Arthur pamit melangkah karena harus bertemu dengan para kakak kelas menyebalkan di sekolah.
"Hai, Arthur! Kau mau roti sandwich buatan ibuku?" Dean menyodorkan kotak makannya pada kawan barunya itu.
"Tak usah, aku sudah sarapan bubur gandum hari ini," ucap Arthur menolak dengan sopan.
"Hai, kalian! Sini!" Bobby berteriak memanggil Arthur dan Dean.
"Mau apa mereka memanggil kita?" lirih Dean.
"Ah, aku tak peduli! Ayo, kita ke kelas!" ajak Arthur.
Namun, kaki tangan Bobby yang bernama Andy dan Jhony langsung menarik tas ransel milik Arthur.
"Ayo, ke sini!" seru Andy.
"Hei, lepaskan cengkramanmu!" seru Arthur.
Sementara Dean menunduk ketakutan dan melangkah mengikuti. Bobby lantas mendorong tubuh Arthur ke dinding toilet sampai berbunyi saat tubuh anak itu membentur dinding toilet.
"Apa yang kau lakukan dengan Mia kemarin?" tanya Bobby dengan tatapan tajam seperti harimau yang hendak melahap mangsanya.
Arthur lantas memandangi teman-temannya Bobby yang sedang mengelilingi. Sementara itu Dean didorong ke luar dari toilet siswa itu penuh ancaman. Dia diminta menuju kelas meninggalkan Arthur. Anak itu juga diancam agar tidak mengadu ke pihak guru maupun penjaga sekolah.
"Aku tak mengerti maksud pembicaraanmu," sahut Arthur.
"Hei, apa kau lupa ya? Aku ingat betul kalau Mia meminta nomor teleponmu bahkan alamat rumahmu kemarin. Aku yakin kalian pasti bersama sore kemarin, iya kan?" tuding Bobby.
Arthur lantas tertawa mendengar tuduhan itu. Jelas-jelas dia menolong Fang saat kemarin sore. Bagaimana bisa anak di hadapannya itu menuduhnya seperti itu.
"Oh hanya karena hal itu kau membawaku kesini?" tanya Arthur sambil tersenyum ketus dengan wajah smirk nya.
"Hal itu kau bilang? Mia itu milikku jadi kau harus jauhi dia, mengerti?" Bobby membentak Arthur sambil mendorong bahunya lagi lebih keras.
"Hahaha lucu sekali, kau pikir aku berkencan dengan Mia? Kau lupa ya kalau kita bertemu di kedai saat kau menabrakku di toilet?" Arthur tertawa menatap Bobby.
Bobby lantas ingat kejadian di kedai tersebut. Hanya saja dia tak mau terlanjur malu di hadapan para anak buahnya. Remaja laki-laki itu lantas melanjutkan perundungan pada Arthur.
"Ah banyak alasan kau, ku peringatkan ya kalau sampai kau merebut Mia dariku, aku pastikan kau akan aku habisi!" ancam Bobby lalu mengunci Arthur ke dalam salah satu toilet di sana.
"Heh, apa yang kau lakukan? Buka kataku!" Arthur menggedor pintu toilet yang terkunci itu.
"Ayo, kita pergi dari sini, kita tinggalkan dia!" perintah Bobby pada kedua kawannya meninggalkan Arthur.
Terlukis senyum kepuasan di wajah Bobby kala dia pikir dia berhasil mengunci anak itu di toilet. Dia pastikan tak akan ada yang menemukan Arthur sampai jam sekolah usai karena petugas kebersihan baru akan membersihkan toilet jika para murid sudah pulang dari sekolah.
"Hmmm … kau pikir aku akan mudah terkunci di sini," gumam Arthur.
Anak itu lalu memutar kenop pintu toilet dengan kekuatan gaibnya.
Tak!
Kenop itu patah dan terbukalah pintu toilet tempat di mana Arthur dikurung. Anak itu lantas keluar dari toilet menuju kelasnya sambil tersenyum.
"Hanya sebatas itu saja rupanya kenakalanmu, Bobby, hmmm ... awas saja nanti, aku pastikan kau akan mendapatkan balasan manis dariku," gumam Arthur.
*
"Arthur, maafkan aku membiarkanmu celaka tadi," bisik Dean yang duduk di kursi belakang Arthur sambil mengamati tubuh kawannya itu dengan saksama.
"Tak apa, aku tau kau takut," ucap Arthur.
"Kau tak terluka, kan?" tanya Dean.
"Tenang lah, tak akan ada yang bisa melukaiku di sini baik Bobby atau siapapun murid perundung itu di sini," ucap Arthur menoleh dan tersenyum pada Dean.
"Tapi aku tadi sempat mendengar dia membentakku, dan mungkin saja kan dia melukaimu?" tanya Dean masih dengan nada cemas mengamati Arthur dengan lebih teliti.
"Tidak, tidak ada yang terjadi padaku. Kami hanya saling berbincang," jawab Arthur sambil tertawa kecil.
"Aku masih tidak mengerti, tapi syukurlah kalau kau tak apa-apa," ucap Dean mengembuskan napas kelegaan.
"Hei, kalian yang duduk di belakang! Apa ada hal seru yang kalian sedang bicarakan? Kenapa tidak kalian bicarakan di depan sini!" Pak Guru Leonard selaku kepala pembinaan para murid baru menunjuk Arthur dan Dean dengan ujung spidol white board di tangannya. Dia sedang memberikan pengarahan mengenai ekstrakurikuler di SMP Springfield.
"Tidak, Pak, maaf kan kami," sahut Arthur.
"Iya, Pak, maafkan kami," ucap Dean menimpali.
"Jika kalian berulah lagi, saya pastikan kalian berlari seratus kali memutari aula!" ancamnya.
"Yes, Sir!"
*
Bel sekolah berbunyi tanda para murid junior diharuskan berkumpul di aula siap menerima pengarahan bagi murid baru yang menyiksa dari para seniornya.
"Bukankah dia sudah ku kunci tadi?" bisik Bobby pada kawannya saat melihat Arthur datang ke dalam aula.
"Kurasa begitu, bagaimana ia bisa keluar, ya?" tanya Andy yang berada di sampingnya.
"Apa jangan-jangan kuncinya rusak?" sahut kawan Bobby yang satu lagi.
"Entah lah tapi aku yakin kunci pintu itu tidak rusak. Aku juga sudah menguncinya dengan benar di toilet itu," ucap Bobby.
Arthur mengamati dan mendengar sekilas pembicaraan Bobby dan kawan-kawannya sambil tersenyum tipis. Rasa puas itu juga tersungging dari bibirnya.
'Kalian hanya tak tau saja siapa aku,' batin Arthur seraya menuju barisannya bersama Dean.
Emosi Bobby makin tersulut kala itu, tetapi dia memanfaatkan kawannya Arthur untuk menjadikan bahan rundungan. Atas perintahnya, Andy memanggil Dean.
"Kau lihat kebun di seberang sekolah itu?" tunjuk Bobby.
Dean menganggukkan kepala mengiyakan.
"Kau kumpulkan sepuluh hewan serangga dari kebun kosong itu, mengerti?" titah Bobby.
"Ta-ta-tapi, yang aku dengar rumah kosong di sana berhantu," ucap Dean dengan nada ketakutan.
"Aku tak peduli!"
Bobby tetap memerintahkan Dean untuk membawa sepuluh serangga yang berbeda dari kebun kosong di seberang sekolah. Padahal jelas-jelas terdapat larangan tidak boleh memasuki wilayah tersebut. Konon kabarnya, rumah kosong di dalam wilayah itu pernah menjadi tempat pembantaian satu keluarga oleh salah satu penghuninya sendiri yang dianggap gila.
"Bagaimana bisa aku mendapatkannya, Kak, di sana kan tidak boleh masuk. Ada larangan masuk ke sana, aku mohon jangan minta aku pergi ke sana," ucap Dean dengan nada memelas.
"Kau tuli, yaudah? Kalau aku bilang harus ya harus, atau aku pastikan kau tak akan bisa belajar dengan tenang selama aku masih di sini," ancam Bobby sambil menunjuk ke sebuah kebun yang terbengkalai di depan rumah kosong yang katanya berhantu.
"Kak, kenapa kau setega itu, sih? Di sana itu terlalu menyeramkan, aku takut," ucap Dean penuh kecemasan dan memelas pada Bobby.
"Dasar pengecut! Kenapa harus takut? Sekarang itu masih siang, kau tak lihat teriknya matahari di atas sana? Dasar bodoh mana ada hantu siang-siang," sahut Bobby dengan penuh kesombongan seraya bertolak pinggang.
"Ta-tapi, Kak," ucapan Dean tertahan.