Jejak?

1489 Words
*** “Kenapa?” tanya Zahra, kaku. Zahra tersenyum lebar, guna menghilangkan rasa kaku yang mengudara. “Assalamualaikum, semua...,” sapa Zahra. “Princess Muslimah....? “ Suara cempreng dari Wily terdengar menyapa telinga Zahra. Zahra memutar bola mata, ternyata juluk itu masih saja melekat di namanya. “Hem. Ya terserah saja..,” sahut Zahra, pada akhirnya. Pasrah. “Zahraaa..... “ Sarah dan Kerly muncul dari barisan meja, keduanya berlari menghampiri Zahra dan langsung memeluk Zahra. Secara spontan semua anak di kelas langsung mengerumuni Zahra. Zahra bak gula di tengah para semut. “Ini beneran, Lo’ kan? Princess Muslimah Zahra? Gue kangen gila sama Lo. Lo ke mana aja sih....? “ Sarah melepaskan pelukannya, setelah lima menit memeluk Zahra bersama Kerly. “Zahr, kita semua udah tahu mengenai musibah yang menimpa keluarga Lo. Kita semua turut berduka cita untuk semua yang terjadi.” Kerly menggenggam erat tangan Zahra, mencoba menyalurkan kekuatan pada Zahra. Dan sebagai bentuk bahwa betapa hal itu juga mengusik perasaan mereka sebagai sahabat dekat Zahra. Zahra tersenyum kecil, ia membalas genggam tangan Kerly. “Alhamdulillah, semua baik-baik aja sekarang. Insyallah, ada Allah yang akan beresin semuanya.” “Lo masih sedih, Kah? “tanya Sarah. “Kalo pun aku sedih, kan ada kalian yang bisa buat aku ketawa.” “Ouucch.... “ kompak anak sekelas. Apa-apaan ini, kenapa mereka jadi seperti panduan suara playgrup. “You be strong , Girl...” “Aamiin. Help me please to be strong girl,” sahut Zahra seraya tersenyum. “Of Crouser...” Zahra tersenyum. “Oke-oke, balik ke tempat semula, semuanya. Buruan guys... Zahra mau duduk di kursinya. Buruan pada minggir ya, Neng dan bang,” seru Sarah, mengintrupsi. “Ayo-ayo buruan, kuyy. Willy gusken buruan... “ “Oke-oke..” jawab Willy. Willy maju ke tengah. “Guy-guys... Gue tahu, wajah gue ini mirip Lee Min Ho, gue juga tahu kalo kalian itu se fans itunya sama gue.. Tapi maaf ya, buat hari ini Lee Min Ho, KW 1 gak bisa mengikuti kehendak kalian... Gue gak bisa kasih kalian tanda tangan dan foto bareng. “ Willy pura-pura mewek ala sinetron azab. Ia memperhatikan ekspresi jijik teman-temannya. Rencananya berhasil. “Jijik kan? Okey, sekarang pada bubar. Buru...buruan ihh... Jangan buat Lee Min Ho kw 1, naik pitam.” Bak menyambut seorang putri, barisan semua murid terbelah seolah memberikan jalan untuk Zahra lewat. Zahra terkekeh geli. Ada apa dengan teman sekelasnya, biasanya mereka jarang mau menurut apalagi diam selama lima menit. Wow, ini rekor muri. “Silahkan duduk di singgasana, kursi princess muslimah,” kata Willy. Zahra mendengus, masih tidak suka jika namanya di ganti dengan julukan princess muslimah. “Zahr, jadi selama hampir sebulan ini Lo di mana?” “Ceritain dong, Zar... kepo nih gue.” “Iya, Zar. Cerita dong.. “ “Cerita.. “ “Zar... “ Desak anak sekelas. “Eh, STOP. Neng-eneng dan bang-abang yang budiman, budigirl, jangan ganggu princess muslimah dulu. Princess kan baru juga sampai kelas. Nafasnya masih nyici, belum ngumpul semua. Ada baiknya, man-teman gak ganggu princess muslimah. Biarkan princess muslimah bernafas. Tarik-hembuskan. Seperti itu cara bernafas.” “Jangan lupa nafas ya, princess. Kasihan dunia sedih kalo tanpa kamu, eaak...”kata Willy. Ada apa dengan dunia, sejak pagi dia mendengar gombalan seperti itu? Pikir Zahra. Zahra jadi ingat Maryam. “Kita mesti rayain kembalinya Zahra,” usul Sarah. “Yap. Setuju,” sahut Kerly. “Pokoknya kamu juga harus setuju, Zahr.. “ todong Sarah sebelum ada aksi tolak-menolak dari Zahra. Sarah tahu jelas bahwa Zahra selalu menghindari pesta dan segala jenisnya. Zahra tersenyum simpul, kali ini dia tidak berniat menolak. “Setuju.” “Ha? Serius langsung setuju? “kaget Sarah. Zahra mengangguk pasti. “Good... “ ujar Kerly. “Serius nih Zahr? Biasanya nolak kan...” Sarah masih belum percaya. “Kenapa mesti nolak?” sahut Zahra. Masih tersenyum simpul. “Soalnya kata kamu, party atau pesta-pesat gitu, cuman habisi waktu aja. Gak worth it. Terus kenapa.. “ Zahra tersenyum simpul. “Kita akan buat perayaan. Tapi kali ini aku yang ngatur.” ** Senyum Zahra tiada luntur sejak tadi. Terus mengembang secerah sinar rembulan di langit malam hari ini. Sayup-sayup terdengar suara mengaji di belakangnya, salah satu alasan mengapa senyum Zahra secerah itu. Ingin rasanya ia ikut bergabung melantunkan jantung Al-Quran—yasin bersama mereka tapi ia sedang haid. Zahra memilih memejamkan matanya, menikmati lantunan yasin yang dibacakan oleh anak-anak kecil dari yayasan Santri dhuafa. Ya, malam ini mereka sedang mengadakan party, yang Sarah sarankan waktu itu. Zahra tersenyum kecil, melihat ekspresi kurang bersahabat dari Sarah. Gadis itu tampak sibuk, menggaruk tangan dan kakinya yang bentol-bentol akibat ulah serangga kecil bernama nyamuk. Ini bukan party yang seperti Sarah bayangkan, tidak ada kemeriahan, musik atau hal meriah lainnya. Ini party versi Zahra. “Di sini emang, banyak nyamuk, Mbak.. maaf ya, maklum ini rumah tua. Jaring fentilasi udaranya jebol, makanya nyamuk banyak banget masuk ke sini,” jelas wanita paru baya yang merupakan pengasuh yayasan—bu Nilam. Sarah refleks langsung membalas perkataan wanita paru baya itu dengan senyum kikuk. “Iya, Bu, gak masalah kok,” sahut Sarah, menghibur wanita paru baya itu. Ia memang tidak suka tempat ini tapi dia bukanlah gadis jahat yang tega menyakiti hati orang lain. Biarkan ketidaksukaanya ini, ia telan sendiri saja. “Alhamdulillah kalo gitu. Ibu salut sama kalian, masih muda, tapi jiwa sosialnya udah tinggi. Biasanya anak-anak remaja lebih senang menghabiskan waktu buat senang-senang,” tutur wanita paru baya itu dengan wajah ramah. Senyum Sarah makin menyempit, mendengar penuturan bu Nilam sedikit menyinggungnya. Sarah suka party, tapi sejauh ini ia selalu berada di batasnya kok... dia hanya.. hanya menganggap ini hiburan, itulah yang Sarah pikirkan. “Lain kali, kalo mau buat party, biar aku aja. Jangan biarin princess muslimah yang ngatur,” bisik Sarah, ditelinga Kerly. Kerly mengedipkan bahunya, ia malah tersenyum geli melihat wajah Sarah yang memerah karena kepanasan. Maklum, Sarah anak gedongan. Ia terbiasa dengan penyejuk ruangan atau AC. “Udah nikmati aja. Ini namanya party yang bermanfaat,” jawab Kerly. Sarah menghela nafas panjang. “Okey, fine.” “Sadaqallahualazim.” Suara anak-anak yang mengaji berakhir. Sarah buru-buru bangkit. “Mau ke mana, Sar? “ tanya Zahra. “Mau pipis,” jawab Sarah. “Bu Nilam, kamar mandi di belakang’kan ?” “Bukan nak, kamar mandi ada di luar. Di sebelah sana.” “Ha, di luar, Bu? “ refleks Sarah. “Nak Sarah jalan lewat pintu belakang aja biar cepet.” Sarah menghela nafas panjang. Ia sudah kebelet dan tidak ada pilihan lagi. Buru-buru Sarah berjalan ke belakang, sejujurnya dia rada takut. Kamar mandi ini memang terletak di luar, benar-benar di luar, di sisi kanan dan kirinya terlihat gelap gulita. Mata Sarah hanya bisa menangkap bahwa di sana sepertinya dipenuhi semak-semak belukar. Sarah jadi rada takut, bukan takut masalah gaib, tapi takut kalo-kalo di tengah gelapnya malam, tiba-tiba ada hewan berbahaya seperti ular misalnya. Ihhh... Sarah bergidik ngeri. Seharusnya tadi Sarah mengajak Kerly atau Zahra. Jika tidak terpaksa, Sarah akan lebih memilih menahan hingga pulang ke rumah. Tapi dia tidak bisa, sudah di ujung. Sarah memberanikan diri dan menepis pikiran-pikiran negatifnya. Dua menit berikutnya, Sarah keluar dari kamar mandi. Gadis itu bergegas kembali. Sedikit terburu-buru, entah kenapa. Sarah melangkah lebar lalu tanpa sengaja menginjak sesuatu yang membuat tubuh Sarah terhuyung ke belakang. Sarah yakin dia akan jatuh. Dan yang terjadi.... Sarah terbelalak, dia mengambang di udara. Ada sesuatu yang menahan tubuhnya di belakang. Sarah menoleh, ada bayangan yang bergerak cepat mengembalikan keseimbangan tubuh Sarah. Sarah tidak jadi jatuh. Sarah merasa aneh dengan kejadian itu. Ia buru-buru berlari masuk kembali ke dalam rumah. “Zahr, ada vampire yang menolong ku tadi.” Perkataan Sarah, sukses membuat pergerakan tangan Zahra yang sedang menyusun makanan ringan terhenti. Zahra menoleh, menelisik wajah Sarah dengan seksama. Air muka Sarah terlihat sangat serius. “Kamu tahu, aku seharusnya jatuh dan tiba-tiba ada bayangan yang bergerak cepat dan membantu mengembalikan keseimbangan tubuhku,” tutur Sarah. “Aku yakin itu Vampire ehm, maksudku jin.” Zahra diam bergeming. “Aneh-aneh aja kamu, Sar,” sahut Kerly yang ternyata mencuri dengar pembicaraan keduanya. “Serius tahu, Ker,” jawab Sarah sungguh-sungguh. “Kamu tahu bayangin itu vampire dari mana?” tanya Kerly. “Hem, aku tahu, hem, dari... dari n****+. Tapi apa yang aku alamin tadi itu beneran loh... “ Kerly malah tertawa. “Kayaknya kamu kecapean deh, Sar.” “Gue serius!” “Iya..iya... percaya kok... “ Kerly mensem-mesem menahan tawa. Sarah memutar bola mata, jemaah. “Terserah deh kalo gak percaya.” “Malam ini kita nginep sini aja ya. Udah malam, lebih aman kalo kita nginep di sini aja,” ujar Zahra. Kerly setuju. Mau tidak mau, Sarah terpaksa setuju. “Sar, Lo mau istirahat sekarang gak? Biar gue temenin. Bu Nilam udah nyiapin kamar buat kita,” tanya Kerly. Sarah mengangguk setuju. Saat berbalik, Zahra melihat sesuatu di belakang baju Sarah. Zahra terdiam. Itu jejak tangan vampire ?—batin Zahra menerkah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD