BAB 3

1236 Words
Setelah mandi Andrea keluar kamar dengan menggulung rambut basahnya mengenakan handuk kecil, ia melihat Javier sedang tertidur di sofabed masih mengenakan setelan jasnya. Benar-benar tampan, Andrea merasa ada yang aneh dengan perasaannya, walaupun Javier membencinya tapi setidaknya Javier masih peduli padanya walaupun Javier sepertinya hanya memperdulikan anak yang di kandung Andrea. "Hei, bangun." Andrea mencoba membangunkan Javier dan menyuruhya mandi setelah itu baru tidur. "Jangan menggangguku," gumam Javier yang masih memejamkan matanya. Suara ketukan pintu kamar, Andrea membuka pintu kamarnya dan melihat Ibu mertuanya sedang berdiri di depan pintu. "Mom__" "Liam mana, Nak?" "Masuklah, Mom." Carolyne masuk ke dalam kamar dan melihat putranya itu tertidur di atas sofa. "Liam, bangun, Nak." Carolyne berusaha membangunkan putranya. "Sepertinya Javier kelelahan, Mom." "Baiklah, jangan bangunkan dia, Andrea, turunlah untuk makan malam, Mom akan menyuruh maid mengantarkan makanan untuknya," ujar Carolyne. Andrea mengangguk. Sebenarnya hidupnya tak terlalu rumit, walaupun ia menikah dan seperti orang asing dengan Javier tapi setidaknya ia masih punya Ibu mertua yang baik hatinya, lembut dan berparas indah, Ayah mertua yang selalu mendukungnya, dan adik iparnya yang juga baik padanya. Hanya Javier seorang lah yang tak baik padanya, sikapnya memang dingin pada Andrea, seperti itulah Javier. Seperti lebih tidak dewasa dari adiknya Jack. Setelah berganti pakaian. Andrea keluar dari kamar ganti dan melihat Javier sudah tidak ada di sofa. Begitulah rumah tangga mereka. Tak saling bertegur sapa seperti pernikahan pada umumnya. Andrea keluar dari kamar dan menuruni tangga, menuju ruang makan. Jack mengejutkannya dari belakang membuat Andrea hampir saja melompat dari tangga. "Ya tuhan, Jack, kau mengejutkanku." "Apa kau itu punya riwayat penyakit Jantung? Mudah untuk terkejut," canda Jack pada kakak iparnya. "Tapi, Jack, Javier mana?" "Aku kurang tahu, kenapa tanya padaku, Ndrea? Kau 'kan istrinya, kau pasti lebih tau dari pada aku dan aku hanya adiknya." "Aku tak mungkin bertanya jika aku tau di mana dia, Jack." "Ya sudah, jangan memperdulikannya, kita makan sekarang, aku sudah lapar." Jack menggenggam bahu Andrea, mereka pun turun dari tangga bersama. Javier melihat ke akraban Andrea juga Jack, tapi ia tak perduli, dan terserah. "Liam, besok kamu harus mengantar Andrea ke dokter, kandungannya sudah memasuki 6 bulan, Jadi kamu harus lebih memperhatikan istrimu. Dia bukan hanya istrimu tapi juga Ibu dari anakmu," ujar Carolyne dengan menyendokkan nasi untuk suaminya. "Benar kata Mommy mu, Liam, sebentar lagi Andrea akan memberikan pewaris di keluarga kita, jadi lebih perhatianlah pada istrimu," sambung Betrand. Javier mengangguk mengiyakan permintaan ayah dan ibunya. "Aku sangat bahagia, Nak, kau sebentar lagi akan melahirkan, besok kita akan tau apa jenis kelamin anak kalian," ujar Carolyne. "Aku harap kemenakanku ini adalah seorang wanita," sambung Jack mengelus perut buncit Andrea membuat Javier melihat tangan Jack yang sedang mengelus perut istrinya. "Jika melihatmu seperti itu, Jack, semua orang pasti mengira kau adalah ayah dari bayi yang di kandung Andrea " ujar Betrand tanpa berpikir panjang membuat Javier tersedak minumannya. "Kamu kenapa, Nak?" tanya Carolyne dengan memberi kode kepada suaminya tentang ucapannya barusan. "Tidak apa-apa, Mom." *** Di kamar, Andrea sedang melihat perlengkapan anaknya, ada kos kaki yang membuatnya gemes, ada baju kecil yang sesekali membuat Andrea tertawa pelan jika membayangkan jika anaknya memakai semua perlengkapan ini. Javier melihat tawa Andrea yang sesekali menghiasi senyumnya. "Apa kau sesenang itu?" tanya Javier. Andrea menatap Javier, baru kali ini Javier bertanya padanya. "Kenapa kamu menatapku?" "Aku terkejut saja, biasanya kamu tak bicara padaku, tapi sekarang___" Andrea tersenyum. "Aku hanya bertanya." "Apa kau perlu bertanya lagi ketika sudah sangat jelas terlihat di wajahku ini? Semua Ibu pasti sangat senang, Tuan, ketika sebentar lagi ia akan melahirkan, kau ayah macam apa, tak pernah bahagia dengan kehadiran anakmu di rahimku ini, menganggapku ada saja tak pernah," sindir Andrea dengan membentang baju-baju yang sudah di siapkan Carolyne untuk cucunya nanti. "Kau itu hamil baru enam bulan." "Tapi setidaknya akan ada gambaran, anakku itu cowok apa cewek." "Anakmu? Itu juga anakku." "Kenapa jadi tumben kau banyak bicara" tanya Andrea. "Karena aku punya mulut." "Kenapa tak kau gunakan dari dulu kalau kau merasa punya mulut? Dan merasa punya anak?" "Kau benar-benar cerewet, aku mengajakmu bicara salah, tidak mengajakmu bicara juga salah, tidak ada gunanya bicara padamu." "Jangan dengarkan ayahmu, ya, Nak. Kau harus seperti ibu, jangan seperti ayahmu," ujar Andrea berbicara pada perutnya dengan mengelusnya lembut. Javier menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar Andrea sejak tadi berbicara. *** Esok paginya setelah sarapan, Andrea dan Javier bersiap ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan Andrea yang sudah memasuki enam bulan. Andrea tersenyum simpul ketika ia akan di antar oleh Javier untuk pertama kalinya selama ia hamil. Senyum Andrea ketika menuruni tangga. Tapi kenyataan yang ia lihat, Javier memeluk Katie, Katie sahabat Javier dan tentu saja sudah mengenal keluarga Max sejak dulu, Javier memeluk Katie penuh perasaan, itu terlihat ketika Javier mengelus punggung wanita cantik bak model itu, Andrea merasakan hatinya panas, sedikit lagi mungkin akan terbakar melihat Javier memeluk Katie dengan tulus, tapi sebagai istrinya pun Andrea tak pernah mendapatkan pelukan itu, jangan kan sebuah pelukan, di sentuhpun Javier enggan Andrea mengelus perut buncitnya dan kembali naik ke atas menuju kamarnya, seakan dunianya runtuh, ia pun tak tau kenapa hatinya seperti itu, rasanya sakit dan seperti tak akan bisa bangkit lagi. Andrea duduk di pinggiran sofa bed, mengelus dadanya sekilas, ujung matanya melihat gelas berisi air mineral di atas nakas, Andrea meminumnya sampai tandas tak tersisa. Mengatur napasnya yang memburu karena geram. Javier masuk kedalam kamarnya dan mendapati Andrea yang sedang terbaring di atas sofabed. "Ndrea, kita harus ke Dokter." Tak ada jawaban dari Andrea. "Andrea, jangan memaksaku untuk mengangkatmu." "Jangan menggangguku, Tuan," gumam Andrea. "Tenlyn sudah menunggu kita di rumah sakit, aku juga harus ke kantor, apa kau tak bisa mengerti?". "Pergi saja ke kantor dan hubungi Tenlyn kita tidak jadi ke sana," ujar Andrea tanpa membuka pejaman matanya malah berbalik membelakangi Javier. "Ada apa denganmu? Semalam kau sangat semangat memeriksakan kandunganmu, sekarang kau malah membatalkan janji kita menemui Tenlyn, selama mengenalmu aku jadi banyak bicara, aku tak bisa menahan emosiku jika terus saja kau seperti ini, Nona Andrea." "Jika kau emosi pergi saja sana," ujar Andrea. "Ya sudah, kau memang aneh, selalu saja seperti ini, membuatku muak saja," ujar Javier melangkah meninggalkan Andrea yang masih terbaring, Javier menutup pintu dengan keras. Andrea duduk dan menatap kepergian Javier suaminya. Dasar Javier, tak pernah mengerti dengan perasaan seorang wanita, dia tak peka, dia selalu beranggapan apa pun yang dia lakukan semuanya benar menurutnya. Andrea mengambil ponselnya dan menelpon seseorang di seberang sana. "Helo, Kak." "Hai, Ndrea, apa kabar?" "Aku baik. Kak, aku bisa minta tolong sama kakak?" "Tentu saja bisa, Sayang, katakan, apa ada sesuatu yang kamu inginkan?" "Temani aku kedokter, ya." "Bukannya kau akan pergi dengan suamimu?" "Tidak jadi, ada sesuatu yang harus dia urus." "Apaan suamimu itu, sudah tau istrinya hamil dan akan ke dokter tetap saja lebih memperhatikan pekerjaannya." "Aku akan menjemput Kakak ke rumah." "Iya sayang, aku tunggu." Andrea mengakhiri telpon. Tak ada yang bisa menemaninya selain Jeny kakak Iparnya, Ibu mertuanya sibuk di butik miliknya Andrea keluar dari kamarnya dan menuruni tangga, Javier benar-benar pergi, Katie pun tak terlihat. "Ndrea, sejak tadi kau di kamar?" tanya seorang wanita, Andrea berbalik dan melihat Katie. "Katie? Kau di sini__" "Aku sudah sejak tadi di sini." "Terus?" "Aku akan menginap dinsini selama 1 bulan, apartemenku di renovasi dan aku tak punya tujuan, Javier menawarkanku untuk sementara tinggal di sini," ujar Katie. Tapi terdengar seperti seseorang yang menyindirnya. "Oh syukurlah, Javier benar-benar berperan penting, ya." ujar Andrea terdengar seperti sebuah sindiran untuk Katie. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD