Beberapa minggu telah berlalu, Andrea selalu berusaha mencoba melupakan semua yang telah terjadi dengan dirinya, kondisi tubuhnya pun melemah, ia seperti kehilangan semangat, ia tak tau tidak semangat karena apa, Tapi yang ia yakini ia kesepian ketika ia berhenti clubbing bersama teman-temannya.
Adams pun senang melihat perubahan adiknya yang telah meninggalkan dunia malam tapi perubahan sikap Andrea pun membuatnya terganggu.
Adams, Jeny dan Cloe sedang menikmati makan malam tanpa Andrea.
"Daddy, Aunty mana sih? Kenapa tidak makan malam sama-sama kita?" tanya Cloe.
Adams melihat ke lantai atas, melihat pintu kamar adiknya yang masih tertutup sejak tadi
"Sayang, panggil Andrea untuk turun makan malam," perintah Adams pada istrinya.
Jeny mengangguk lalu berjalan melewati anak tangga dan menuju ke kamar Andrea.
Jeny membuka pintu kamar dan melihat adik iparnya itu masih menutupi seluruh badannya dengan selimut. Jeny mendekati ranjang dan duduk di tepi.
"Andrea, Adams memanggilmu makan malam," ujar Jeny.
Andrea membuka selimut yang menutupi wajahnya sebagian.
"Aku tidak lapar, Kak," jawab Andrea.
"Makanlah, Sayang, sejak pagi kau tidak makan apa-apa."
"Tidak, kak, aku benar-benar tidak nafsu makan."
"Ada apa, Andrea? Apa kamu sakit? Kita besok ke dokter, ya"
"Aku tidak kenapa-napa, Kak," ujar Andrea dengan menepuk lengan kakak iparnya.
"Tapi akhir akhir ini aku melihatmu seperti kehilangan semangat hidup saja"
"Aku hanya butuh istirahat kok kak, Kak Jen," jawab Andrea.
Suara ponsel Andrea pun berdering, nada dering khas dirinya lagu
Ed-Sheeran yang berjudul PERFECT.
Andrea mencoba meraih ponselnya, Jeny tersenyum dan mengambil ponsel itu untuk Andrea.
"Ini ponselmu, baiklah, aku pergi dulu, aku akan menyuruh Lily membawakanmu makanan," ujar Jeny bangkit dari duduknya.
"Makasih, Kak,"
Jeny mengangguk di susul dengan gelengan kepalanya.
"Helo, Natalie."
"Kenapa sejak pagi kau sangat susah di hubugi, Ndrea?" tanya Natalie diseberang telpon.
"Ada apa? Kenapa kau terdengar panik?"
"Aku tak bisa mengatakannya lewat telpon, aku akan ke rumahmu, jadi tunggu aku."
"Baiklah."
Natalie mengakhiri telpon dan melajukan mobilnya menuju rumah Andrea.
*
Tiga puluh menit kemudian Natalie sampai di rumah Andrea.
Jeny membuka pintu rumah dan melihat Natalie sedang berdiri tegap di depan pintu dengan seulas senyum.
"Masuk, Nat," ajak Jeny.
"Makasih, Kak Jen."
"Siapa, Sayang?" tanya Adams dan melihat kehadiran Natalie. "Jangan mengajak Andrea clubbing lagi, Natalie, dia sedang sakit."
"Tidak kok, Kak, aku kemari hanya mau menjenguknya, lagian aku juga sudah berhenti clubbing, Kak Adams," sambung Natalie.
"Syukurlah kalau begitu, Andrea ada di kamarnya," ujar Adams.
"Syukurlah kamu datang, Natalie, bujuk Andrea untuk makan ya, sejak pagi dia belum makan apa-apa," ujar Jeny dengan memegang lengan Natalie.
"Iya, Kak Jen, aku akan mencoba membujuknya, kalau begitu aku akan ke kamar Andrea."
Natalie berjalan melewati anak tangga dan menuju kamar Andrea.
Natalie memutar gagang pintu dan membukanya lebar, ia melihat Andrea sedang menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Natalie menggeleng lalu berjalan menghampiri Andrea dan melompat di atas ranjang, Andrea terkejut.
"Ya tuhan, Natalie, kau membuatku terkejut saja," ujar Andrea.
"Aku tak mau basa basi, ya, aku kemari karena ada sesuatu yang penting yang harus kamu tau," ujar Natalie dengan wajah paniknya.
"Ada apa sih?" tanya Andrea dengan merubah posisinya dan duduk di hadapan sahabatnya.
"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Andrea lagi.
"Aku akhirnya tau siapa pria yang menghabiskan malam itu bersamamu," ujar Natalie, Andrea langsung membungkam mulut Natalie.
"Jangan kencang-kencang, Nat, jangan sampai keluargaku tahu."
"Baiklah, begini, Andrea, pria yang bersamamu malam itu adalah seorang Milliader."
"Dia yang bersamaku dan__"
"Iya. Dia orangnya, aku sudah menceknya lewat temanku, salah satu temanku bekerja sebagai salah satu staf hotel, jadi dia langsung tau hanya dengan mengeceknya."
"Siapa dia, Natalie?"
"Kau pasti akan terkejut mendengarnya."
"Ya katakan saja padaku, siapa dia?"
"Dia adalah pria idamanku, Andrea, namanya Javier Liam Max"
"Apa? Jajajavier Max?"
"Iya, kau terkejut, bukan?"
"Jadi dia yang sudah merenggutku dan memberikan uang sekopor itu?"
"Uang se koper? Mana uangnya, Ndrea? Aku minta sedikit beberapa dolar saja, ya, boleh tidak, Ndre?"
"Diamlah, Natalie, kau seperti kekurangan uang saja, aku saja tak pernah mengambil selembar uang yang di koper itu, aku akan mengembalikannya pada Javier pria b******k itu."
"Kau yakin?"
"Dia pasti mengenalku, aku akan membuat perhitungan dengan dia."
"Jangan mencari masalah dengannya, Ndrea, kau 'kan tau dia tak pernah terkalahkan."
"I dont care, Natalie, aku harus membalas semua ini, enak saja dia menyentuhku dan dia masih diam saja?"
"Terus rencanamu apa selanjutnya?"
"Aku akan menemuinya dan bertanya padanya, lalu mengembalikan koper yang sudah pria itu kasih, aku tak mungkin tinggal diam setelah tau siapa pria yang sudah merenggutku, Natalie."
"Aku bukan p*****r, Natalie, aku bukan p*****r, teganya dia memberiku uang sebanyak itu setelah harta berhargaku sudah di rebut?"
"I Know, Andrea, tapi jangan terburu-buru seperti itu."
"Aku akan menemuinya."
***
Esok paginya Andrea sengaja menunggu Adams berangkat kerja, agar dia bisa menemui Javier pagi ini, dengan menenteng sekoper uang di tangannya, Andrea berjalan hendak keluar rumah, tapi Jeny mencegahnya.
"Ndrea, kamu mau kemana?" tanya Jeny
"Aku ada urusan, Kak, aku akan cepat kembali."
"Terus isi koper itu apa?".
"Oh ini? Koper ini milik Natalie, aku akan mengembalikannya pada Natalie," ujar Andrea yang terpaksa berbohong.
"Kita tidak jadi ke dokter?"
"Lain kali saja, Kak, ya, aku pergi." Andrea berjalan memunggungi Jeny.
***
Javier baru saja menyelesaikan meeting, ketika hendak masuk kedalam ruangannya, sekretarisnya mencegahnya.
"Tuan---"
"Ada apa, Sisca?" tanya Javier.
"Seorang wanita menunggu anda di dalam."
"Baiklah."
Javier masuk ke dalam ruangannya dan terkejut melihat Andrea sedang menunggunya.
Javier salah tingkah, ia bingung harus melakukan apa melihat wanita yang pernah menghabiskan malam bersamanya ada di ruangannya, Javier mengakui bahwa malam itu benar-benar indah.
Beberapa pertanyaan membayangi kepalanya,
Ada apa? Apa Andrea sudah tau?
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Javier mencoba santun dan duduk di hadapan Andrea.
Andrea menggeser koper berisi uang itu di hadapan Javier.
"Ambil uang kamu, kau pikir kau bisa menutupi semuanya dengan uang? Aku bukan p*****r, Tuan, kau salah," ujar Andrea.
"Aku tak pernah menganggapmu p*****r, Nona."
"Terus, kenapa kau memberikanku uang? Bukankah yang menerima uang setelah bercinta adalah seorang p*****r?"
Javier mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada seseorang.
"Terus, kau mau apa? Aku juga di jebak melakukan itu, saat bangun aku sudah melihatmu berada di sampingku," ujar Javier mencoba menjelaskan.
"Kau di jebak? Apa itu perlakuan seorang pria yang telah merenggut keperawanan seorang wanita?"
"Aku 'kan sudah bertanya, kamu mau apa?"
"Aku mau kau minta maaf."
"Ya, aku minta maaf."
"Kau__"
"Apa lagi? Kau bukannya menyuruhku minta maaf?"
"Setelah semua yang kau lakukan?"
"Nona, aku tidak meakukannya dengan sadar dan aku lihat kamu pun menikmatinya."
Jack datang keruangan Javier dan melihat Javier memberikan kode kepadanya.
Jack duduk di samping saudaranya.
"Baiklah, aku akan pergi, semoga di kehidupan mendatang aku tak pernah bertemu dengan pria sepertimu." Ujar Andrea beranjak dari duduknya hendak melangkah ke pintu keluar tapi badannya tiba-tiba kehilangan keseimbangan, ia jatuh dan pingsan.
Di rumah sakit, Andrea ternyata hamil, keseimbangan tubuhnya pun melemah, Javier bingung harus bagaimana, cinta semalam yang ia habiskan bersama Andrea ternyata membuahkan hasil.
Andrea saat ini mengandung anaknya.
Ada rasa senang tapi juga sedih, ia tak pernah berniat menikah, namun jika sudah seperti ini tak ada pilihan lain selain bertanggung jawab.
Flashback Off
BERSAMBUNG