Zombie 37 - Where Are You? 2

1826 Words
Zombie 37 - Where Are You? 2 Sudah seharian penuh mereka berkeliling-keliling kota Troxbo. Namun, belum ada tanda-tanda keberadaan Jessica dan teman-temannya. Kemana mereka pergi. Andai saja Xavier bisa membaca jejak. Pasti mereka akan dengan cepat menemukan Jessica dan yang lainnya. "Sial! Seharusnya Kiky dan Eliza tidak keluar siang itu!" Umpat Olivia kesal. Kalau saja mereka tidak keluar. Mungkin saja Kiky tidak mati di makan kawanan Zombie. Dan Eliza tidak akan tergigit dan berubah menjadi zombie. "Memangnya tidak ada yang melihat mereka menyelinap pergi?" Tanya Mark penasaran. "Kita sedang fokus pada aktivitas masing-masing. Memang cuma Jessica yang selalu mengontrol dan mengecek anggota kelompoknya. Kita menyadari mereka pergi saat Jessica kembali ke terowongan bawah tanah," sahut Olivia. "Bodoh! Sudah tahu bahaya. Malah keluar tanpa pengawasan!" Timpal Gerland ikut kesal. Meskipun belum terlalu mengenal Eliza dan Kiky. Namun, tetap saja. Apa yang di lakukan Eliza dan Kiky adalah tindakan yang sangat konyol. Yang membahayakan semua anggota kelompoknya. Hingga mereka bercerai berai, karena panik menghindari gigitan Zombie yang semakin menggila. "Gue lihat mata Jessica berkaca-kaca saat melihat Kiky di makan kawanan Zombie. Gue tahu, dia paling pandai bersandiwara. Jessica selalu ingin tampak kuat dan tegar di depan yang lainnya. Padahal gue tahu Jessica itu sangat rapuh, kita semua mengalami kehilangan. Termasuk Jessica yang kelihangan semua keluarganya di depan matanya," komentar Olivia tentang Jessica. "Ya, gue tahu itu. Makanya kita harus secepatnya menemukan mereka. Mereka pasti terkatung-katung di jalan. Apa kalian ada ide harus mencari dimana lagi mereka? Kita harus secepatnya ke kota Floxan. Rumah sakit Amehra lebih aman dari pada di jalanan seperti ini," tanya Xavier yang mulai kebingungan. Harus cari di mana lagi mereka ini? "Sebentar! Kota Troxbo mempunyai dua terowongan bawah tanah kan?" Tanya Mark. "Iya sih kalau enggak salah," jawab Xavier. "Ada apa memangnya?" "Kenapa kita enggak cari mereka di terowongan bawah tanah satunya lagi. Siapa tahu Jessica bersembunyi di terowongan bawah tanah satunya lagi. Gue yakin, mereka tidak akan pergi jauh dari terowongan bawah tanah. Secara mereka masih menunggu kita kan? Jadi mereka tidak mungkin pergi jauh-jauh. Menurut gue Jessica dan yang lainnya pasti ada di sana," dugaan Mark. "Mungkin saja, tapi itu artinya kita harus putar balik ke sana lagi. Ini sudah hampir keluar kota Troxbo. Hampir mendekati kota Hellena. Coba kita cari ke sana," dukung Gerland. Kenapa juga kemarin-kemarin mereka tidak kepikian untuk mencari Jessica dan yang lainnya di terowongan bawah tanah yang satunya. "Sorry, gue baru kepikiran setelah sejauh ini. Secara Jessica ingin tempat yang aman dan tersembunyi kan dari kawanan Zombie. Siapa tahu terowongan bawah tanah yang satunya. Menjadi opsi mereka untuk tinggal di sana," lanjut Mark. "It's ok. Kita coba cari ke sana. Sampai di sana lebih baik kita menulis di beberapa dinding. Untuk mengarahkan Jessica ke kota Floxan. Semoga saja dugaan Mark kali ini benar." Xavier membutar balik busnya ke arah terowongan bawah tanah kedua di kota Troxbo. Mereka memang belum mencarinya ke sana. "Xavier, biar gue saja yang nyetir. Lo udah telalu lama nyetir. Istirahat lah," tawar Gerland. Ia melihat Xavier terlihat sudah lelah. Dari pada terjadi hal yang tidak-tidak. Mendingan Gerland menawarkan diri untuk menyetir bergantian. "Ya, kita gantian nyetir aja. Besok baru gue yang nyetir," cetus Mark. Xavier akhinya menepikan busnya di pinggir jalan. Xavier benar-benar harus istirahat. Biar Gerland yang menyetir busnya malam ini. Karena malam ini mereka harus tetap bergerak. Agar Jessica dan yang lainnya cepat ketemu. Bermalam di suatu tempat, tentunya akan menghambat perjalanan mereka. Mrs. Sam pasti bertanya-tanya. Kenapa Xavier dan teman-temannya belum juga kembali. Namun, jika nanti sampai di sana. Xavier akan menceritakannya secara detail. Dan semoga saja, Xavier bisa membawa teman-temannya yang tersisa ke kota Floxan. Olivia memperhatikan kondisi Xavier yang sepertinya tidak begitu baik. Olivia mengecek suhu badan Xavier. Ia menyentuh kening Xavier yang cukup panas. Xavier demam ternyata. "Elo demam, badan elo panas banget," ucap Olivia. Otomatis Gerland dan Mark meliriknya. "Gue mungkin cuma kecapean Oliv, enggak apa-apa. Gue tiduran dulu, moga aja besok demamnya sudah hilang," kilah Xavier mencoba kuat. "Gue ada obat penurun demam. Elo istirahat aja. Biar Mark dan Gerland yang gantian nyetir," Olivia memberikan obat penurun demam untuk Xavier. Jangan sampai Xavier sakit terlalu lama. Demam memang bukan penyakit yang membahayakan. Namun, demam di saat wabah ini melanda. Bisa saja hal itu membahayakan Xavier. Xavier langsung meminum obat yang di berikan Olivia. Ia juga butuh obat itu. Agar bisa kembali sehat. Xavier tidak mau terlalu lama sakit. Kalau dia sakit, akan semakin lama lagi. Mereka pasti mengkhawatirkan Xavier. Karena memang saat ini tidak ada dokter di dalam bus. Mark menggenggam tangan Xavier. "Lo harus kuat Xaveir! Elo enggak boleh kalah sama demam," ucap Mark. Mark memang selalu ada saat Xavier sedang sakit. Dulu sebelum wabah ini melanda. Jika Xavier sakit, Mark pasti terus menemani Xavier. Bahkan Mark menunggu Xavier di depan tempat tidurnya semalam. Pokoknya sampai Xavier tidak demam lagi. Xavier punya kebiasaan kalau sedang demam. Dia selalu mengigau yang aneh-aneh. Malah perah sakit badannya panas karena demam. Xavier berjalan sambil tertidur. Jadi Mark harus benar-benar menjaga adiknya. "Baru kali ini Xavier demam lagi. Terakhir demam, saat dia masih SMA," ucap Mark. "Kita semua kelelahan. Semoga saja mereka cepat di temukan. Gue enggak mau Xaveir tambah parah," ujar Olivia. "Baiklah, biar gue saja yang jaga Xavier. Elo tidur saja, elo juga butuh istirahat. Kita harus menghemat stamina kita. Karena kita enggak pernah tahu, apa yang akan kita hadapi besok," saran Mark. Sebetulnya Mark juga butuh istirahat. Namun, ia tidak akan membiarkan Xavier mengigau atau berjalan sambil tertidur lagi. Hanya Mark yang tahu kebiasaan aneh yang Xavier lakukan ketika sakit. Mark jadi ingat, dulu saat terakhir kali Xavier demam. Ia menangis sejadi-jadinya. Xavier terus memanggil-manggil ibunya. Baru bisa tenang saat Mark memeluknya. Xavier memang tidak kenyang mendapat kasih sayang dari Chintya. Karena Chintya meninggal saat usia Xavier dua tahun. Jadi hanya Mark yang memberikan kasih sayang pada Xaveir. Mengganti posisi ibunya yang telah tiada. Meskipun Mark terlihat cuek. Padahal dia sangat eorduli pada Xavier. Mark berpikir, ia harus bisa menjadi kakak sekaligus ibu untuk adiknya. Meskipun orang lain terus mengejek tentang perbedaan mereka. Mark tidak perduli, karena Mark begitu menyayangi adiknya. Mark sangat sayang Jimmy Thomson dan Chintya. Ia sudah berjanji pada ayah dan ibunya untuk tetap melindungi Xavier. "Elo sayang banget kayaknya sama Xavier," ucap Olivia sambil rebahan di kursi belakang Xavier tidur. "Pasti, dia adik gue." Meskipun Mark tahu Xavier bukan adik kandungnya. Namun, rasa sayang pada Xavier tidak mungkin akan sirna begitu saja. Mereka tetap bersaudara meskipun memang tidak satu darah. Tidak satu ayah dan satu itu. Mark sendiri tidak tahu keberadaan ayah dan ibu kandungnya. Yang jelas mereka mungkin tidak menginginkan kehadiran Mark. Sehingga membuang Mark di panti asuhan. Beruntung ada Jimmy dan Chintya yang mengadopsinya sebagai anaknya. Kalau tidak, mungkin hidup Mark akan berbeda. Ia tidak mungkin menjadi ilmuan seperti sekarang. Mungkin kalau Mark hidup di panti asuhan. Sekolahnya sebatas SMA, kemudian sudah di tuntut bekerja. Karena pasti panti asuhan sudah tidak mau membiayai anak yang sudah besar. Anak yang sudah bisa mandiri tanpa harus ketergantungan lagi pada panti. Mark ingin sekali mencari tahu semuanya. Mark ingin mendatangi panti asuhan di mana ia di adopsi saat itu oleh Jimmy dan Chintya. Namun, karena kekacauan ini. Sepertinya semua itu tidaklah mungkin. Kota Troxbo saja sudah seperti kota mati. Beberapa panti asuhan di kota Troxbo pasti sudah di kerumuni oleh kawanan Zombie. Sepertinya memang Mark tidak perlu tahu orang tua kandungnya. Biarlah Mark tetap menjadi anak angkatnya Jimmy Thomson dan Chintya. Nampaknya lebih baik seperti itu. Bukan salah Jimmy dan Chintya yang mengadopsi Mark. Karena memang saat itu Chintya ingin sekali menjadi seorang ibu. Entah kenapa saat itu Chintya sangat sulit untuk hamil. Hingga Jimmy dan Chintya memutuskan untuk mengadopsi seorang anak. Jimmy ingin akan pertama seorang lelaki. Kebetulan sekali panti asuhan yang di datangi oleh Jimmy dan Chintya. Baru saja bayi lelaki di tinggalkan di depan panti. Mungkin saja memang rezekinya Jimmy dan Chintya. Mereka langsung tertarik pada bayi lelaki itu. Jimmy langsung sepakat untuk mengadopsi anak lelaki itu. Jimmy dan Chintya langsung memberikan bayi lelaki itu, Mark Thomson. Mereka tahu, kedepannya pasti akan di permasalahkan. Karena memang kulit mereka yang berbeda. Jimmy dan Chintya berkulit putih dan bermata biru. Sementara Mark berkulit hitam dan bermata hitam. Dan benar saja dugaan Jimmy dan Chintya. Mark jadi bahan Bullyan teman-teman serumah dan teman sekolahnya. Saat Jimmy mulai terkenal, Mark selalu bangga mengaku. Kalau Mark adalah anak dari Jimmy Thomson, profesor yang hebat, yang menemukan beberapa obat penyakit langka bersama Profesor Felix. Namun, teman-temannya malah mentertawakan Mark. Jelas mereka tidak percaya. Dari segi wajah dan kulit saja sudah sangat berbeda. Teman-temannya menuduh Mark mengada-ngada, tukang bohong dan suka mengarang cerita. Padahal kenyataannya memang benar, Mark hanya anak yang di adopsi dari panti asuhan oleh Jimmy dan Chintya saat itu. Chyntia selalu berbohong pada Mark. Dia terus bilang kalau Mark adalah anak kandungnya. Mark sendiri sudah curiga, tapi demi menghargai Chintya. Mark tetap mencoba percaya kalau Mark benar-benar anak kandungnya Jimmy dan Chintya. Mesipun sebagian hatinya memungkiri. Saat Chintya hamil, Jimmy terlihat sangat kentara lebih menyayangi Xavier di bandingkan Mark. Chyntia selalu bilang Jimmy seperti itu karena terlalu senang. Chintya berbicara seperti itu, agar Mark tidak merasa tersingkirkan. Chintya selalu bisa membagi kasih sayangnya. Dia tidak penah membedakan kasih sayang antara anak kandung dan anak angkat. Karena Mark dan Xavier sama-sama di urus sejak bayi. Jadi Chintya selalu merasa Mark adalah anak kandungnya. Sama sepeti Xavier yang terlahir dari rahimnya. Kasih sayang yang diberikan Chintya pada Mark. Membuat Mark juga sangat menyayangi Xavier. Chintya pernah bilang.. "Kamu adalah seorang kakak, kamu harus bisa menjadi pelindung bagi adikmu. Kamu harus menyayanginya sampai kapanpun. Ibu tahu, adik kakak itu pasti akan sering bertengkar. Tapi ibu ingatkan, jangan sampai pertengkaran membuat kalian terpecah belah, karena bagaimanapun kalian adalah saudara. Kalian adalah anak-anak ayah dan ibu," ucap Chintya saat itu. Mark masih ingat betul kata-kata itu. Chintya mengatakan hal itu, saat Chintya baru pulang dari rumah sakit. Saat Xavier bayi baru lahir ke dunia ini. Sejak itu, Mark berjanji pada dirinya sendiri. Untuk selalu melindungi Xavier, apaun yang terjadi. Ia harus bisa menepati janjinya pada Chintya. Mark tahu, kata-kata itu sengaja Chintya ucapkan. Karena mungki. Chintya sudah merasa kalau ajalnya memang sudah dekat. Karena memang saat Chintya hamil Xavier. Sakit yang ia derita sudah semakin parah. Chintya tahu, kehamilannya akan beresiko besar. Karena memang Chintya saat itu sedang dalam masa pengobatan penyakit langkanya. Chintya memaksakan diri untuk tetap hamil. Chyntia tidak mau mengugurkan bayinya. Karena Xavier lah satu-satunya keturunan dari Jimmy Thomson. Untuk bisa hamil anaknya Jimmy saja sudah sangat sulit. Lalu kenapa saat Chintya hamil, dokter bilang harus mengugurkannya. Dengan alasan akan membahayakan nyawa Chintya. Namun, ia tidak menggubrisnya. Chintya teguh pada pendiriannya. Chyntia akan tetap memperjuangkan bayi Xavier. Meskipun nyawanya yang menjadi taruhannya. Kenyataan memang pahit. Namun, Mark harus bisa menerima semua itu. Saat ini, dalam situasi seperti ini. Tidak akan ada lagi yang mengejek dirinya. Membanding-bandingkan antara Mark dan Xavier lagi. Karena yang terpenting sekarang hanyalah bertahan hidup. Melanjutkan hidup dalam dunia yang penuh kekacauan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD