Bab 8

987 Words
"Bar!! sepulang kerja kita beneran mo mampir!!" seru Deni seraya melambaikan tangan. "Sialll!!!" Bara menendang udara ketika pintu lift tertutup. Dari awal Bara sudah menduga berteman dengan orang-orang itu hanya merepotkan hidupnya. "Rusun?? Tidak! Tidak! aku tak sudi tinggal di rusun, apalagi bertetangga dengan orang-orang itu!" Bara bergidik membayangkan satu bangunan dengan Deni, Rudy, dan Rosi. Ting! Pintu lift terbuka. Bara terperangah melihat pria yang baru saja masuk. Rahardian. Bara bertemu pandang dengan Rahardian, keduanya saling menatap beberapa detik. Bara merasakan darahnya mulai mendidih sampai ke ubun-ubun. "Psstt!! Bara!" "Psssstt!! Bar!!" Bara tersentak ketika wanita di belakang Rahardian memelototinya. Starla memberi isyarat agar Bara bergeser. Bara segera menunduk sambil membenarkan letak kacamatanya. Kakinya bergeser hingga ke pojok lift. Rahardian berbalik memunggungi Bara, tetapi semenit kemudian ia menoleh ke arah Bara. "Kau-- pegawai baru itu, kan? asisten Monalisa?" tanyanya. "Benar, Pak!" jawab Starla sebelum Bara membuka mulutnya. Rahardian mangguk-mangguk, tangannya mengusap dagunya beberapa kali. "Ada apa, Pak?" tanya Starla yang menyadari kegusaran Rahardian. "Bukan apa-apa. Hanya saja-- yah! matanya mengingatkanku pada seseorang." Deg! Bara menelan saliva. Mungkinkah Rahardian menyadari tatapannya tadi? "M-maaf Pak karena saya sudah tak tahu diri. Seharusnya saya segera bergeser ketika Anda masuk. Sekali lagi saya mohon maaf karena sebagai pegawai baru saya belum memahami seluruh tata tertib kantor," ujar Bara segera seakan menjelaskan bahwa dirinya hanyalah karyawan biasa. "Ah, benar! Kau hanya karyawan. Otakku mungkin terlalu lelah sehingga mengiramu orang lain." Sekilas Rahardian menatap penampilan Bara dari ujung rambut hingga ujung kaki, matanya berhenti pada tahi lalat besar di atas bibir Bara. "Mungkin aku benar-benar tak waras karena menganggap orang sepertimu adalah dia. Ck!Ck! Ck!" Rahardian menghembuskan nafas panjang kemudian berbalik memunggungi Bara lagi. "Oh, ya! terimakasih atas presentasimu waktu itu. Mona! Berikan dia bonus atas penampilan apiknya kemarin." Rahardian menoleh pada Starla yang berdiri di sampingnya. "B-bonus?" ulang Starla tak percaya. "YA! tanpa asistenmu ini kedudukanku di perusahan ini akan dipertanyakan oleh dewan direksi," ungkap Rahardian. Wajahnya berubah menegang. Ting! Pintu lift terbuka. Starla bergegas untuk mengikuti Rahardian, tetapi Rahardian menolaknya. "Kau tak perlu mengantarku. Kembalilah ke ruangan bersama asisten mu!" perintah Rahardian. "Tapi berkasnya pak--" Starla membuka-buka kertas di dalam tas file nya. "Aku pusing dan ada janji dengan teman lama. Lakukan saja seperti biasa. Aku akan mengeceknya setelah semuanya Kau selesaikan." "Tap--tapi, Pak--" "Daa!!" Rahardian melambaikan tangan pada Starla dan Bara. Ting! Pintu lift tertutup. "BANG$AAAATT!!!" umpat Starla. Kakinya terbuka, tubuhnya sedikit menunduk dengan tangan mengepal. Bara mundur hingga punggungnya menabrak dinding lift. "The Real Mak Lampir!" batin Bara. Matanya menatap ngeri kelakuan Starla yang seperti wanita gila. "RAHARIDAN!! Ku doakan Kau lengser dari posisimu!! Semoga Kau DIPECAT, JADI MISKIN, DAN GELANDANGAN!!" umpat Starla lagi. Bara mengamini ucapan Starla, tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyum sementara jarinya bermain ponsel, mengetik pesan untuk Devan. "Hai! PIKAT!! Ngapain Kau senyam-senyum sendiri?!!" Bara tersentak hingga ponselnya nyaris terlepas dari jarinya. "Bu Mona-- Saya tidak senyum." Bara segera memasang wajah datar andalannya. "Tidak senyum katamu?! jelas-jelas bibirmu bergerak ke samping seperti ini!" Starla menarik ujung bibirnya sendiri menggunakan jarinya. "Ooooo... Atau Kau sengaja merekamku dengan ponselmu, ya?!!" Starla menatap curiga pada ponsel di tangan Bara. Cepat-cepat Bara memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia tak mau mengambil resiko jika Starla sampai merebut ponsel miliknya itu. "Mana mungkin saya melakukannya, Bu. Saya tidak berani." "BOHONG! Sini berikan ponselmu!" Sial!! Benar dugaan Bara, Starla pasti meminta paksa ponsel miliknya. "Saya sedang mengirim chat pada pacar saya. Saya tidak merekam Anda, Bu!" Bara kekeh membela diri. Namun, bukan Starla namanya jika tidak berbuat nekat dan sembarangan. Wanita ber make up menor itu maju ke arah Bara. Tangannya bergegas merogoh saku celana asistennya itu. Whats?? Cewek Sinting!!! Bara menahan tangan Starla "Apa yang Anda lakukan, Bu?!!" tahan Bara. Wanita tak tahu malu itu seolah tak peduli. Tangannya memberontak dan menelusup sebagian ke dalam saku Bara. "Ups!!" Mata Bara membulat sempurna ketika jari Starla menyentuh sesuatu yang tak seharusnya disentuh. Ting! Pintu lift terbuka. Listy dan beberapa orang mematung di depan pintu lift. Mereka terlihat shock dengan pemandangan tak biasa yang tersaji begitu jelas di siang bolong begini. "AHA!! Dapet!!" Starla mengacungkan ponsel Bara di depan wajah asistennya itu. Ia lantas berbalik dan baru menyadari pintu lift yang terbuka. "Kalian kenapa diam disitu? Mau masuk apa tidak? ganggu orang lagi sibuk aja!!" sergah Starla dengan wajah kesalnya. Listy menelan saliva. "Si--silahkan dilanjut, Bu. Kami-- menunggu lift selanjutnya saja!" ucapnya, masih dengan ekspresi shock luar biasa. Ting! Pintu lift tertutup. Starla membuka ponsel Bara, mencari galeri yang kosong tak berisi apapun. Beberapa detik kemudian sebuah pesan baru masuk. D : Saya masih rapat. Nanti saya hubungi. Starla menatap bergantian antara layar ponsel dan wajah Bara. "Bu, kem--kembalikan milik saya-- ehm maksud saya ponsel saya!" otak Bara masih ngelag setelah apa yang Starla lakukan padanya tadi. "Nih! nggak ada apa-apanya!" Starla melempar begitu saja ponsel itu ke arah Bara yang dengan sigap menangkapnya. "Saya sudah bilang tidak merekam! Saya tidak bohong!" ucap Bara kesal. "Iya! iya tahu!" balas Starla. Bara mendengus, merasa kesal dan jengkel pada wanita gila di depannya itu. Pintu lift kembali terbuka, Starla keluar diikuti oleh Bara. Keduanya menuju ruangan yang sama. Jika Bara sudah kembali normal, maka tidak dengan Starla. Rupanya dia masih terusik dengan chat masuk yang baru saja ia baca di ponsel asistennya itu. "Bar!!" Starla mendadak berhenti dan membalikkan badan. Bara yang berjalan begitu dekat kontan menabrak tubuh Starla membuat keduanya hampir tersungkur ke lantai kantor. Beruntung keduanya sudah hampir mencapai pintu sehingga tubuh keduanya hanya berhimpit di depan pintu masuk ruangan. Starla berpaling tepat ketika bibir Bara menyentuh keningnya. Ting! Pintu lift terbuka. Listy sudah melangkahkan kaki untuk keluar dari lift, tetapi lagi-lagi matanya melihat pemandangan tak wajar untuk kedua kalinya. Ia segera berbalik dan meminta orang-orang untuk kembali masuk ke dalam lift. "Loh, kenapa bu Listy. Kita kan mau meeting di lantai ini?" protes salah satu karyawan. "Hushh!! Masuk!! masuk!! kita naik lagi!!" perintah Listy segera. "Bara! kukira cupu, ternyata.... " (Next➡)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD