17. Tragedi balap liar

1703 Words
Malam semakin larut, arena balap juga semakin ramai. Suara riuh penonton saling sahut menyahut menyoraki jagoan mereka masing-masing. Di sana tak ada satu pun yang meneriaki nama Mahesa. Mahesa melihat sekelilingnya, semua nama disebut kecuali Mahesa. Namun, percayalah ini bukanlah yang besar bagi Mahesa. Tujuan utamanya ke mari hanya untuk memenangkan balapan dan membawa pulang uang untuk Mamanya. Hingga seorang perempuan dengan tubuh seksi dan baju mini mulai berjalan meliuk-liukkan badannya di depan para peserta sambil membawa bendera. Sesekali juga perempuan itu mandatangi satu persatu motor mereka, Mahesa juga. Perempuan itu bergelanjut manja pada motor Mahesa dan Mahesa sama sekali tidak tertarik dengan badannya. Tak bisa berbohong jika perempuan itu cantik, tapi Mahesa tidak tergoda. Sampai di mana perempuan itu kembali ke tengah jalanan, saat suara tembakan terdengar, saat itulah bendera dijatuhkan dan saat itu juga semua peserta balapan memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Mahesa kini berada di posisi nomor tiga. Pandangan Mahesa fokuskan hanya pada jalanan di depannya. Jalur kali ini tidak terlalu panjang, tapi cukup sulit karena harus lewat jalan raya. Mahesa merasa tertantang. Sesekali Mahesa memainkan gas motornya untuk menghalau lawan di depan. Mahesa terus mencari celah agar bisa menyalip. Sementara tepat di belakangnya ada Rafael yang sedari tadi terus mengganggunya. Sepertinya Rafael ingin mencelakai Mahesa. Tenang saja Mahesa tidak segampang itu untuk dipermainkan. "Lo pikir lo siapa, Rafael," desis Mahesa sambil melirik Rafael yang semakin memainkan motornya, dikira Mahesa akan terpancing tentu tidak. Brum!! Mahesa menarik gasnya kencang, sukses membuat Rafael tercengang hingga tak sadar beberapa peserta lain menyalipnya. "s**l!" Rafael berdecak lalu kembali ikut menarik gas dan menyusul posisi. Kalau pun tidak menang sebagai juara pertama, tapi Rafael sangat berambisi mengalahkan Mahesa, atau bahkan mencelakakan cowok itu sekalian. Sekarang Mahesa memimpin. Hal itu jelas memancing huru-hara peserta lain. Posisi paling depan sebenernya tidak terlalu sulit. Mahesa hanya perlu menstabilkan kecepatan agar tidak kembali tersalip. Mahesa juga harus pintar memainkan badan motor agar yang belakang tidak bisa maju ke depan. Sejauh ini Mahesa berhasil. Hingga tiba-tiba, Deg! "Akh!" Mahesa refleks memekik saat ada sesuatu yang seperti menghantam dadanya. Perasaan Mahesa. d**a cowok itu terasa sesak tidak tau kenapa. Karena hal itu Mahesa kecolongan satu. "Gue kenapa sih!" Mahesa merutuki dirinya sendiri. Dia kembali menggenggam erat stir motor. Matanya menyipit berusaha kembali mencari cela. Susah, jantungnya terus saja berdegup kencang tanpa alasan. "WOI! JANGAN HARAP LO BISA MENANG!" Teriakan itu sama sekali tidak Mahesa pedulikan. Mahesa hanya fokus dengan satu tujuan. Berusaha mengalihkan rasa tidak nyaman yang tiba-tiba menyerangnya. Rafael yang merasa terabaikan pun kesal. "MAHESA! DARI DULU GUE SELALU GAGAL BUAT RUNTUHIN KEKUASAAN LO. SEKARANG, GUE AKAN MENCOBA UNTUK MELAKUKAN ITU LAGI, MAHESA!" Ancaman Rafael hanya masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan. Benar-benar Rafael itu, mau berbicara apa pun Mahesa tidak peduli. "MAHESA! GUE GAK MAIN-MAIN SAMA UCAPAN GUE!" "BACOT ANJING!" Mahesa akhirnya merespon diikuti dengan kecepatan motor yang kembali dia tambah sedikit membuat Rafael kalang kabut menyusulnya. "Fokus Mahesa! Fokus!" cowok itu berteriak pada dirinya sendiri. Jalan raya sudah di depan mata, itu artinya tantangan yang sebenarnya baru saja tersaji. Rupanya malam seperti ini tidak membuat jalanan lenggang. Yang ada malah motor dan mobil lain juga ikut kebut-kebutan, memanfaatkan jalanan. Di atas motornya Rafael sudah ketar-ketir takut gagal lagi mencelakai Mahesa. Sementara itu di tempat lain. Laskar, Kaylendra, Azka dan Rizal sedang berdiri tak tenang di sebuah warung yang tak jauh dari tempat balapan. Jalan di depan mereka juga digunakan sebagai jalur. Dari tadi keempatnya menunggu Mahesa lewat tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda Mahesa atau peserta lain. "Menurut lo Mahesa bisa menang nggak?" tanya Azka menatap ketiga temannya bergantian. "Pertanyaan lo kesannya ngeremehin banget, Ka. Lo doain Mahesa kalah?" balas Laskar. "Wah parah sih, temen macam apa lo, ha? Dasar gak perperiketemanan!" sentak Rizal yang langsung mendapatkan geplakan dari Azka. "Berisik!" kata cowok dengan kalung salib itu. "Nyenyenye!" "Ck, ini yang balapan ketiduran apa gimana ya? Lama banget gak ada yang sampai, heran gue," gerutu Laskar mulai kesal. Cowok itu berdiri untuk melihat kanan kiri. Sepi, belum ada tanda-tanda. "Pasti nungguin orang balapan ya, Mas?" Sontak Laskar menolehkan kepalanya ke belakang. Ada pemilik warung yang mengantarkan pesanan kopi mereka. "Sering ya Pak jalan ini buat arena balap liar?" tanya Kaylendra kemudian. "Sering, tiap malam selalu aja ada brum brum suara motor. Biasanya kalau lagi rame-ramenya. Di depan sana tuh, itu udah kumpul anak-anak geng motor. Duduk nungguin yang balapan lewat," tunjuk pemilik warung pada seberang jalan. "Berarti ini belum seberapa ramainya, Pak?" tanya Laskar. "Belum ada apa-apanya ini mah. Kadang sampai tawuran. Aduh ngeri bawa-bawa s*****a tajam. Waktu itu pernah kejadian tepat di depan mata saya langsung, ada dua orang yang saling bunuh-bunuhan pakai pisau padahal masalahnya sepele. Hanya karena kalah balapan," pemilik warung itu menceritakan apa yang pernah ia lihat. "Terus, masih hidup atau udah lewat?" "Yang satu sih kayaknya udah lewat, soalnya saya gak pernah lihat lagi mukanya. Tapi kalau yang satunya, kayaknya belum deh." "Serem anjir." Azka bergidik ngeri. Bulu kuduknya langsung berdiri mendengar cerita bapak pemilik warung itu. "Halah Ka, Ka, kita biasanya juga kayak gitu kali," timpal Rizal. "Tetep aja ngeri dengernya. Bayangin gak lo kalah balapan sampai main bunuh-bunuhan pakai pisau. Ih ... pasti gue jamin pelakunya psikopat." "Kalau boleh tau, Mas-Mas ini anak geng motor juga atau bagaimana?" Kaylendra lalu menatap yang lainnya, hingga kemudian Laskar mengangguk. "Kita anggota geng motor. Bapak tau Titan?" "Tau! Tau." Laskar lalu tersenyum miring. "Saya wakilnya, Pak," pengakuan Laskar berhasil membuat pemilik warung itu terkejut. "Yang bener atuh?" tanyanya tidak percaya. "Beneran Pak, nih, teman saya kalau soal berantem. Bweh jagonya, sekali pukul lawan tepar!" ujar Rizal menggebu-gebu. "Kita ini anggotanya, dan ketua kita ikut balapan ini mangkanya kita nungguin dia sekarang," Azka memperjelas. Pemilik warung itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Nama ketua Titan kalau enggak salah ... Ma? Mase? Ma siapa ya duh kok tiba-tiba lupa." "Mahesa?" "Nah! Eta Mahesa!" pekik bapak itu. "Emang kenal?" tanya Laskar. "Lah, emangnya siapa yang gak kenal nama Mahesa ketua Titan? Hampir setiap ada geng motor yang ngopi di sini, yang diomongin selalu Mahesa, Titan, SMA Garuda, itu-itu deh saya dengar. Terus juga balas dendam. Kalau saya boleh menyimpulkan. Mahesa itu musuh semua geng motor di wilayah ini. Benar?" Keempat cowok itu jelas tidak bisa menampik. Mereka sama-sama menganggukkan kepala. "Benar." "BARU SADAR! ARTINYA SEKARANG SI MAHESA-MAHESA ITU SAMA SAJA SEPERTI BUNUH DIRI DONG?!" Teriakan bapak itu memaksa Azka untuk menutup telinganya. "Bapak berisik deh!" umpat Azka. "Mahesa itu orangnya—" Brum! Ucapan Rizal terpotong dengan suara derum motor yang bari saja melintas dengan kecepatan tinggi. Refleks mereka berdiri untuk menunggu selanjutnya. Pasti Mahesa sebentar lagi akan lewat. Brum! Brum! Brum! Motor lain terus menyusul tapi tidak dengan motor Mahesa. "Anjing! Mahesa kok gak ada?" Laksar mulai panik. "Gak mungkin kalau dia salah jalan," ujar Azka. "Mustahil njir kalau salah jalan!" "Kar, perasaan gue kok gak enak ya?" celetuk Kaylendra. "Maksud lo, Kay?" tanya Laskar. "KECELAKAAN! WOI TOLONG ADA KECELAKAAN! TOLONG! TOLONG!" Seperti dihentikan waktu. Keempat cowok itu terdiam seribu bahasa tanpa bisa berkata-kata. Tubuh mereka rasanya kaku tidak bisa digerakkan. Sampai kemudian, sebuah motor melaju dengan kecepatan sedang. Baik Laksar ataupun Kaylendra, keduanya sama-sama menggeleng tidak percaya. Itu bukan motor Mahesa melainkan motor Rafael. "MAHESA ANJING!" **** Tanpa sedikit pun mengurangi kecepatannya. Mahesa terus berusaha menjadi yang pertama. Cowok itu terus berpikir bagaimana caranya mencari celah yang pas untuk menyalip. Perhitungan yang tepat sangat diperlukan. Masalahnya bukan hanya berhadapan dengan motor, tapi juga dengan mobil yang juga sedang menggunakan jalan raya itu. Melihat sedikit celah dan sedikit peluang. Hanya dengan bermodalkan nekat, Mahesa menguatkan tangannya. "You can do it, Mahesa!" Brum! Tipis, sangat tipis. Mahesa berhasil melewati kedua truk besar, mengejutkan yang berada di posisi paling depan hingga membuat Mahesa akhirnya bisa menjadi yang pertama. "s****n! Gak semudah itu Mahesa!" racau Rafael mulai kesal sendiri. Ternyata Mahesa benar-benar bukan cowok sembarangan. Persis dengan apa yang Mahesa lakukan, dengan modal nekat Rafael menyusul. Hingga tepat setelah belokan menuju garis finish, dengan brutal Rafael menendang badan motor Mahesa. Brak! Motor Mahesa yang sedang melaju kencang terjatuh. Rafael juga sempat oleng tapi cowok itu masih bisa mengendalikan laju motornya. Sementara Mahesa sudah terseret bersama motor yang sulit untuk dikendalikan. Kejadiannya sangatlah cepat. Mahesa terus memejamkan matanya, menikmati rasa sakit yang menjalar disekujur tubuhnya. Meski begitu Mahesa terus berusaha untuk melepaskan diri dari motor, hingga dengan sekuat tenaga, dengan sekali tendangan kencang, Mahesa bisa terlepas. Mahesa merentangkan badannya di tepi jalan. Bagian kanan tubuhnya benar-benar mati rasa. Mahesa tidak bisa merasakan apa pun. Pandangannya yang kabur samar-samar dapat melihat banyak orang yang mengerubunginya dan meneriakinya. Rasanya nyawa Mahesa sudah ada di ujung sekarang. "Mahesa ... Mama sayang kok sama Mahesa. Mahesa jangan takut ya? Sini peluk Mama." Senyum tipis terukir di wajah Mahesa sebelum kemudian Mahesa merasakan tubuhnya terangkat dan kemudian semuanya gelap. **** Satu persatu motor berhenti di garis finish. Kening Aryo—pemilik acara mengerut bingung menunggu kedatangan satu motor lagi. Di saat semua bersorak merayakan kemenangan. Aryo malah celingukan. "Mahesa mana?" Aryo bertanya kepada satu persatu peserta. "Mahesa mana?" "Mahesa? Dia belum sampai?" "Rafael, Mahesa mana?" Spontan Rafael menegang. Dari raut wajahnya Aryo sudah dapat menebak. "Jangan bilang lo melakukan hal curang, Rafael?" Rafael gelagapan. "Gue gak tau Mahesa di mana," katanya. "Bohong!" "Gue serius!" "ARYO! ADA YANG LIHAT KALAU SALAH SATU PESERTA LO KECELAKAAN DI TIKUNGAN DEPAN. SEKARANG DI BAWA KE RUMAH SAKIT." Aryo berang. Meski dia tidak suka dengan Mahesa. Namun, balapan ini semuanya berusaha untuk bersikap netral. Mereka harus menang secara adil. Mendengar Mahesa kecelakaan serta raut wajah Rafael yang ketakutan. Aryo semakin yakin, pasti Rafael pelakunya. "Gue gak tanggung jawab kalau geng motor Titan, balas dendam sama lo, Rafael," Aryo memperingati Rafael sebelum kemudian berjalan pergi. Aryo menghampiri salah satu temannya. "Lo urus hadiah sama pemenangnya. Gue mau lihat keadaan Mahesa." Masih diam di tempatnya. Rafael menatap nyalang kepergian Aryo sampai-sampai Rafael tidak sadar jika di sampingnya sudah ada Dika, si juara pertama. "RAFAEL! Buset bengong lo?" tanya Dika. Rafael masih belum bisa tenang memikirkan risiko atas perbuatannya barusan. "Dik, selamat ya?" kata Rafael. Dika tergelak. "Gara-gara lo juga kali El, kalau lo gak nendang motornya Mahesa gue gak bakal menang. Thanks ya? Nanti habis penyerahan hadiah, gue tunggu lo di markas." "Udah El, jangan pikirin. Lo keren bisa celakain Mahesa."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD