Tidak Ada Yang Sempurna

2324 Words
Jakarta, 2002 *** Aku berjalan di koridor sekolah sambil menggenggam tangan Jovan. Ini hari pertama kami bersekolah setelah liburan tahun baru. Aku tersenyum sambil terus berjalan dan menatap beberapa orang yang melihat kami dengan sedikit keheranan. Oh, aku sudah bercerita belum sih kalau Jovan salah satu orang yang cukup terkenal di sekolah ini. Yaa, begitulah kenyataannya. Beberapa kali berjalan dengan Jovan di sekolah membuat aku mengetahui beberapa hal. Dan yaa, yang paling parah adalah.. aku masih belum memiliki satupun teman dekat hingga saat ini. Oh, ada sih kenalan, lebih tepatnya dia teman Jovan. Beberapa kali kami sering nongkrong dan bertemu di acara bisnis. Kata Jovan dia juga adalah salah satu anak konglomerat di negeri ini. “Mau sarapan dulu?? Aku kelaparan sejak tadi” Tanya Jovan sambil memegang perutnya. Aku tertawa pelan karena melihat tingkah menggemaskannya. “tentu saja..” Jawabku. Kami akhirnya berjalan menuju kantin sekolah. Inilah yang paling kusyukuri ketika berpacaran dengan Jovan, setidaknya aku memiliki teman untuk pergi ke kantin. “entah ini hanya perasaanku saja atau kalian bertambah kelihatan mesra?? Ini sekolah, ingat kan??” Tanya seseorang sambil duduk begitu saja di sampingku. Aku secara spontan segera menggeser bokongku. Ah, aku sudah sedikit menyinggung yang satu ini. Dia adalah teman Jovan yang sempat kuceritakan.. Namanya Ardo. Yaa, aku sedikit banyak mengenalnya melalui Jovan. “Kami berpacaran, kamu lupa??” Tanya Jovan sambil meminta Ardo untuk menjauhkan dirinya. Ardo hanya menggerutu sambil bangkit untuk duduk di samping Jovan. “Aku tahu. Tapi kurasa kalian jadi semakin dekat dan mengumbar kemesraan satu sama lain” Kata Ardo lagi. Dia ini memang salah satu teman dekat Jovan yang juga dekat denganku. Jujur saja Ardo memang beberapa kali bertemu denganku di acara bisnis yang biasa kuhadiri. Aku tidak perlu menyapanya karena dia pasti lebih dulu memanggilku dengan suara yang kencang. Walaupun dia sering bertingkah memalukan, aku tetap bersyukur karena bertemu dengannya di acara bisnis. Sedikit banyak dia membuat aku tidak terlalu bosan. Yaa, beginilah keadaannya. Aku lebih sering bertemu Ardo daripada Jovan ketika menghadiri acara semacam itu. Kata Ardo, itu karena keluarga kami saling bekerja sama. Berbeda dengan keluarga Jovan yang memang tidak memiliki hubungan apapun dengan usaha kami. Penjelasan ini kupersingkat karena sebenarnya Ardo memberi penjelasan yang rumit dengan banyak perumpamaan aneh. Baiklah, kurasa ini terlalu panjang untuk kuceritakan. “Kemesraan apa maksudmu??” Tanyaku. “Kalian bergendengan tangan. Tidak sadar pada hal itu??” Tanya Ardo balik. Aku mengernyitkan dahi. “Itu bukan bermesraan..” Jawabku dengan santai. “Apa katamu??” “Kami bahkan tidak berciuman atau berpelukan. Kenapa kamu menuduh kami bermesraan?? Kamu terlalu berlebihan” Kataku sambil menggelengkan kepala. Jovan tertawa pelan sementara Ardo hanya menatapku tidak percaya. “Jadi bermesraan menurut kalian seperti itu??” Tanyanya dengan tampang tercengang. “Tidak. Meera hanya bercanda” Kata Jovan dengan tenang. Kini giliran aku yang tertawa geli. “Apa salah jika aku mengungkapkan definisiku mengenai bermesraan??” Tanyaku. “Tidak, tidak. Tidak akan ada yang menyalahkan pandanganmu itu. Lagi pula siapa juga yang mau membuat masalah dengan pewaris utama yang satu ini” Aku tertawa lagi. Ardo memang orang yang sering bercanda. “Iya, kau diamlah. Jangan buat masalah” Imbuh Jovan. “Tidak. Aku sudah punya cukup banyak masalah. Tidak mungkin aku menambah satu lagi dengan bertengkar dengan Almeera Hernandez. Namaku akan semakin tercemar di antara saudaraku” Katanya sambil menaruh kepala di atas meja. Aku semakin tertawa melihat tingkahnya yang satu ini. “Jangan curhat disini. Aku tahu masalahmu banyak. Persaingan di antara saudara sangat tidak menyenangkan ,bukan?” Jovan tetap menggodanya. “Diamlah, Jovan. Kamu berhuntung lahir diantara dua saudara perempuan. Dan Almeera lebih baik lagi, dia menjadi anak tunggal di keluarga fantastis itu” Kata Ardo. Aku mengernyitkan dahi. “Iya, diamlah. Persainganmu dengan Kakak dan kedua adik laki-lakimu tidak akan selesai hanya dengan terus berbicara omong kosong semacam ini” Kata Jovan. “Em, memang kenapa dengan dua saudari Jovan?? Bukankah keadaannya akan sama dengan dirimu??” Tanyaku. Ardo terlihat mengibaskan kedua tangannya. Jovan menatapku sesaat lalu beralih menatap Ardo dengan pandangan was-was. Memangnya kenapa?? “Itu berbeda. Kedua kakaknya Jovan tidak akan masuk menjadi pewaris utama. Dia selamat karena hal itu. Sementara aku?? Saudaraku saling berebut kekuasaan karena.. karena hanya akan ada satu ppewaris utama. Sementara yang lain hanya akan menjadi bawahan.. berbeda lagi dengan dirimu, Almeera.. kau kan anak tunggal, jadi sekalipun perempuan, kamu akan tetap menjadi pewaris utama..” Jelasnya panjang lebar. Aku tersenyum lalu menggelengkan kepala. Ternyata bukan hanya keluargaku yang berpikiran kuno. “Memang ada yang salah dengan perempuan??” Tanyaku. “Tidak. Tapi memang begitu peraturannya sejak dulu.. perempuan akan menjadi yang kesekian. Kenapa sih bertanya seperti ini?? Jangan khawatir, kamu anak tunggal” Ucapnya dengan santai. Jovan terlihat gelisah saat ini. “Semua orang selalu berjuang menjadi pewaris utama. Baik dirimu, Jovan, ataupun diriku..” kataku dengan cepat. “Dirimu?? Untuk apa kamu berjuang. Sudah jelas kamu akan menjadi pewaris utama, kecuali jika kamu memiliki saudara laki-laki” Katanya. Aku menahan napasku saat itu juga. “Katakan, Almeera. Kapan pengumuman pewaris utama akan disiarkan?? Aku ingin main ke rumahmu sambil mengucapkan selamat” Tanyanya dengan santai. “Kenapa masih ada orang yang berpikiran kuno semacam dirimu?? Laki-laki atau perempuan sama saja kurasa..” Kataku sesantai mungkin. “Beberapa keluarga menganut pandangan yang berbeda, Meera. Keluarga Ardo menganut yang kuno” Jawab Jovan sambil tertawa. Ardo menggelengkan kepalanya. Dia masih mau menyangkal?? “Orang dewasalah yang selalu berpikiran rumit. Aku sebenarnya berpendapat sama dengan Almeera. Tapi kenyataan memang terkadang berbeda dengan harapan kita, bukan?? Kenyataannya kami bersaudara dan saling bersaing satu sama lain” Kata Ardo. “Iya, orang dewasa memang aneh. Aku juga sering tidak mengerti jalan pikiran mereka..” Kata Jovan. “Kuharap waktu berjalan cepat, aku ingin membuktikan beberapa hal pada mereka. Termasuk perdebatan kita hari ini, sesungguhnya aku ingin menunjukkan jika perempuan juga bisa berkembang jauh lebih baik dari yang laki-laki bisa” Kataku. “Ya, ya. Aku harap kita bertemu ketika dirimu sudah dewasa. Aku ingin tahu bagaimana kelanjutan hubungan kalian di masa depan” Ardo berucap sambil tertawa geli. Jovan ikut terkekeh tapi aku sama sekali tidak ingin menunjukkan senyumku. “Iya, aku berharap kita bertemu 10 atau 20 tahun lagi. Dan ketika saat itu tiba aku akan menemukan dirimu dengan perut buncit sedang membawa tas wanita sementara dia sibuk kesana kemari untuk berbincang dengan rekan bisnisnya” *** Aku menghempaskan tubuhku ke ranjang Jovan. Hari ini cukup melelahkan karena bukannya belajar, sekolah malah mengisi dengan kegiatan senam dan bersih-bersih. Hari pertama yang menyebalkan. Aku melihat Jovan berjalan kesana kemari setelah dia mengganti seragamnya. Mataku bergerak untuk menatap ke sekeliling kamar ini, sejujurnya kamar ini tidak seluas kamarku tapi entah kenapa kamar milik Jovan terasa lebih nyaman. Interior kamar ini juga tidak buruk. Meskipun terkadang aku merasa Jovan terlalu monoton dalam memilih warna karena lagi-lagi ruangan ini hanya diisi dengan warna hitam dan abu-abu seperti ruangan lain di apartemen ini. “Kamu membeli atau menyewa tempat ini, sih??” Tanyaku pada Jovan. “Aku membelinya ketika berusia 17 tahun..” Jawabnya sambil ikut berbaring bersamaku. “Kamu tinggal sendirian sejak setahun yang lalu??” Tanyaku. Jovan menangkap tanganku lalu sibuk bermain dengan jari-jariku. Terkadang aku sering merasa jika Jovan memiliki kebiasaan aneh. “Iyaa..” Jawabnya singkat. “Ardo bilang kamu punya dua saudari. Mereka membiarkanmu tinggal sendiri begitu saja?” Tanyaku lagi. “Kakak keduaku tidak cocok dengan Mama. Jadi, ketika Kakak pertamaku menikah, kami berdua diboyong untuk tinggal dengannya dan suaminya” Tidak kusangka jika Jovan mau menceritakan kisahnya. Dia tipe orang yang sedikit tertutup sekalipun dia tidak menunjukkannya secara langsung. “Lalu bagaimaan kamu bisa berakhir di apartemen ini??” Tanyaku. “Beberapa tahun kemudian kakak keduaku menikah. Dia pergi untuk tinggal dengan suaminya.. aku jadi kesepian setiap kali tinggal di rumah sendirian karena Kakakku sering bepergian ke luar negeri untuk menemani suaminya. Jadi ketika aku berusia 17 tahun aku minta izin padanya untuk tinggal sendirian” Jelas Jovan. Mataku bergerak untuk menatapnya. Untuk sejenak aku merasa jika Jovan bersedih. Mungkin dia rindu dengan kedua kakaknya. Sekalipun aku tidak memiliki saudara, aku sedikit banyak mengetahui bagaimana eratnya hubungan persaudaraan. Oh, yaa.. kamu sekarang punya saudara Meera. Jangan lupakan fakta menjijikkan itu. “Kakak keduaku sebenarnya sering meminta aku tinggal bersama dengannya karena dia jarang bepergian. Tidak seperti aku dan kakak pertamaku yang berhuntung memiliki tubuh sehat dan kuat, kakak keduaku punya masalah dengan sistem imun sehingga dia mudah sakit dan kelelahan. Suaminya begitu pengertian sehingga jarang membawa kakak bepergian, dia lebih sering melakukan perjalanan bisnis sendiri agar Kakak tidak perlu kelelahan” Aku menarik tanganku untun membelai rambutnya. Menyalurkan segala dukungan untuknya. Sekalipun tidak menjelaskan secara gamblang, aku jelas tahu jika Jovan merindukan kedua kakaknya. “Dad juga sering meminta aku pulang karena dia sering kesulitan untuk mengajak aku melakukan pertemuan bisnis. Tapi aku menolak. Rumah itu terasa asing bagiku” Aku mengernyitkan dahi. Mengapa rumah sendiri terasa asing?? “Kulitmu terlihat lebih terang dari milikku. Kamu melakukan perawatan di klinik kecantikan yaa??” Tanyaku mengalihkan pembicaraan yang terasa canggung ini. Aku juga tertawa pelan. “Tidak. Ini karena Mom memiliki darah asing. Dulu Nenekku dari pihak ibu menikahi Pria keturunan Jerman yang berdarah Inggris dan Irlandia. Nenek yang orang asli Indonesia melahirkan Mom dengan darah campuran sebanyak itu. Mom menikah dengan Dad, kata Kakak sekalipun tidak kentara, Dad sebenarnya memiliki darah Amerika latin dari leluhurnya. Lalu lahirlah aku dan kedua Kakakku. Kadang sebagai laki-laki aku sering malu karena memiliki kulit seterang ini" Jelas Jovan sambil memandangani tangannya dengan wajah mencerut. “Berarti kamu memiliki percampuran darah yang luar biasa” Kataku sambil memandang Jovan penuh kekaguman. “Tapi aku tidak suka kulit yang terlalu terang” Katanya lagi. “Kenapa begitu?? Aku suka dengan kulitmu. Mau terang atau sedikit gelap, aku menyukainya” Kataku sambil memeluk Jovan dari samping. “i see. Kamu menyukai segala hal yang ada padaku” Katanya sambil tersenyum menggoda. “Percaya diri sekali” Jawabku sambil tertawa. Jovan menatapku sejenak, sepertinya dia ingin melanjutkan ceriTANYA. “Tapi kebanyakan perempuan memang sepemikiran denganmu, kebanyakan dari mereka terlalu mengagungkan kulit putih. Kedua Kakakku juga menyukai kulit terang mereka. Berbeda dengan aku yang sering merasa malu ketika nongkrong dengan teman-teman, Kakakku malah sering melakukan perawatan agar kulitnya semakin terang. Sebenarnya Mom tidak memiliki kulit yang terlalu terang karena dia sering berjemur di halaman rumah, dulu aku sering mengikutinya. Tapi bukannya bertambah gelap, kulitku malah berwarna merah karena terbakar” Aku tertawa ketika mendengar penjelasannya. Masa sampai sebegitunya, sih?? Kulit terang bukan hal yang terlalu buruk kurasa. Aku bahkan beberapa kali mendatangi klinik kencantikan agar kulitku semakin putih dan terawat. Benar kata Jovan, tanpa sadar setiap perempuan terlalu mengagungkan kulit putih. Tidak, aku tidak memiliki kulit yang terlalu gelap ataupun terlalu putih. Sejak kecil kulitku begini, tapi karena sudah besar, kurasa tidak ada salahnya untuk melakukan perawatan di klinik kecantikan. “Kedua Kakakmu pasti sangat cantik, apalagi ibumu. Aku jadi ingin bertemu mereka” Kataku. “Ibu yang mana??” Tanya Jovan. “Tentu saja ibumu” “Mom sudah meninggal ketika aku berusia 10 tahun” Aku menahan napasku. Ini berita besar yang baru kuketahui. Sejak 6 bulan ini, aku menjalani hubungan macam apa?? Aku bahkan tidak mengetahui jika ibu dari kekasihku sudah meninggal. “Maaf kalau begitu” Kataku. “Tidak masalah. Itu sudah berlalu sangat lama..” Katanya sambil terkekeh pelan. Kalau benar begitu.. kenapa Jovan tidak pulang kerumah saja?? Lagipula ketidakcocokan apa yang membuat dia meninggalkan rumah bersama kedua Kakaknya?? “Kenapa kamu tidak pulang kerumah?? Ayahmu pasti kesepian tinggal sendiri” Kataku. “Bukankah sudah kubilang, Kakak keduaku tidak cocok dengan Mama..” Katanya. Aku mengernyitkan dahiku. “Kamu pasti bingung” Kata Jovan sambil mengulurkan tangan untuk mengusap dahiku. Dia tertawa kecil karena melihat aku terus menatapnya dengan penasaran. “Dia Mama tiriku. Dad menikah tidak lama setelah Mom meninggal. Aku sebenarnya tidak ada masalah dengan itu. Mama juga adalah orang yang baik, aku merasa Dad akan aman bersamanya” Jelas Jovan. Apa?? Mama tiri?? Jadi sedikit banyak Jovan juga mengalami hal buruk dalam keluarganya. Menerima fakta jika Ayahnya menikah lagi setelah ibunya meninggal, itu tentu tidak mudah. Aku bergerak untuk kembali memeluknya lebih erat. “Tidak masalah, Meera. Aku baik-baik saja..” Katanya. “Andai aku bertemu denganmu lebih dulu..” “Sebenarnya Mama juga beberapa kali memintaku untuk pulang. Juga adikku.. tapi kurasa aku lebih suka tinggal disini” Kata Jovan. “Kamu punya adik??” Tanyaku. “Yaa, adik perempuan. Sebenarnya inilah yang membuat Kakak tidak cocok dengan Mama. Kakak tidak ingin Mama memiliki anak lagi, tapi yaa begitulah keadaannya. Sekalipun kami saudara tiri, aku sebenarnya amat sangat menyayanginya” Mendengar penjelasan Jovan membuat kau termenung untuk sesaat. Jovan memiliki adik tiri tapi dia bisa menerima dan menyayangi adiknya itu. Sementara aku?? Aku malah membenci adik tiriku. Yaa, kurasa ini wajar. Ayah Jovan tidak berselingkuh. Dia menikah lagi ketika istrinya sudah meninggal. Berbeda dengan Papaku yang malah menikahi selingkuhannya dan membawanya tinggal bersama kami padahal Mamaku masih hidup dan sehat-sehat saja. “Kalau kamu tidak punya masalah dengannya, kenapa tidak pulang saja Jovan?” Tanyaku lagi. “Mama sangat baik. Terkadang dia mirip sekali dengan Mom yang selalu perhatian denganku. Beberapa kali aku merasa jika Dad menikahinya karena dia mirip dengan Mom. Entahlah.. tapi itu bukan hal yang baik kurasa. Aku selalu menganggapnya sebagai Mom dan aku berakhir dengan terus-terusan terkubur bersama kenangan lama itu. Aku jadi menganggap jika Mom masih hidup.. sedikit banyak hal itu menyulitkanku. Jadi kuputuskan untuk pergi” Jelasnya lagi. Aku menghela napas. Kehidupan memang tidak sesempurna yang kukira. Kadang kita hanya harus berjalan dan menerima segalanya. Bukan hanya kita yang mengalami hal yang buruk, bukan?? Tapi aku bersyukur bisa berbaring di ranjang ini bersama Jovan. Kami memiliki latar belakang kehidupan yang cukup kacau, lalu kami dipertemukan dan dibiarkan untuk berjalan beriringan. Ini cukup menyenangkan kurasa. Setidaknya kami bisa bergandeng tangan dan tertawa menatap dunia. Seperti yang aku bilang, tidak ada kehidupan yang sempurna. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD