Part 7 - Sosok di Rumah Kosong

1016 Words
"Sudah sana, lakukan perintahku! Atau kau mau memutari lapangan sekolah tanpa memakai celana, bagaimana?" Bobby menertawakan Dean bersama para kakak senior lainnya tanpa rasa bersalah. Mereka puas sekali setelah berhasil mengerjai para adik kelas mereka. "Tidak! Aku tidak mau berlari seperti itu. Baiklah aku akan melakukan perintahmu," ucap Dean meski dirinya diliputi rasa takut. "Aku ikut!" sahut Arthur mendekat menghampiri Dean. Dia sudah sangat muak mendengar perundungan Bobby dan kawanannya pada temannya itu. "Wah wah wah, rupanya ada pahlawan kesiangan di sini," sahut temannya Bobby. Tepukan tangan yang nyaring lantas terdengar dari telapak tangan Bobby. "Hebat!" ucap Bobby. "Izinkan saya ikut dengannya," pinta Arthur. "Hmmm, baiklah kalau begitu, karena aku sedang baik hati akan ku izinkan kau menemaninya asal." "Asal apa?" "Asal kau juga bawakan aku serangga yang lebih besar, bagaimana?" tanya Bobby sambil tersenyum menyeringai ke arah Arthur. "Baik, akan aku laksanakan, ayo Dean!" ajak Arthur yang kemudian menarik tangan kawannya menuju seberang sekolah. "Hei, Arthur! Apa yang kau lakukan, kau mau kemana?" tanya Mia yang datang menghampiri Arthur. Gadis itu sudah menyimak pembicaraan Bobby dan Arthur dari tadi dengan segala rundungan ketua OSIS itu. Mia sampai menahan tangan Arthur kala itu. "Sudahlah, Mia, jangan campuri urusanku! Aku pun tak pernah mengganggu caramu merundung mereka!" seru Bobby. "Bobby, aku tak pernah merundung mereka ya, ingat itu!" sahut Mia. Bobby lantas meletakkan tangannya ke bahu Mia, namun gadis itu segera menepisnya. "Bukankah itu berbahaya jika kau meminta Arthur ke sana?" tanya Mia dengan menunjukkan wajah geram. "Apanya yang bahaya? Aku hanya melatih keberanian mereka," ucap Bobby tanpa rasa bersalah. "Apa kau tidak ingat kejadian tahun lalu?" tanya Mia. "Aaah, sudahlah! Anak itu kan hanya terkena gigitan anjing yang katanya rabies lalu meninggal, itu hanya kecelakaan," sahut Bobby dengan entengnya. "Nah, anjing itu tak pernah ditemukan, kan? Lalu, bagaimana jika itu hewan buas lain dan hewan itu masih di sana?" tanya Mia. "Kejadian itu hanya tahun lalu, kan? Tak pernah terjadi lagi, lagi pula bukankah ayahmu sebagai kepala polisi kota ini sudah memeriksa kalau tak ada apapun di sana?" Bobby balik bertanya. "Tapi ayahku melarang siapapun untuk masuk ke sana," tegas Mia. "Percayalah tidak akan terjadi apapun." Bobby masih mencoba menenangkan Mia. "Kenapa kalian masih di sini, sudah sana pergi!" seru Andy pada Arthur dan Dean yang tampak ragu melangkah. Setelah meyakinkan diri, akhirnya dua remaja lelaki itu memberanikan diri melangkah menuju kebun kosong dan rumah terbengkalai itu. * Arthur dan Dean memasuki kebun kosong itu. Mereka berdiri memandang tanah kering yang tampak berkelompok diterpa sinar matahari. Setelah kedua mata mereka terbiasa, mereka melihat berbagai ukuran dan bentuk bunga mencuat dari salah satu batu dan sebuah titik. Arthur berlutut dan menyentuh bunga itu. Kelopak bunga itu berwarna putih keperakan seperti sepotong rembulan pikirnya. Wanita itu baru sadar kalau bunga - bunga itu tertata, tetapi lebih mirip bekas taman. Meskipun bukan taman pada umumnya rumput dan waktu menelannya. "Sepertinya kebun ini pernah menjadi taman yang terawat. Kira-kira, siapa ya yang menanam bunga di tempat seperti ini?" gumam Arthur akan tetapi Dean dapat mendengarnya. "Kalau memang ada yang menanam pasti sudah lama pergi. Ayo, kita kembali saja!" ajak Dean. "Nanti dulu, aku tak ingin dirundung kelompok Bobby itu. Aku juga tak mau memberi kepuasan padanya ketika dia tahu kita kembali tanpa hasil. Habislah mereka akan menertawai kita dan mengatakan kalau kita pengecut," ucap Arthur. "Baiklah, aku ikuti perintahmu," ucap Dean. Keheningan bekas taman itu masih menyertai Arthur dan Dean saat mereka berjalan di halaman sebuah rumah kosong berlantai dua yang terlihat gelap. Embusan angin melintasi keduanya lalu di daunan kering beterbangan sampai ke wajah Arthur dan Dean. Tak lama kemudian, Arthur seperti melihat ada sosok yang berdiri di belakang sebuah jendela dengan tirai hitam yang usang. "Apa kau bisa melihatnya?" tanya Arthur seraya menunjuk. "Lihat apa?" Dean mulai mendekatkan diri pada Arthur. "Aku lihat ada seseorang di sana," sahutnya. "Arthur, apa kau yakin? Orang-orang bilang rumah ini berhantu," ucap Dean dengan nada ketakutan. "Aku tak percaya hantu," jawab Arthur penuh ketegasan. Bocah itu tak lagi menemukan sosok seseorang yang berdiri tadi. Mungkin itu hanya bayangan tirai atau halusinasinya. "Baiklah, kau bawa tempat atau sesuatu untuk menangkap serangga?" tanya Arthur. "Aku bawa plastik bening, mungkin ini bisa kita jadikan tempat jika mendapatkan serangga," jawab Dean. "Ini ada dua ladybug dan kepik, kau ambil ini!" titah Arthur. "Di sana juga ada," tunjuk Dean. "Baiklah tunggu di sini aku akan ambil yang di sana, ini pegang!" Arthur menyerahkan dua serangga tadi pada Dean. Anak itu lalu beralih menuju lahan yang ada di belakang rumah kosong yang tampak seram dan usang itu. Arthur menoleh ke arah rumah tua tersebut. Dia mulai merasakan sesuatu sedang mengamatinya dan benar saja dia melihat sepasang mata dari lantai dua rumah tua yang katanya tak berpenghuni itu "Benarkan, tadi aku melihat seseorang di dalam rumah itu," gumam Arthur. "Dean, sebaiknya kau pergi dari sini, aku akan ke dalam rumah itu," ucap Arthur. "Apa yang akan kau lakukan? Apa kau tau tahun lalu ada anak yang mati di sini karena tergigit anjing gila," bibir Dean bergetar mengucapkannya. "Baru anjing gila, belum orang gila yang bisa membunuhmu," sahut Arthur seraya tersenyum dengan wajah smirk-nya. "A-aku, aku akan tetap menunggumu di sini," ucap Dean penuh ketakutan terlihat di wajahnya. "Baiklah jika kau bersikeras untuk di sini, aku akan pergi ke dalam." Arthur lalu melangkah dan membuka pintu belakang rumah kosong itu yang ternyata tak terkunci. Dia masuk ke dalam rumah kosong itu. Banyak sarang laba-laba dan daun kering berserakan di dalam rumah itu yang menambah seram suasana dalam rumah. Udara terasa pengap dan lembab sangat Arthur rasakan sambil melihat-lihat sekeliling. "Berantakan sekali rumah ini. Apa iya rumah ini benar-benar kosong? Tapi, aku seperti merasakan ada aura kehidupan yang tinggal di sini," gumam Arthur. Anak lelaki itu lalu melihat ke arah tangga menuju lantai dua. Arthur memutuskan untuk menaiki tangga di rumah itu menuju lantai dua. Saat di lantai dua, dia melihat sebuah pintu kamar yang terbuka. Ruangan itu terlihat berbeda terlihat lebih rapi seperti berpenghuni. Anak dengan rambut perak itu semakin tertarik dan mendekati ruangan itu. "Apa yang kau lakukan di sini?" suara berat seorang pria terdengar di belakang Arthur. "Kau?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD