalihkan tatapanku dari mata anak kecil itu. Tanganku terulur untuk mencoba frappuccino kesukaanku. Huh.. Ini sedikit menenangkan diriku. Aku rindu suasana seperti ini. Menenangkan. Membuat aku nyaman untuk mengenang masa lalu yang sampai sekarang masih teringat jelas di pikiranku. Mataku segera beralih begitu aku mendengar suara teriakan seorang wanita. Itu wanita yang datang bersama anak laki-lakinya tadi. Beberapa orang segera menghampiri meja perempuan itu karena mendengar dia menangis dengan suara keras. Anaknya juga ikut menangis. Aku sebenarnya juga ingin ikut mendekat dan mencari tahu apa yang terjadi, tapi.. Dengan keadaanku yang sekarang, kurasa bukannya menyelesaikan masalah, aku hanya akan memperumit semuanya. Jadi aku tetap diam disini sambil memperhatikan gerak-gerik semua orang yang disana. Beberapa menit berlalu tapi wanita itu tetap dalam keadaan sama. Dia menangis sambil terus meraung-raung. Baiklah, aku terlalu berlebihan. Dia hanya menangis sambil menjerit kuat. Kulihat beberapa pelayan cafe mulai berdatangan ke mejanya. Huh.. Keributan ini benar-benar merusak suasana hatiku yang awalnya baik-baik saja. Aku membuka tas ranselku. Mengeluarkan laptop dengan logo terkenal yang diketahui hampir seluruh populasi manusia. Bukannya mau sombong, tapi memang begitu adanya. Aku terlahir di keluarga yang berkecukupan. Semuanya baik-baik saja pada awalnya.. Yaa, pada awalnya. Kenyataanya sekarang aku sedang tidak baik-baik saja. "keluarganya salah satu korbannya. Makanya dia menangis seperti itu.." "kasihan sekali.. Kurasa aku juga akan melakukan hal yang sama jika kejadian itu menimpa keluargaku" "jangan sampai kejadian seperti itu menimpa kita. Jangan bicara hal yang buruk!" Aku mendengar pembicaraan orang yang duduk di meja sebelahku. Korban apa maksudnya?? Apa mereka membicarakan perempuan yang menangis di meja pojok itu?? Aku penasaran. Huh, kuharap aku bisa menghilangkan kebiasaan ini. Aku benci harus terus menerus bersikap ingin tahu pada segala hal yang ada disekitarku. "maaf.. Apa kalian tahu penyebab wanita itu menangis??" Tanyaku sambil menatap kedua pemuda yang ada di meja sebelah. Mereka terdiam sambil menatap wajahku. Ohh, baiklah. Mereka menatap pipiku. "ehh.. Ohh.. Iyaa. Dia menangis karena keluarganya adalah salah satu korban kecelakaan pesawat yang terjadi tadi pagi. Kau tentu sudah mengetahui beritanya, kan??" Aku mengangguk. Setelah itu aku mengucapkan terima kasih karena mereka sudah mau berbagi informasi dengan diriku. Dan.. Iyaa.. Aku membaca berita itu. Kecelakaan pesawat yang terjadi akibat badai petir. Aku tidak terlalu mengikuti berita seperti itu. Terlalu menyesakkan setiap melihat bagaimana semesta dengan kejam memberikan berita duka pada setiap keluarga yang ditinggalkan. Mataku beralih pada wanita tadi. Dia sepertinya sudah lebih tenang. Aku melihat ada seorang pengunjung cafe yang dengan baik hati bersedia untuk mengantar wanita itu beserta anaknya pulang. Iyaa, tidak baik jika dia dibiarkan pulang sendirian. Kadang, luka yang tercipta di hati lebih membahayakan dibanding luka dalam bentuk fisik. Hati wanita itu sedang terluka, dia harus ditemani. Ring... Ponselku berbunyi. Aku menatap layar datar berukuran 6,5 inch yang menyala dan menampilkan sederet nomor asing. Nomor ini tidak pernah kusimpan, tapi aku tahu betul siapa yang sedang menelpon. "halo??" "Meera??" "iya kak, ini aku.." "kamu tidak datang??" "hari ini aku ada urusan. Mungkin besok atau lusa aku baru bisa berkunjung" "tidak masalah. Kamu selalu mengunjungi dia setiap kamu ingin.." Aku tertawa pelan. Dia selalu mengetahui itu. "iya. Kamu selalu tahu, kak.." "selamat ulang tahun Meera. Kamu tahu jika dia mencintaimu.." "iyaa, aku tahu. Terimakasih, kak.." Aku tersenyum begitu telepon itu terputus. Tidak terasa air mataku kembali mengalir. Huh, aku sendiri kadang lupa hari ulang tahunku. Hari ini aku berusia 34 tahun. Tidak terasa, semua berjalan teramat cepat. Sepertinya baru kemarin aku berlarian keliling lapangan ketika telat masuk kelas saat SMA. Hahaha.. Itu adalah saat-saat terindah dihidupku. Setidaknya waktu itu aku bisa tertawa tanpa mengerti beban hidup yang sebenarnya. Aku bisa tersenyum tanpa tahu arti kehilangan. Sudahlah. Tidak seharusnya aku berlama-lama tenggelam dalam masa lalu. Aku harus mulai menerima dan berjalan menuju masa depan. "kau tahu, menurut berita yang k****a, sepertinya tidak ada korban selamat di kecelakaan pesawat kali ini. Pesawatnya terbakar dan hancur berkeping-keping lalu jatuh di jurang yang penuh bebatuan" "kalaupun ada yang selamat, mereka pasti menerima banyak luka yang akan membekas, atau lebih buruk, mereka bisa saja cacat seumur hidup" Aku kembali menoleh. Beberapa orang di cafe ini mulai membicarakan kecelakaan pesawat. Huh, lagi-lagi seperti ini. Bukankah lebih baik mereka berdoa dari pada berbicara tentang hal yang belum jelas kebenarannya? Lagipula bisa saja ada korban selamat yang sedang berjuang saat ini. Untuk siapapun yang sedang berjuang bertahan hidup, kukirimkan doa pada kalian. Semoga semesta berpihak padamu. "Meera, suatu saat nanti, jika kamu siap, tolong ceritakan tentang aku. Ceritakan tentang kita pada semua orang. Aku ingin kita menjadi abadi, Meera.. Abadi di hati mereka" Aku segera menggelengkan kepalaku. Suara itu datang lagi. Sudah 10 tahun berlalu tapi aku tetap belum siap.. Hari ini aku juga tidak datang kesana. Biasanya, dihari spesial seperti ini aku pasti mengunjungi dia. Hari ini aku malah menyibukkan diri dengan duduk di cafe sambil menatap ke arah layar laptop yabg masih saja kosong. Aku memejamkan mataku beberapa saat. Apakah ini adalah saat yang tepat?? Dihari ulang tahunku. Haruskah aku menceritakan kisah itu?? Aku memejamkan mataku sekali lagi. Setiap mataku mulai tertutup, terkadang bayangan saat itu datang seperti sebuah film. Aku ingat semuanya. Semuanya yang terjadi. Aku ingat setiap detail kejadian saat itu. Lagipula siapa yang bisa melupakan?? Layar laptopku sudah terbuka. Aku hanya tinggal menggerakkan jariku diatas keyboard dan mulai menceritakan kisah itu. Tapi.. Apakah aku sanggup?? Aku menyesap frappuccino milikku. Sesaat kemudian aku mulai mendengar pelayan cafe yang berbicara melalui pengeras suara. Cafe ini mendadak hening. Mau tak mau aku harus ikut mendengar juga. "untuk mengingat kejadian malang yang menimpa saudara kita diluar sana. Saya selaku pemilik cafe menghimbau seluruh pengunjung untuk meluangkan waktu sejenak. Kita akan melakukan doa bersama. Ada banyak kisah cinta yang harus terhenti karena kecelakaan pesawat yang terjadi pagi ini. Semua kisah memang didasari oleh cinta. Baik kisah cinta antara keluarga, pasangan, maupun pertemanan. Marilah kita berdoa bagi setiap kisah cinta agar mereka menjadi abadi dan terkenang selamanya.. Berdoa dipersilahkan.." Aku segera menundukkan kepalaku. Ikut berdoa bagi keselamatan para penumpang. Ikut berdoa agar kisah mereka bisa selesai dengan indah. Aku juga berdoa agar kisah mereka juga menjadi abadi seperti yang mereka harapkan. "aku ingin kita menjadi abadi, Meera.." Aku mengusap air mataku. Kenangan itu masih saja berputar. "selesai.. Terimasih untuk para pengunjung karena sudah meluangkan waktu. Kami harap tidak ada lagi hal buruk yang akan terjadi. Kami juga berharap semua kisah akan berakhir dan menjadi abadi.." "aku ingin kita menjadi abadi, Meera.." "Meera, aku mencintaimu.. Selamanya.." "Meera, aku akan terus mencintaimu.. Bahkan setelah aku mati" "Meera, aku mencintaimu.." Baik. Baiklah.. Sudah terlalu lama aku memendam semua ini. Hari ini harus kuceritakan semuanya. Hari ini tepat di hari ulang tahunku, tepat dengan kecelakaan pesawat yang sedang terjadi, tepat sepuluh tahun aku lalui setelah kejadian itu. Hari ini, akan aku buat kita menjadi abadi. Tanganku mulai mendekat ke arah laptop. Siap atau tidak, hari itu tetap akan datang. Aku sudah mengalami kejadian itu jadi tidak ada alasan bagitu untuk tidak siap menceritakaannya. Semua orang harus tahu tentang kami. Semua orang harus mengenang kisah ini. Kalian semua, kalian yang membaca tulisanku ini, kuharap kalian mulai bersiap diri. Ini bukan kisah cinta yang penuh adu rayu, ini kisah cinta yang penuh air mata, kisah cinta yang ditentang dunia, kisah cinta yang bahkan tidak diizinkan oleh semesta. Tetapi aku sendiri, aku yang akan membuat kisah ini dikenal oleh dunia. Aku berjanji, sekalipun kisah kami tidak direstui, kisah ini akan tetap menjadi abadi. Kuharap aku siap. Kuharap aku mampu. Kuharap dia ada disini. Membantuku.. *** Seharusnya aku tak pernah jatuh. Seharusnya kutahan hatiku untuk tidak berlabuh. Tapi jika hari itu tidak kubiarkan mataku menatap dirimu, mungkin aku akan menyesal seumur hidup. Bertemu denganmu adalah anugerah terbaik yang Tuhan berikan. Karena kalau waktuku bisa diputar, aku juga akan tetap memilih untuk bertemu dan jatuh cinta padamu. Akan tetap kubiarkan kisah ini terjadi dan berakhir dengan cara yang sama. Sebab kamu adalah sumber kekuatanku untuk tetap hidup sekalipun jiwaku sudah lama mati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD