Tipu daya

1288 Words
“Stefani! Apa kamu yang melakukan ini!” Kelvin menarik Stefani dengan kekuatan jinnya. Kelvin membawa Stefani ke gudang belakang yang jelas tidak akan dikunjugi siswa-siswi, kecuali mereka yang kurang kerjaan. “Lepaskan saya! “geram Stefani. Kelvin langsung melepaskan tali tak kasat mata yang dia gunakan untuk mengikat Stefani agar datang ke gudang. “Ayo katakan! “ “Apa maksud kamu? “ Sefani membuang muka. “Jangan pura-pura tidak tahu, Stefani.” Stefani mendelik. “Apa yang berusaha kamu katakan Kelvin? “ “Sarah.” Alis mata Stefani menukik. “Ada apa? “ “Katakan di mana dia?! “ “Saya? “ Stefani tertawa pelan. “Kenapa kamu tanyakan pada saya, saya bukan sahabatnya, tanya Zahra sana. Bukannya Zahra sahabatnya.” “Stefani! “ Nada Kelvin naik tiga oktaf. “Jangan pernah bawa-bawa nama Zahra! “ “Kenapa? Saya cuman menyebutkannya saja, kenapa kamu marah?” Stefani tersenyum miring, hanya karena nama Zahra disebut ia bisa terlihat sangat marah seperti ini. ‘Sunggu lucu.’ “Katakan di mana Sarah? “ “Kamu tahu Sarah hilang? “ Tiba-tiba suara gadis lain mengintrupsi pertanyaan Kelvin. “Zahra.” Zahra berjalan mendekati keduanya. Stefani mendengus. “See, coba tanyakan pada Zahra, Kelvin.” Stefani tersenyum lagi. Zahra menatap bingung keduanya, ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun tentang Sarah. “Dari mana kamu tahu Sarah menghilang? “ “Karena Kelvin lah pelakunya,” sahut Stefani, datar. Zahra menoleh, tidak percaya apa yang Stefani katakan. Zahra menunggu jawaban Kelvin. “Kelvin apa maksud Stefani? “tanya Zahra, pelan. Kelvin tersenyum. “Apa kamu mencurigai saya, Zahr? “ Zahra bimbang. Ia tidak menggeleng atau mengangguk. “Apa bisa diam kamu saya artikan bahwa kamu percaya apa yang Stefani katakan? “tanya Kelvin lagi, nada suara Kelvin terdengar sarat akan kekecewaan. “Kelvin, kamu kalah! “bisik Stefani. “Akhirnya kamu bisa melihat ke— “Saya lebih percaya Kelvin ketimbang kamu,” jawab Zahra, tegas. Kelvin tersenyum di balik punggung Stefani. “Kamu kalah lagi.” Stefani langsung pergi, begitu Zahra pergi dari sana. Stefani sangat marah, ia mengubah rupanya ke dalam bentuk jin. Tidak ada yang bisa melihatnya. Stefani duduk di atas pohon dengan kemarahan yang masih memuncak. “Apa kamu mau teh? “ Stefani menoleh. Ada orang yang duduk di kursi taman dekat pohon, tatapannya lurus ke depan. Stefani makin kesal, ia tidak ingin di dekat manusia. Stefani ingin sendiri. “Atau mau darah?” Stefani kembali menoleh, ia mengurungkan niatnya untuk pergi dan malah memperhatikan si pemilik suara. “Saya juga punya tulang kalo kamu mau.” Stefani terlonjak kaget. Ia sampai jatuh dari atas pohon. “Ha! “ Stefani makin kesal. Siswa itu masih tetap menatap lurus ke depan, ia jelas tidak melihat Stefani. “Bodoh!” Stefani mengumpat dirinya sendiri. Ia hendak bangkit namun ia melihat darah keluar dari belakang siswa itu. “Hey! Kamu bukan manusia! “teriak Stefani. Siswa yang memakai seragam itu kali ini menoleh pada Stefani. “Kamu jin tapi tidak tahu tentang hal itu? Kamu baru sadar sekarang.” “Siapa kamu? “ “Saya hantu. “ “Kamu juga jin. Kenapa mengambil rupa anak siswa di sini? “ “Suka-suka saya, apa masalahmu dengan itu?! “ “Tidak ada,” sahut Stefani, datar, hendak pergi. “Apa kita tidak bisa menjadi teman? Saya kesepian di sini.” “Tidak. Salah sendiri kenapa kamu berada di sini. Pergilah dari sini. Kembalilah ke tempat kamu! “ “Kamu berkata, seolah dunia ini milik kamu. Kamu juga bukan manusia. Kamu jin. Kenapa kamu masih di sini? “ Stefani tertegun. “Terlalu betah di sini? “ “Tidak.” “Lalu? “ “Saya ingin kembali, tapi saya tidak bisa meninggalkannya.” “Meninggalkannya? Kelvin masuk kamu?” “Kamu kenal juga dengan dia? “ “Dia sering duduk di kursi ini, biasanya saya akan pergi jika dia di sini.” “Kenapa? “ “Kamu jelas tahu apa jawabnya.” . . “Terima kasih sudah mempercayai saya.” Kelvin menulis kalimat itu dalam selembar kertas, ia meminta temannya mengoper surat itu sampai ke tangan Zahra. Zahra mengernyit saat mendapatkan surat itu, sejak tadi ia fokus mendengarkan pelajaran Islam yang hanya diadakan satu minggu sekali jika di sekolah umum seperti sekolah Zahra. “Dari Kelvin,” bisik teman mereka. Zahra menoleh dulu sekilas pada Kelvin untuk memastikan. Saat melihat Zahra menoleh Kelvin terlihat malu. Zahra menerima surat itu. Senyum kecil muncul begitu saja di wajah Zahra saat membaca surat itu. Zahra menyimpan surat itu, lalu mengangguk sekilas pada Kelvin sebagai balasan atas suratnya. “Nanti, akan saya ceritakan semuanya, Zahra.” Kelvin kembali menulis surat itu, meminta bantuan teman untuk mengopernya surat itu. Satu kelas tidak fokus pada pelajaran karena ulah Kelvin itu. “Ada apa? “ tanya pak guru tiba-tiba. Semua hening. Mereka tidak berani menjawab, takut jawaban mereka malah memacing kemarahan guru yang dikenal dengan kedisipilan itu. Pak Guru, menghela nafas panjang dan kembali mengajar. “Sstststst..Zahr.” “Zahr.” “ZaHR... “ Zahra menoleh, ia melihat surat kembali terjulur untuknya. Zahra tersenyum, kali ini dia membalas surat Kelvin. “Saya mempercayaimu, Kelvin.” Zahra lempar surat itu ke arah temannya yang sejak tadi menjadi jembatan untuk surat-surat mereka, tapi kali ini Zahra tidak beruntung, kerasnya jatuh ke lantai dan surat itu langsung dicomot pak guru. “Oh jadi surat ini penyebabnya.” Pak Guru mengedarkan pandangnya ke seluruh penjuru kelas, matanya lalu kembali menatap surat itu. “ Biar bapak bacakan, agar si pemilik surat ini ingat kalo ini surat miliknya.” Zahra cemas. “Maaf, Pak.” Kelvin bangkit dari bangkunya. “Maaf, Pak lancang. Tapi tidak baik membuka surat milik orang.” “Jadi ini surat milik kamu? “ Kelvin melihat Zahra yang nampak cemas. “Iya, Pak.” Zahra menoleh. Ia kaget. Itu bukan surat Kelvin tapi surat miliknya. “Keluar kamu dari kelas saya, kamu tidak akan masuk di kelas saya dua semester.” Kelvin berjalan keluar, ia kembali melihat ke arah Zahra. Zahra disergap perasaan bersalah. “Baiklah kita lanjutkan lagi pelajaran tentang tipu daya iblis.” “Pak.” Zahra mengacungkan tanyanya ke atas, lalu berdiri. “Itu surat saya bukan surat Kelvin.” “Keluar dari kelas saya!” “Pa, Kelvin tidak bersalah, biarkan dia belajar.” “Tidak. Kelvin memang tidak bersalah, tapi ia salah karena menutupi kebenaran ya ada. Bapak menghukum kesalahan Kelvin dari itu.” “ Sekarang kamu keluar. Orang berilmu tanpa adab tidaklah akan berguna jadi selama kalian belum bisa memperbaiki adab kalian, maka kalian akan tetap saya keluarkan.” “ Zahra, kenapa kamu keluar juga? “ Kelvin masih ada di teras kelas. “Saya hanya tidak enak kalo kamu yang menanggung semuanya.” Kelvin tersenyum kecil. “Maaf ya, karena saya kamu jadi harus keluar dari kelas. Padahal pelajaran agama Islam (PAI) pelajaran yang selalu kamu nantikan setiap minggu.” “Tidak masalah.” “Tetap saja, saya merasa bersalah.” “Saya yang salah, seharusnya saya tidak ceroboh dengan langsung melempar kertas itu tanpa melihat keadaan dulu,” sahut Zahra. Keduanya sama-sama diam. “Kenapa diam?” tanya Zahra, bingung. “Dari sini kedengeraan suara pak guru. Meski gak belajar di kelas, kita masih bisa ikut pelajaran.” Zahra baru sadar, rupanya suaranya jelas terdengar meski mereka di teras. “Kamu gak bawa pulpen sama kertas? “ Zahra menggeleng. “Kalo gitu tunggu bentar.” Kelvin pergi ke arah koperasi sekolah. Lima menit kemudian Kelvin datang membawa dua buku dan pulpen. “Kita bisa catat materinya di sini.” Kelvin kembali duduk bersilo di lantai. “Kamu benar.” Zahra ikut dudu bersilo di lantai. Keduanya duduk dengan ada jarak. “Ini bukunya.” “Terima kasih.” Zahra menerima buku yang baru saja Kelvin beli di koperasi sekolah. “Pulpennya mana? “ tanya Zahra. “Ini, pake aja.” “Kamu gimana? Kamu gak ada pulpen?” “Pulpennya habis di koperasi, tinggal satu saja, hanya itu yang ada.” “Hem,” Zahra memutar otak, bagaimana satu pulpen bisa digunakan untuk dia dan Kelvin. “Gimana kalo kita nyatetnya gantian? Gimana? “ “Ide bagus.” Kelvin tersenyum. Keduanya lalu fokus mendengarkan penjelasan pak guru di dalam kelas. “Tipu daya iblis itu bukan hanya mengajak kita pada keburukan, tapi juga ada pada jalan kebenaran, mereka mempermainkan hati hingga buta untuk melihat salah atau benar. Iblis adalah pemain lama, ia punya segenap taktik dan cara untuk menjerumuskan manusia ke dalam neraka, seperti sumpah iblis yang akan senatiasa datang pada manusia, dari depan, kanan, kiri, belakang kalian. Sebagaimana dalam Al-Quran terdapat dalam ayat.... “Maka kalian, bisa memberi hidayah dengan hati ikhlas dan penuh kepercayaan . Zahra menulis satu halaman, lalu setelah selesai, di ganti dengan buku milik Merek. Zahra menggelindikan pulpen ke arah Kelvin. Kelvin mulai menulis. “Tipu daya iblis.” Kelvin tersenyum samar. “Tipu daya iblis,” gumamnya, sangat pelan. **

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD