16. Mahesa dan Bahaya

1856 Words
Malam kini kembali menyapa. Mahesa dengan setelan baju serba hitam siap untuk menjemput uang dengan nominal besar. Bahkan setelah pulang dari rumah Selina tadi, Mahesa langsung datang ke bengkel basecamp untuk setting-setting motor. Mahesa kini sudah berjalan menyusuri lorong apartemen yang sepi. Sebenarnya cowok itu ragu, tapi mengingat Mamanya yang butuh pengobatan dan tidak bisa berhenti, Mahesa harus mengambil segala risiko ini. Langkah Mahesa sampai di basemant tempat motornya berada. Sekali lagi Mahesa menarik napas panjang untuk meyakinkan diri. Setelah siap, Mahesa langsung memakai sleyernya untuk masker, juga tak lupa memasang helm fullface-nya. Kedua tangan Mahesa mencengkeram kuat stir motornya. Sampai semua keyakinannya terkumpul barulah Mahesa melajukan motornya pergi menuju lokasi balapan yang telah Kaylendra infokan kepadanya. "Lo pasti bisa, Sa. Demi mama! Lo harus menangin balapan ini." Balapan malam ini bukan balapan biasa. Hadiahnya sangat besar dan menggiurkan. Namun, permasalahannya adalah balapan itu didominasi oleh orang-orang yang tidak suka dengan kehadiran Titan. Bisa dibilang Mahesa sedang perjalanan masuk ke kandang macan. Mahesa bisa saja pulang hanya nama jika bersikap ceroboh sedikit saja. Sejak tadi Mahesa telah mewanti-wanti dirinya sendiri agar bisa jaga sikap. Mahesa tidak boleh terprovokasi atau bahkan sampai tersulut emosi. Dua puluh juta. Demi hadiah itu, Mahesa rela menaruhkan nyawanya. **** "KAY! WAH KELEWATAN LO! KELEWATAN SUMPAH!" Laskar marah-marah karena tidak percaya dengan apa yang Kaylendra lakukan. "Kok bisa sih Kay, lo kasih tau Mahesa tempatnya? Itukan markasnya para bajingann! Lo mau Mahesa mati konyol di sana?" Azka ikut menyalahkan Kaylendra atas semua yang telah Kaylendra lakukan untuk Mahesa. Laskar berjalan gontai sambil mungsap wajahnya kasar dan mengacak rambutnya hingga berantakan. Cowok itu mondar-mandir bingung mencari cara agar bisa membawa Mahesa kembali tanpa ikut balapan itu. "KACAU! KACAU! AARRRGGG!!" Laskar hilang kendali. Cowok berteriak frustasi. Rizal yang sejak tadi diam memilih untuk menenangkan Laskar. Rizal langsung menyuruh Laskar untuk duduk, cowok sipit itu juga memberikan Laskar minum agar tenang. Pandangan Azka yang tadinya tertuju kepada Laskar kini kembali lagi kepada Kaylendra. "Apa sih yang ada di pikiran lo Kay? Tempat itu banyak musuh! Lo tau kan Mahesa orangnya kayak gimana? Tuh cowok disulut dikit aja bisa kebakar, Kay. Pernah bayangin gak lo seumpama di sana Mahesa buat ulah dikit aja. Habis dia, Kay." "Terus lo semua mau gue kayak gimana?" Kaylendra angkat suara membalas ucapan teman-temannya yang memojokkannya. "Mahesa butuh duit, Mamanya sekarat masa mau gue diem aja?" Laskar berdiri dari duduknya. Berjalan menghadap Kaylendra dengan tatapan tajam. "Sekarang emang Mamanya Mahesa sekarat, ntar kalau Mamanya sembuh, ganti Mahesa yang pulang tinggal nama. Itu yang lo mau, ha?" Laskar berucap penuh penekanan. "JAWAB JANGAN DIEM KAY!" bentak Laskar sambil mengguncangkan tubuh Kaylendra. Emosi Laskar yang akhir-akhir ini sedang sulit dikontrol itu semakin memperkeruh suasana. Kaylendra menepis tangan Laskar dengan kasar. Tanpa banyak bicara Kaylendra langsung meraih kunci motor dan jaketnya. Cowok itu melangkah dengan dingin melewati teman-temannya begitu saja. Namun, ketika sampai di pintu, cepat-cepat Azka menahan Kaylendra. "Mau ke mana?" tanya Azka. Lagi, Kaylendra menepis kasar tangan Azka. "Jemput Mahesa, itu kan lo mau?" "Bahaya, Kay," ujar Azka. Kaylendra melirik ke belakang, saat tatapannya berpapasan dengan Laskar, cowok itu malah melengos enggan menatap Kaylendra. "Biar Laskar puas!" tutur Kaylendra menyindir. Mendengar itu membuat Azka refleks menoleh ke belakang. Melihat Laskar yang masih diam. Niat Azka ingin meminta bantuan cowok itu untuk mencegah Kaylendra agar tidak pergi, tapi Laskar kembali membuang mukanya. Azka menghela napasnya kasar. "Lo yakin, Kay?" jelas Azka khawatir akan teman-temannya. "Gue yang bawa Mahesa ke sana dan gue juga yang harus bawa dia balik dengan selamat," kata Kaylendra tanpa intonasi namun cowok itu bersungguh-sungguh. Perlahan Azka menepuk bahu Kaylendra sambil tersenyum tipis. "Hati-hati," pesannya. "Hmm." Azka melepaskan Kaylendra pergi. Ketiga cowok itu diam menatap kepergian Kaylendra hingga entah mendapatkan dorongan dari mana. Laskar dengan langkah besarnya tiba-tiba menyusul Kaylendra. Tepat sebelum motor.Kaylendra melaju, Laskar sudah terlebih dahulu menarik kunci motor cowok itu, membuat mesinnya langsung mati. "Apa sih lo!" bentak Kaylendra melepas helmnya kesal. "Gue ikut," Laskar menjeda sebentar ucapannya. "Kita jemput Mahesa sama-sama. Ini bukan salah lo doang. Gue juga salah, harusnya gue bisa kasih Mahesa kerjaan," Laskar melanjutkan membuat Kaylendra tersenyum tipis, sangat tipis yang membuat hanya dirinya saja yang tau jika dia tengah tersenyum. "Oke," jawab Kaylendra. Di tempatnya, Azka dan Rizal saling melempar pandangan. Kedua cowok itu seolah saling bertukar pikiran lewat tatapan. Hingga keduanya mengangguk dan mendekati kedua temannya. "Kita juga ikut, Kar," ujar Azka. "Iya, kita udah kayak keluarga kan? Satu keluarga ada masalah, semua terlibat," perjelas Rizal. Dengan berat hati, Laskar akhirnya mengangguk. "Oke lo berdua bisa ikut. Inget, apa pun yang terjadi nanti, jangan sampai tersulut emosi, diam aja pokoknya jangan banyak tingkah." "Baik, Kar," jawab ketiganya bersamaan. Setelah itu, Laskar, Kaylendra, Azka dan Rizal sama-sama melajukan motor masing-masing menuju tempat di mana Mahesa berada. Malam ini Laskar janji kepada dirinya, jika dia akan membawa Mahesa pulang dengan baik-baik saja. **** Arena balap liar kali ini cukup ramai. Atau sangat ramai? Entahlah, yang pasti sekarang Mahesa merasa sangat asing. Satu pun tidak ada yang dia kenal sebagai teman. Semuanya lawan. Mahesa sudah beberapa kali meneguk ludahnya susah payah. Cowok itu berjalan dengan tetap memakai masker ditambah lagi dengan tudung hoodie untuk sedikit menyamarkan identitasnya. Mahesa berjalan menuju tempat pendaftaran. Ternyata di sana juga ada Rafael, musuhnya itu ikut juga ternyata. "s****n!" Mahesa mengumpat pelan saat semua mata tertuju kepadanya. Langkah Mahesa memelan saat hampir sampai di meja pendaftaran. Cowok itu menarik napas panjang sebelum akhirnya berhadapan langsung dengan panitianya. Mahesa kenal orang itu, dia adalah anggota geng motor yang pernah Mahesa bakar markasnya karena sebuah insiden satu tahun yang lalu. "Gue mau daftar," Mahesa berkata diikuti deheman pelan. Sampai sejauh ini semuanya biasa saja. Mahesa juga berusaha tenang. "Boleh gue lihat KTP atau kartu pelajar lo? Buat ngisi formulir pendaftaran," ujar panitia. Balapan ini boleh liar, tapi karena mendapatkan hadiah yang lumayan dan sengaja diselenggarakan bukan hanya sekedar taruhan, jadilah segala sesuatunya harus terencana untuk mengantisipasi kecurangan-kecurangan. Dengan sedikit ragu, Mahesa merogoh saku celananya, membuka dompetnya dan mengeluarkan KTP, menyerahkan kepada panitia yang berjaga. Keringat dingin mulai mengucur deras di wajah Mahesa. Semoga saja pulang dari sini Mahesa masih bisa bernapas dengan normal. Panitia mulai melihat informasi pada KTP mahesa, sejenak panitia itu terdiam, perlahan pandangannya terangkat menatap Mahesa. "Mahesa?" panitia menyebut namanya membuat semua orang langsung beralih fokus. Dalam hati Mahesa menyumpah serapahi semua orang. Mampus! Mampus! Lo, Sa! Batin Mahesa berteriak tak karuan. "Punya tujuan apa lo ikut balapan ini? Lo mau bikin rusuh iya?" Dengan cepat Mahesa menggeleng. "Gue sama sekali gak ada niat bikin rusuh. Gue serius pengen ikut untuk menang." Dari arah belakang, tanpa Mahesa sadari, Rafael berjalan sambil bertepuk tangan. Bersamaan dengan Mahesa yang berbalik badan, Rafael langsung melepas kasar masker serta tudung hoodie Mahesa hingga semua orang bisa dengan jelas melihat wajah Mahesa. "WOHHHH PENYUSUP! GEDE JUGA NYALI LO DATANG KE SINI?" Rafael berkata pongah. "Mana antek-antek lo yang lain?" tanya Rafael mendekatkan wajahnya kepada Mahesa. Kedua tangan Mahesa sudah mengepal. Namun, cowok itu masih terus berusaha untuk tidak tersulut emosi. "Gue datang ke sini cuma buat menangin balapan. Kalau lo mau cari gara-gara sama gue. Kita tunjukin di arena," ujar Mahesa ambil aman. Panitia tadi hanya terkekeh. Tangannya mulai mengisi formulir untuk Mahesa. "Lo bisa ikutan. Gue anggap lo tamu spesial karena keberanian lo datang ke sini sendirian. Nih, gue balikin KTP lo, dua puluh menit lagi balapan dimulai, gue harap lo punya persiapan." Mahesa lega, setidaknya panitia dan pemilik acara ini bersikap netral dan tidak mengungkit masalah dendam. "Thanks," ujar Mahesa. Setelah mengambil kembali KTPnya. Mahesa langsung berjalan pergi, melewati Rafael yang sudah tersenyum miring kepadanya. **** Trek balapan kini telah dikosongkan. Semua yang ikut juga telah bersiap di posisi masing-masing. Motor Mahesa berada tepat di sebelah motor Rafael. Keduanya saling lirik sengit. Sementara itu di sisi lain, Laskar bersama Kaylendra, Azka, dan Rizal baru saja sampai. Keempat cowok itu terlambat. Mereka terdiam saat melihat Mahesa sudah duduk di atas motornya bersiap untuk melaju. "Kayaknya kita telat," gumam Azka. Sontak saja Rizal menggeplak kepala cowok itu kencang. "Emang udah telat b**o!" sentaknya. Laskar berdiri gusar, apalagi saat melihat hampir semua musuh Mahesa ada di sana mengikuti balapan itu. Mereka pasti akan melakukan hal licik yang bisa kapan saja mencelakai ketuanya itu. "Terus sekarang kita harus gimana? Gak lucu kan kalau kita tiba-tiba masuk trek balap dan nyeret Mahesa keluar," tanya Rizal. Laskar menggeleng. "Sama aja kita buat rusuh." "Terus gimana?" tanya Azka. Kaylendra menajamkan pandangannya menatap Mahesa yang ada jauh dari tempatnya. "Gak ada cara lain selain nunggu Mahesa nyelesain balapannya," kata cowok itu. "Kalau ada apa-apa di jalan entar?" "Ka, jangan pesimis. Percaya sama Mahesa, gue yakin dia bisa." Kaylendra terus berusaha meyakinkan teman-temannya. "Yaudah kalau gitu, kayaknya kita harus cabut sekarang deh. Hawanya mulai berubah nih," lirih Rizal samar-samar memperhatikan sekelilingnya. Bagaimana tidak berubah. Mereka datang sudah seperti penyusup, pakai topi dan masker, mengendap-endap pula. Semua mata yang melihat mereka pun langsung bisik-bisik membicarakan siapa mereka sebenernya. Laskar setuju dengan ucapan Rizal kali ini, mereka harus segera pergi. "Hati-hati, jangan grusak-grusuk keluarnya," kata Laskar diangguki ketiganya. Kemudian secara perlahan, keempat cowok itu berjalan meninggalkan tempat balapan. Masih dengan diawasi. Namun, untungnya mereka bisa keluar dengan selamat. "WOI!" Atau mungkin tidak? Mendengar teriakan itu, seketika Laskar dan ketiga temannya menegang di tempat. Mereka membeku ragu mau bergerak maju atau nengok ke belakang. "Apa kata yang pantes buat gue sematkan buat kalian selain ... PENYUSUP?" Satu detik, dua detik, bahkan di detik ketiga masih sama-sama diam. Hingga dengan gerakan cepat dan sarkatis, Laskar tiba-tiba berbalik badan dengan tatapan yang tajam membunuh. "JAGA YA OMONGAN LO! KITA BUKAN PENYUSUP b*****t!" Buru-buru Kaylendra menenangkan Laskar. Menahan badan cowok itu. Sementara orang yang seperti dengan sengaja memancing keributan tadi mengangkat kedua tangannya tinggi dengan gerakan pelan berjalan mundur. "Santai dong, jangan ngegas. Kalian tamu di sini harus yang sopan," orang itu terkekeh pelan setelahnya. "Kita datang baik-baik, dan harusnya lo juga jangan mancing-mancing masalah." Azka angkat suara dengan dingin dan penuh penekanan pada tiap katanya. "Kami ke sini juga gak ada niat cari ribut!" imbuh Rizal. "Really? Kalau emang mau bertemu dengan damai, kenapa nggak lewat pintu masuk? Kenapa harus diam-diam pakai topi sama masker segala lo pikir gue gak bisa ngenalin lo pada ha?" ujar orang itu dengan senyum miring. "Kenapa? Lo takut? Mahesa, ketua lo itu kenapa-kenapa? Tenang aja bro, semua panitia balapan ini berada di pihak netral," lanjutnya. "GUE GAK PERCAYA b*****t!" Laskar kembali berteriak. "Kar! Jaga sikap!" tegur Kaylendra. "Sorry kalau kedatangan kita ganggu, tenang aja kita bakal pergi," kata Kaylendra kemudian kepada orang di depannya. Orang itu mengangguk. "Silahkan, gunakan pintu keluar yang sudah disediakan." Setelah itu tanpa ada lagi balasan, Kaylendra bersama Azka dan Rizal dengan susah payah menyeret Laskar untuk keluar. Bukan waktu yang tepat untuk mereka jadi jagoan sekarang. Orang tadi kembali tersenyum miring ketika tak lagi melihat punggung Kaylendra dan teman-temannya. Tanpa disangka, orang itu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang yang berada di atas motor di arena balap. "Aman, antek-antek Mahesa udah pergi, lo bebas celakain dia sekarang. Gue yakin, tanpa Mahesa, Titan gak bakal bertahan lama dan kita bisa rebut kedudukannya." "Bagus, serahkan semuanya sama gue." Bip! Sambungan langsung terputus. "Siap-siap bertemu ajal lo, Mahesa."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD