Skalla-29

1923 Words
PENGUMUMAN “Wih, apa nih, apa nih” Sasha yang baru datang langsung merangsek ke dalam kerumunan anak-anak SMA Bintang Mulia yang pagi ini sudah berkumpul di depan mading karena ada pengumuman yang baru saja di tempel. Kedua mata kucingnya menatap deretan kata yang tersusun dalam sebuah kalimat informasi.  Diberitahukan kepada seluruh murid kelas sepuluh, bahwa minggu depan tepatnya tanggal 30-31 Januari 2021, SMA Bintang Mulia akan mengadakan camping di Mandalawangi Cibodas Camping Ground, Jawa Barat.  Untuk informasi perlengkapan yang wajib dibawa, akan disampaikan oleh ketua kelas masing-masing. Tertanda, Ketua Osis “Yeeeyyy!!!!”  Seperti gelombang ombak yang menerjang penuh irama, sorakan demi sorakan terdengar dari segala penjuru sekolah karena hari ini ada pengumuman Camping yang rutin diadakan setahun sekali. Bukan hanya kelas sepuluh melainkan kelas sebelas juga. Kelas sebelas camping di tanggal sama namun tidak di tempat yang sama. Sementara kelas 12 akan mengadakan PAS, lalu saat kelas sepuluh dan sebelas PAS, kelas dua belas akan mendapat bimbingan selama satu minggu untuk membahas soal-soal ujian nasional. Sepanjang koridor, seluruh isi kelas, sibuk membicarakan tentang Camping dan Camping, sepertinya topik Camping menjadi trending no.1 di SMA Bintang Mulia. Grup gosip SMA BMB juga ramai membicarakan kegiatan apa yang nantinya akan mereka lakukan disana. Di circle Letta, siapa yang masuk grup gosip? Tentu saja si miss petasan banting yang sepertinya akan bertransformasi menjadi duta gosip sedunia dan duta heboh sedunia alias tidak penting banget. “Enaknya gue bawa apa aja ya nanti” Letta menggosok telinganya, sudah lebih dari 10x Sasha bertanya seperti itu. Padahal tadi pagi ketua kelas sudah menyebutkan perlengkapan apa yang harus mereka bawa dan bahkan ketua kelas memberikan satu lembar daftar itu kepada seluruh isi kelas agar mereka tidak lupa. Memang dasarnya Sasha ini makhluk super heboh yang suka mempersulit diri sendiri. “Di jawab mancing emosi, nggak di jawab kok kasihan” Lisa menggelengkan kepala seraya mencomot bakwan goreng milik Letta, sang empu tidak peduli, toh harga gorengan berapa sih.  “Ih serius, kayaknya gue kudu bawa pakaian yang banyak. Sekalian kan bisa koleksi banyak foto OOTD.” tidak mempedulikan raut wajah eneg teman-temannya, kecuali Angel tentu saja yang senantiasa memasang wajah penuh pengertian. Pribadi Sasha yang selalu ceria seperti ini justru penting untuk menghidupkan circle mereka. Kalau bukan Sasha mau siapa lagi? Letta dan Lisa satu tipe, sementara dia tak pandai membuka percakapan atau melontarkan candaan receh seperti Sasha.  “Atau gue harus bawa ring light juga biar bisa ambil gambar di dalam tenda? OH MY!”  “Setan!” Maki Letta kaget saat Sasha tiba-tiba berseru keras. "Gue sumpel juga mulut lo pake gorengan" lanjut Letta seraya mengusap dadanya.  “Ini tuh super penting" Sasha tak mengindahkan gerutuan Letta. "Gue harus bawa sleeping bag. Biar badan gue nggak sakit-sakit pas tidur di dalem tenda, iya, iya bener” Sasha menuliskan kata Sleeping bag pada lembar kertas yang tadi di bagikan oleh ketua kelas berisi daftar perlengkapan yang harus dibawa.  “Terus apalagi ya…” Sasha mengedarkan pandangan, menatap satu persatu teman-temannya yang sedari tadi hanya diam. “Kalian kok diem aja? Yang excited gitu loh, gais!” “Kalo excited versi lo itu namanya alay, lebay, berlebihan, cantik!” Lisa melempar kulit kacang ke arah Sasha yang langsung menepisnya dengan gulungan kertas.  “Yeee, gue tuh nggak alay, lebay dan berlebihan, cuma cara gue mengekspresikan suka cita tuh beda sama manusia gak mau ribet macam lo.” Sasha menyipitkan matanya, dia mengetuk-ngetukan bolpoin pada dagu. “Biar gue tebak, pasti di antara daftar ini gak akan ada yang lo bawa kecuali seragam olahraga” “Tuh lo tau” jawab Lisa singkat padat jelas. “Bawa aja apa yang di suruh, Sha. Lagian biar lo nggak ribet juga bawa ini itu, kan? Ini cuma dua hari loh, bukan seminggu atau sebulan” Angel memberitahukan dengan lembut setelah melongok isi daftar tambahan Sasha. Sasha menjatuhkan punggungnya pada sandaran kursi kantin.  “Gitu ya?” “Bagusnya sih gitu” Angel mengangguk seraya tersenyum geli. Sasha menoleh ke arah Letta. “Menurut lo gimana, Ta?” “Ngapain lo tanya gue?” Sasha mendengus, memang salah banget dia bertanya ke Letta. “Iya juga ya, orang lo itu 11-12 sama si Lisa muka tembok, jutek, judes, pokoknya dia tuh gak asik” “Nyenyenye!” “Eh, eh, kak Gevit, kak Gevit... “ Keempat gadis itu spontan menoleh ke arah pintu saat salah seorang gadis yang duduk di bangku samping Letta berseru heboh. “Ya gusti nu agung, kasep pisan…” “Subhanallah banget gak sih kak Gevit tuh, tampannya…” “g****k! Masyaallah b**o, bukan subhanallah” Letta hanya bisa menggelengkan kepala sekali lagi saat menatap meja samping yang isinya ciwi-ciwi tukang rumpi. Mana yang jadi bahannya adalah abang satu-satunya lagi. Lagipula, itu si Gevit ngapain sih ke kantin lantai 1? Caper banget. “Ta” “Apa?” Tujuan Gevit ke lantai 1 tentu saja untuk bertemu dengan Letta. “Ikut ke Mandalawangi?” “Ikutlah, kenapa emangnya?” “Cuma tanya doang sih” Gevit duduk di samping Letta, cowok itu menarik selembar kertas yang ada di depan adiknya. Membaca sekilas perlengkapan yang tertulis disana. “Butuh belanja nggak?” “Nggak ah, orang gini doang” “Ya siapa tau aja” Letta menghela nafas, menatap abangnya dengan tatapan super lelah sekaligus keheranan. “Abang turun ke lantai 1 cuma buat tanya ginian? Kurang kerjaan banget sih” “Hust!” Sasha ingin sekali memukul Letta, tapi karena posisinya terlalu jauh jatuhnya dia hanya menabok angin, gadis itu menegur Letta. “Lo jangan gitu, Ta. Kak Gevit udah perhatian loh mau turun cuma buat tanya apa lo butuh sesuatu buat di beli.” “Yakan bisa telepon, Sha. Nggak harus kan dia turun?” “Apa sih kok jadi berantem” Lerai Gevit. Dia mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan. “Nih, abang balik dulu. Makan yang banyak, kalo butuh apa-apa telepon aja, oke?” sebelum pergi, Gevit meninggalkan usapan di kepala adiknya. Sebagian besar ciwi-ciwi hanya menatap penuh iri ke arah Letta yang punya kakak laki-laki yang baik dan perhatian mana royal lagi. Di jaman sekarang, kakak laki-laki selalu menyebalkan entah kenapa. Bahkan tidak sedikit dari mereka justru canggung untuk melakukan skinship dengan adik perempuannya. Padahal, adik tidak pernah keberatan jika kakak ingin melakukan skinship, justru senang karena dia akan merasa kakak sayang padanya. Tapi ya gitu, di lihat dulu skinship nya. Skinship disini bukan menjurus ke hal-hal yang tidak senonoh tentu saja. Kalau punya kakak yang seperti itu, mending enyahkan saja daripada mengganggu ketenangan.  Kirim ke RSJ boleh tuh, siapa tau di masa lalu dia adalah pasien yang kabur. “Wih, dapet traktiran makan nih dari Letta” seru Lisa dengan semangat. Letta menggeser uang lima puluhan ke tengah meja. “Abisin aja deh” “Sha!” panggil Lisa. Tanpa dikomando dua kali, Sasha dan Lisa langsung ngacir ke stand makanan yang ada di kantin untuk membeli porsi kedua makan siang mereka kali ini.  "Mereka tuh kalo dapet gratisan kenapa seneng banget, heran" Angel menggelengkan kepala heran. Padahal dia pikir, uang saku Lisa dan Sasha jumlahnya tidak sedikit. "Apalagi si Lisa tuh akhir-akhir ini jadi seneng banget kalo dapet traktiran. Dia cuma mau ke kantin kalo ada traktiran doang" imbuh Letta seraya menyugar rambut. "Tadi gue nggak sengaja lihat luka di tangan Lisa" "Luka apa?" "Gak tau sih, mirip sayatan" Jantung Letta berdetak lebih cepat, gadis itu menoleh ke arah Lisa yang tengah bercanda dan sesekali tertawa dengan penjual makanan. "Nggak mungkin kan dia self harm? Setahu gue keluarganya baik-baik aja sih" "Gue sebenernya mau nanyain ini tapi takut dia nggak nyaman" "Jangan deh, Ngel. Biarin aja dia kayak gini, kalo dia mau cerita ya kita kasih perhatian, soalnya ada beberapa hal yang memang nggak perlu diberitahukan ke semua orang" "Right" -Tahubulat- “Gue suntuk banget, malam mingguan kuy” Vero menutup Ipad nya, dia selesai mengerjakan tugas yang hanya berisi 5 soal, tapi jawabannya bisa sampai 7 lembar. Jarinya semakin keriting karena kebanyakan mengetik di atas layar, padahal biasanya jarang chat dan lebih suka melakukan telepon. “Bener juga sih” Leo menambahi seraya melakukan peregangan otot-otot jarinya hingga berbunyi. "Gila, jari gue bisa lepas semua kalo gini caranya" “Gue ada rekomendasi tempat nongkrong yang pastinya keren” Gevit ikut nimbrung, dia menggeser ponselnya dan berhenti di depan Vero yang kebetulan duduk di tengah. Leher Leo dan Alfa langsung memanjang untuk melihat ke dalam ponsel Gevit. “Widih, agak jauh tapi nggak apa-apa. Kayaknya seru juga” Alfa menggulir foto tempat nongkrong yang dimaksud oleh Gevit.  Pertemanan mereka kembali seperti semula, tidak ada lagi perselisihan karena seorang gadis, baik antara Alfa dan Vero atau Gevit dan Leo. Mungkin mereka masih sama-sama berambisi untuk mendapatkan gadis yang mereka inginkan, tapi tidak dengan cara kotor lagi. Leo hanya perlu menunggu, sementara Vero.. entahlah. Dia sepertinya akan melupakan sejenak tentang perasaannya pada Aletta karena sekarang yang ada di pikiran cowok itu hanya Lisa. Jadi, bisa dikatakan kalau hubungan Alena-Gevit baik-baik saja sampai hukuman itu berakhir, dan hubungan Letta-Alfa juga sangat baik-baik saja karena tidak ada masalah sampai detik ini. Keduanya pacaran seperti remaja normal lainnya.  “Pake mobil gue ajalah biar gampang” Leo seperti biasa menawarkan kendaraannya dengan percuma. Dia tidak pernah meminta uang ganti untuk bensin atau apapun, karena bagi Leo, untuk apa perhitungan dengan teman sendiri? “Oke, gue sama Alfa ntar ke rumah Vero aja, lo jemput disana biar nggak ribet bolak balik” “Boleh tuh” Setelah sedikit mengobrol, mereka, kecuali Vero kembali mengerjakan tugas masing-masing tanpa menyontek jawaban dari teman. Kalau hanya mengandalkan contekan, mana mungkin mereka sanggup bersaing kelak? hidup mereka tidak berhenti di masa SMA, dengan kata lain, pesaing mereka juga bukan dari kalangan anak-anak SMA lagi. Kalau mental mereka saja masih begitu, yakin deh, saat memasuki dunia kerja nanti atau dimanapun mereka berada nanti, yang bisa mereka lakukan hanya ngang ngong ngang ngong. “Eh btw, kita jarang bahas ini” Alfa menyangga kepalanya dengan satu tangan, menatap ke arah teman-temannya. “Setelah lulus nanti kalian mau lanjut kuliah dimana? Jangan bilang kalian belum mikirin?” Ketiganya menaikkan sudut bibir, lantas mengeluarkan semacam gantungan kunci berwarna hitam yang ada tulisan BINUS di atasnya.  “Gila!” Seru Alfa kagum sekaligus terkejut, wajah terkejut cowok itu mengundang gelak tawa ketiga temannya. “Bisa banget kalian kompakan!” “Ya gimana, mumpung masih bisa bareng-bareng kan?” Gevit memasukan gantungan kunci itu ke dalam tas lagi. “Setelah lulus kuliah nanti kita pasti pisah karena tuntutan pekerjaan masing-masing” “Yep, bener banget.” Vero mengangguk setuju, mereka bukan tidak pernah membahas tentang masa depan. Sering kok dulu, sebelum virus bucin menyerang, setiap berkumpul dirumah Leo ketiganya pasti akan menyelipkan pembahasan tentang kemana mereka akan membawa langkah kaki ini setelah lulus dari SMA Bintang Mulia. Bahkan nih bahkan, sekarang mereka bertiga les di tempat yang sama pula. “Anak-anak, waktu kalian tinggal lima menit. Bapak akhiri dulu kelas hari ini” seorang laki-laki separuh baya masuk, dia menuju meja nya dan merapikan buku-bukunya.  “Iya, paak” “Meski kalian sibuk, tetap semangat ya! Selamat siang” “Siang paakk” Setelah guru itu keluar, seluruh isi kelas memasukan Ipad mereka ke loker meja masing-masing untuk dipakai minggu depan. "Gais jangan lupa ya, satu minggu lagi kita PAS, ditingkatkan semangat belajarnya, tunjukan kalau kita anak unggulan pasti bisa dapet nilai yang bagus" ucap ketua kelas sebelum akhirnya meninggalkan kelas untuk pulang.  "Pak ketu nggak ada bosen-bosennya bilang gitu, heran" cibir Leo yang malah mengeluarkan ponsel. Berniat mabar dengan Vero.  "Tugas dia lah" "Mabar kuy" "Gas!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD