25. Sebenarnya pintar

1489 Words
"Kura-kura makan kepiting Ku kira kita something," wajah ceria Rizal seketika berubah sendu. Azka sebagai orang yang paling dekat dengan cowok itu pun merangkul bahu Rizal. Menepuk-nepuk punggung temannya itu agar tenang. Padahal mereka sama-sama tau jika niat Rizal hanya sebagai bercandaan. "Cinta memang gitu Jal, yang awalnya lo kira lo spesial ternyata lo hanya sebagai pelampiasan," tutur Laskar melirik kedua temannya itu. "Saat lo mulai merasa nyaman, eh ternyata lo di duakan. Sakit banget ya Jal rasanya?" balas Azka. Rizal mendramatisir keadaan dengan gaya mengusap ingus dan air mata. "Iya anjir nyesek rasanya. Pengen nyerah aja gue. Kayaknya gue emang nggak ditakdirkan untuk dicintai." "a***y serem amat kalimat lo," kaget Laskar. "Tiati ucapan adalah doa. Diaminin malaikat lewat kejadian mampus lo jomblo seumur hidup." Sontak Rizal langsung membulatkan matanya seraya menggeleng. "Enggak-enggak bercanda doang gue mah, seriusan!" Rizal panik sendiri membuat Laskar dan Azka sukses tertawa. Sementara Kaylendra sebagai orang paling normal hanya tersenyum tipis. "Lama banget si Mahesa," celetuk Kaylendra tiba-tiba membuat Laskar, Azka, dan Rizal langsung menatapnya. "Lo kalau ada urusan balik duluan aja nggak pa-pa Kay, paling Mahesa masih ngebucin sama calon bini barunya," balas Azka. Kaylendra mengangguk. Ditatapnya kembali ke dalam sekolah. Keempat cowok itu memang sedang menunggu Mahesa karena ingin kumpul di basecamp dan rencananya mereka akan jalan bareng. Namun, sampai sekarang Mahesa belum juga kelihatan batang hidungnya. Padahal jam pulang sekolah sudah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu. "Gue balik duluan," kata Kaylendra sekali lagi. Ketiga temannya bersamaan mengangguk. "Ntar kalau urusan lo udah kelar langsung basecamp ya kayak biasanya," pesan Laskar. Sambil menyalakan mesin motornya, Kaylendra mengangguk. "Iya, tapi nggak janji." "Ck, elu mah. Yaudah deh hati-hati di jalan," ujar Azka. "Iya." Setelah itu Kaylendra memakai helmnya. Setelah berpamitan sekali lagi, Kaylendra langsung pergi terlebih dahulu meninggalkan tanya di kepala teman-temannya. Setelah motor Kaylendra benar-benar telah tak terlihat, barulah ketiganya saling mendekat. "Gue rasa ada yang Kay sembunyiin deh," tutur Rizal memulai pembicaraan tentang keanehan Kaylendra. "Ah yang bener, jangan mentang-mentang sekarang Kay sering balik duluan lo jadi mikir macem-macem sama tuh orang," bantah Azka. "Balik duluannya makin sering masalahnya anjir. Coba bayangin aja, biasanya tuh cowok paling males-malesnya aja masih sempet tuh seminggu ngumpul beberapa kali. Ini seminggu cuma kemaren senen doang loh datangnya. Aneh gak?" tanya Rizal sambil menatap Azka dan Laskar secara bergantian. "Masih anehan elu, Jal!" balas Laskar terdengar dengan nada malas. "Lah kenapa jadi gue anjir?" balas Rizal tidak terima. "Ya pokoknya elu yang aneh." "Dih gak jelas amat lo!" "Ck, berisik! Ini Mahesa juga ke mana sih anjir. Mentang-mentang udah punya dambatan hati, ngebucin mulu kagak ingat temennya udah nungguin," gerutu Azka kesal. "Kayak lo dulu enggak aja pas sama Nabila," ucap Laskar kepada Azka. "Lo dulu juga pas awal pacaran sana Anggi," Rizal ikut menyalahkan Laskar. Azka memutar kedua bola matanya jengah. Menatap Laskar dengan datar. "Jangan bawa-bawa Nabila. Proses move on nih!" katanya kemudian. "Halah move on di mulut doang semua orang juga bisa kali, Ka." "Iyain, Jal biar cepet." "Apa gue chat Mahesa aja kali kalau kita duluan biar tuh anak yang nyusul," ujar Laskar. Azka dan RIzal langsung mengangguk antusias. "Dari kemaren kek kayak gitu kan enak nggak sampai karatan kita nunggunya." "Aish lebay lu sipit!" sentak Azka. "Bicit!" Laskar kemudian memilih untuk mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana abu-abunya. Di sana Laskar langsung menggulir layar mencari nama Mahesa. Setelahnya Laskar langsung mengirimkan pesan kepada cowok itu. Laskar [Oi bucin! Gue sama Azka Jali balik duluan ye?] [Elu di mana dah? Ngapain anjir negbucin segini lamanya?] [Oi, yaudah ye gitu aja gue cuma mau bilang kalau kie ke basecamp duluan. Ntar lu nyusul aja oke? Bye] [Samlekum] "Udah," kata Laskar menatap teman-temannya. "Yaudah kuy cabut," ujar Rizal. Ketiga cowok itu kemudian menaiki motornya masing-masing. Menyalakannya lalu bersiap untuk pergi. Sekolah sendiri sudah lumayan sepi. Hanya ada beberapa murid yang masih ada ekstra atau enggak kelas tambahan. Sementara itu si bucin yang sempat Laskar dan kawan lainnya tunggu, kini sedang berada di dalam perpustakaan. Belajar. Sungguh kejadian yang sangat langkah memang saat seorang Mahesa untuk pertama kalinya masuk ke dalam ruangan penuh buku itu. Penjaga perpustakaan saja sampai terheran-heran akan kedatangan murid nomor satu paling bandel di SMA Garuda itu. Semua bisa terjadi karena Selina. Pagi tadi kan rencananya mereka akan berangkat pagi untuk belajar sebelum Mahesa ulangan, tapi kenyataannya, Mahesa malah berangkat telat dengan alasan kesiangan. Selain itu juga bukannya masuk kelas mengikuti ulangan, Mahesa malah berantem. Padahal Selina sudah bangun pagi-pagi hanya untuk cowok itu. Menunggu lama tapi zonk. Jadilah sekarang mereka melakukan hal yang sempat tertunda tadi. Siang ini mereka sedang belajar matematika. Sejujurnya saja Selina tidak terlalu mengerti, malahan Mahesa yang dengan sangat lancar mengajarkan tiap cara yang selina kurang tau. Karena hal itu, bisa langsung Selina simpulkan jika Mahesa adalah orang yang cukup pandai hanya saja tingkat kemalesannya lebih tinggi dari niat belajarnya. Selina bahkan sangat yakin jika Mahesa mau, dia akan menjadi murid yang berprestasi. "Ini kayak gimana lagi, Sa caranya?" Selina menyodorkan bukunya kepada Mahesa. "Gue itung-itung kok nggak ketemu dari tadi jawabannya," kata Selina. Mahesa menarik buku paket milik Selina dan mulai mencari sumber kesalahannya di mana. Tidak butuh waktu lama, Mahesa sudah bisa menemukan solusinya. Kepala cowok itu mengangguk-angguk setelah mendapatkan jawaban. "Sistem ketidaksetaraan yang diketahui x + 2y ≤ 10; 3x + 2y ≤ 18; x≥0, y≥0. Nilai maksimum untuk fungsi objektif f (x, y) = 3x + 5y adalah?" Dibacanya kembali soal itu dengan keras oleh Mahesa membuat Selina memperhatikannya dengan seksama. Tangan Mahesa lalu mulai dengan lues mencorat coret kertas kosong miliknya. "Jadi yang pertama diketahui kan x + 2y ≤ 10 sama 3x + 2y ≤ 18, iya kan?" Selina mengangguk saja karena dari awalnya saja dia sudah tidak paham. Selina membiarkan Mahesa yang menjelaskan. "Nah habis itu itu mulai deh lo bikin grafik x dan y, pertama lo cari dulu titik potongnya. Nah kalau udah kayak gini, tinggal nentuin nilai C, maksimum kan?" Lagi-lagi Selina hanya mengangguk saja. "Lo masukin nilai yang awal, lo pakai cara eliminasi biar ketemu nilai X-nya. Kalau udah nih, kayak gini baru deh pakai subtitusi buat cari Y-nya. Coba lo hitung dulu deh," suruh Mahesa memberikan kertas coretannya kepada Selina. Setelah itu Selina mulai fokus menghitung. Di saat itu senyum Mahesa mengembang. Seperti yang sudah-sudah dia lakukan. Mahesa mengambil ponsel, mengarahkan kamera kepada objek dan, cekrek. Satu lagi foto Selina menambah koleksi Mahesa. "Sudah," Selina selesai menghitung dan nenunjukkannya kepada Mahesa. "Pinter, terus udah tinggal cari aja nilai maksimum objektifnya. Caranya tinggal lo masukin aja nilai X dan Y yang sudah ketemu tadi," kata Mahesa. Selina mulai paham dan menghitung kembali. Tidak menyangka, Selina berhasil menemukan jawabannya. Gadis itu melotot kegirangan. "Yes! Ketemu!" ujarnya. Mahesa ikut terkekeh melihat ekspresi senang Selina. "Gampang banget kan?" ujar Mahesa. Selina tidak bisa jika tidak kagum dengan cowok itu. Di balik semua sifatnya yang menyeramkan. Mahesa memanglah cowok yang pintar. "Kayaknya ini ganti judul deh, Sa. Bukan gue yang ngajarin lo, tapi lo yang justru ngajarin gue. Gila! Gue nggak nyangka kalau lo sepinter ini," puji Selina. "Bisa aja, soal gampang inimah." Selina menukikkan bibirnya ke bawah. "Huh sombong!" "Dih, kok sombong? Seriusan ini gampang Lin, lo aja yang kurang ngerti konsepnya." "Iya deh iya, lo doang emang yang ngerti." Mahesa menghela napasnya kasar. "Enggak gitu maksud gue, Lin." Selina tertawa pelan. "Iya tau kok. Oh Sa, btw kenapa sih lo nggak serius belajar aja? Gue yakin kok kalau lo serius lo pasti semua bakal kaget ngelihat kemampuan lo." Mahesa tersenyum miring. "Buat apa?" "Buat apa, ya buat masa depan lo lah Mahesa. Dari pada orang kenal lo sebagai troublemaker mending orang kenal lo sebagai siswa berprestasi kan? Gue yakin guru-guru juga bakal langsung ngelihat lo nggak sebelah mata lagi," kata Selina dengan serius. "Lo juga bisa nunjukin ke Papa lo kalau lo sebenernya bisa, lo bisa banggain Papa lo dengan cara kayak gini." Kepala Mahesa menggeleng. "Nggak perlu, gue udah terlanjur kecewa. Biar aja gue kayak gini, biar Papa sekalian malunya." "Sa ...." "Percuma Lin, mau gue kayak gimana pun Papa gue sekarang mana pernah mau peduli. Yang dia peduliin cuma istri dan anak barunya. Gue sama Mama cuma kayak beban hidup buat dia. Mangkanya gue males lagi sama dia." Selina paham dengan kekesalan Mahesa kepada Papanya. Melihat Mahesa yang seperti itu, Selina lantas mengulurkan tangannya untuk mengelus punggung tangan Mahesa. Refleks cowok itu langsung menatapnya. Yang Mahesa lihat adalah senyum manis Selina. "Maaf udah buat lo kesel dengan ungkit-ungkit masalah keluarga lo," ujar Selina. Mahesa mengangguk. Diliriknya kemudian jam tangan yang melingkar di pergerakan tangan kirinya. "Udah sore, ayo gue anterin lo balik. Malam ini gue harus kerja," kata Mahesa sambil mengemasi alat tulis Selina. Iya milik Selina karena Mahesa sekolah hanya membawa satu buku tulis saja. "Sa?" panggil Selina. Mahesa langsung mengangkat pandangannya. "Apa?" tanyanya. "Jangan lupa istirahat ya?" Tidak bisa Mahesa untuk menahan senyumnya. "Iya, yaudah ayo." Keduanya lalu berdiri untuk kembali pulang. Bahkan Majesa sampai bener-bener melupakan acara kumpul dengan teman-temannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD