Dari aku, Almeera, di tahun 2020
Hari ini, ditempat aku duduk, kutatap langit yang berawan putih. Tidak pernah kusangka jika awan yang tampak bersahabat itu bisa dengan tega mencampakkan kami. Awan yang terlihat baik itu bisa marah sambil menampakkan deru petir yang mengerikan.
Awan putih itu kini semakin menghitam. Hujan akan turun membasahi bumi. Kembali menjatuhkan diri untuk diangkat ke atas lagi. Hujan memang selucu itu.
Aku sering mendengar, kebanyak orang akan mengingat kenangan manis bersama yang terkasih ketika hujan turun. Tapi tidak dengan aku.. Hujan hanya akan mengingatkan tentang kepedihan mendalam yang menusuk relung hati terdalam. Hujan hanya akan membasahi luka yang bahkan belum pernah kering hingga detik ini. Hujan hanya akan memperburuk tataan hatiku yang masih berantakan tanpa pernah kucoba bereskan.
Masa lalu begitu kuat mengikatku. Aku kadang ingin berlari, atau setidaknya terbang seperti pesawat. Tapi aku sadar, bagaimanapun, pesawat juga pernah jatuh, kan??
Hari ini, bersama hujan yang mulai menetesi bumi, sama seperti hari itu, aku akan membuka rasa sakit yang sama. Akan kuulangi setiap air mata yang pernah turun.
Sebab, kehilangan tidak pernah bisa menjelaskan kepergianmu. Ke tempat yang abadi, kukirimkan rindu yang mendalam.
Karena kehilangan seseorang yang kukira akan terus bersamaku sampai aku mati adalah luka terberat yang pernah aku dapat.
Ini tentang aku dan dia yang berjuang bertahan hidup setelah kecelakaan pesawat. Ini tentang kami yang berjalan menyusuri hutan tanpa ada satupun harapan, hingga akhirnya.. Sama seperti yang lain. Akhirnya cukup memuaskan, tapi kekecewaan tetap mengiringi setiap langkah.
Terimakasih sudah pernah hadir, akhirnya kamu memang sama seperti yang lain, kisah lama yang memilih pergi dan meninggalkam luka.
Lalu aku akan sendirian. Menatap sepi pada setiap keadaan.
***
"aku ingin kita menjadi abadi, Meera"
***