Secarik kepercayaan

1046 Words
“Selama ini saya tidak memiliki, Kakak. Bolehkan saya memanggil Kakak ? Jika kita bertemu lagi maka, saya akan memanggil itu.” Gadis itu mengangguk. Ia melepas pelukan Zahra dan menyuruh Zahra untuk segera pergi. Zahra segera keluar dari kamar dengan hati-hati. Ia menundukkan dan berjalan dengan waspada. Awalnya semua berjalan sesuai dengan keinginan, namun di tengah jalan, Zahra membuat kecerobohan. Ia menjatuhkan sesuatu yang entah apa, membuat suara gaduh yang cukup kuat. Zahra panik, ia berjalan ke sembarang arah. Dan saat tersadar, Zahra tidak tahu ia berada di mana. Kastil itu sangat luas dan semua terlihat hampir sama. “Bagaimana ini? “ Zahra bingung. Malam makin gelap dan obor di kastil sama sekali tidak membantu penglihatan Zahra. Zahra jalan meraba-raba, berharap langkah yang dia ambil bisa benar. Tak...tok...tak. Suara langkah kaki di koridor membuat Zahra buru-buru bersembunyi. Ia masuk ke dalam kamar dan bersembunyi di balik pot besar yang ada di sebelah pintu yang setengah tengah. Zahra mengintip. Terdengar suara derap pintu yang dibuka. Zahra melihat Stefani masuk ke dalam ruangan itu, mata Zahra mengikuti langkah Stefani dan ia baru sadar. Di ruangan ini bukan hanya dirinya dan Stefani. Tapi juga ada gadis itu. Gadis itu duduk diikat membelakangi pintu. “Kamu tahu ini berbahaya,” kata Stefani. “Dan ini adalah perawalannya.” Intonasi Stefani menajam dan dingin. “Saya tidak takut. Saya bukan seperti kamu yang—“ “Di mana Zahra? “ sela Kelvin. Kelvin tiba-tiba muncul di sana. Suara intonasinya tinggi membuat Zahra kaget dan hampir saja latah berteriak. Beruntung Zahra segera menutup mulutnya. Beberapa menit, Zahra menetralkan degup jantungnya sebelum akhirnya memberanikan diri kembali mengintip dari celah pot. Zarah terkejut karena di tangan Stefani banyak darah dan gadis itu terbujur kaku di kursi. Plak Zarah menyenggol sesuatu. Stefani dan Kelvin serempak langsung menoleh ke arah Zahra. Zahra buru-buru kabur. Masa bodoh, ia sudah tertangkap basah atau apapun. Di kepala Zahra hanya insting untuk menyelamatkan dirinya. Zahra lari tunggang langgang. Ia mencari jalan sesuai petunjuk dari gadis itu. Zarah keluar dari kastil dan pergi masuk ke dalam hutan. Ia masuk ke dalam hutan gelap tanpa peduli resiko yang akan dia hadapi dan kali ini akan berbeda dari tempo lalu. Tidak ada cahaya sedikit pun. Cahaya bulan bahkan tidak bisa menebus hutan ini. Mata Zahra meraba-raba mencari titik terang meski begitu ia tetap saja lari tanpa tahu arah. Tiba-tiba ada cahaya yang masuk ke dalam mata Zahra, refleks Zahra langsung mengikuti cahaya itu. Ia seolah berjalan di lorong cahaya. Tidak ada apapun selain cahaya putih yang terlihat hingga titik akhir cahaya itu. Dan semua terlihat seperti normal kembali. Zahra bingung, ia menoleh ke sana-kemari. Dimana aku?—batin Zahra. Zahra masih berada di dalam hutan bedanya msski gelap, ia masih bisa melihat pohon, jalan dan batu. Sinar bulan juga nampak ranaw di menghiasi langit, memancarkan cahaya yang bisa membantu mata Zahra melihat. Zahra spontan tersenyum. Ia seperti bisa pulang sekarang. Tapi ia tidak tahu harus ke arah mana. “Apa kamu tersesat di hutan ini? “ “Astagfirullah.” Zahra refleks mengelus dadanya. Ia sangat kaget, mendapati seorang wanita paru baya berada tepat di belakangnya. Wanita itu tersenyum, ramah. “Saya kebetulan penduduk asli sini. Kalo kamu tersesat saya bisa membantu kamu keluar dari sini. Wanita itu menjulurkan tangannya pada Zahra. “Ayo biar saya antar.... “ Wanita itu kembali tersenyum. Melihat senyum itu Zahra merasa bahwa wanita itu orang baik yang hendak membantunya. Senyumnya terlihat begitu tulus dan tidak tersirat tatapan jahat sedikit pun di kelopak mata layunya. Penampilan wanita itu juga sederhana, ala orang pedesaan. Zahra rasa ia tidak perlu khawatir lagi. Ia hanya perlu mengikuti langkah wanita paru baya itu dan pulang. Zahra mengulurkan tangan juga. Wanita itu hendak menyambut tangan Zahra, tiba-tiba ada Kelvin yang mendorong wanita itu. Menjauh dari Zahra. “Kelvin...,” cicit Zahra kaget. “Menjauhlah dari wanita ini, Zar,” kata Kelvin. Ia berdiri membelakangi Zahra. “Hey! Apa-apaan ini? Kenapa kamu mengganggu pekerjaan saya! “ Tatapan mata yang awalnya terlihat sayup, seketika merah menyalak. Zahra kaget bukan main. Ia mulai tahu, siapa wanita ini. Dia bukan manusia. “Kamu tidak berhak mengganggu mangsa saya !” Semua penampilan wanita paru baya itu seketiak berubah, tidak lagi sederhana seperti tadi. Zahra spontan menutup matanya, merasa takut sekaligus kaget. “Dia bukan mangsa saya. Jadi jangan macam-macam padanya,” sahut Kelvin, datar. “Dia sudah menginjak daerah saya. Itu artinya dia mangsa saya! “ “Lalu, kamu mau apa? “ tanya Kelvin “Kita harus bertarung.” “Setelah saya mengelurkan Zahra dari alam jin.” “Alam jin....? “ Zahra membeo. “Tidak bisa! “ Wanita itu tidak terima, ia langsung menyerang Kelvin. Keduanya lalu terlibat perkelahian hebat. “Ayo pergi dari sini.” Kevin berjalan di depan Zahra. Wanita paru baya tadi, sudah kalah dan langsung melarikan diri. Zahra mengekor saja. Ia kembali melewati seperti lorong cahaya lalu setelah itu, gelap. “Kita sudah sampai di alam manusia. Ayo kita pulang ke kastil.” Kelvin menoleh. Zahra membuang muka. “Saya ingin pulang.” Kelvin tertegun. Lima menit terjadi keheningan di tengah hutan gelap. “Kamu boleh jika saya yang mengantarkan nya,” kata Kelvin, akhirnya. “Saya juga akan mengajak Stefani, saya tahu kamu tidak suka berduaan saja dengan saya.” Zahra mengangguk kecil. Kelvin memberikan isyarat agar Stefani segera datang, mungkin menurut isyarat itu seperti maps di jaman Sekarang. Dan benar, tidak lama, Setai datang. “Kita harus mengantar Zahra pulang ke rumahnya,” Kata Kelvin. “APA? Bagaimana bisa kamu hendak melepaskan Zahra begitu saja. Kebebasann Zahra bisa menjadi bumerang untuk kita. Kelvin hanya diam saja. Begitu pun Zahra yang tidak bisa mengatakan apa-apa. “Saya percaya pada Zahra. Dia gadis yang baik. Dia tidak akan memberitahu keberadaan kita di pada siapa pun.” “Saya tidak akan melepaskan Zahra. Saya tidak akan bersikap bodoh seperti mu, Kelvin! “ “Sekarang kamu harus melepaskannya!” tegas Kelvin. “Percayalah apa yang saya katakan... “ Stefani mendengus. Ia mendorong tubuh Kelvin dan langsung menyerang Zahra yang sejak tadi berada di belakang Kelvin. Zahra kaget dan tidak sempat menggelak. Stefani menyerang, Zahra dengan kuku panjangnya. Telapak tangan Zahra berdarah. Terlihat tiga goresan luka yang terbecap di sana. Zahra semakin meringgis kesakitan, saat tiba-tiba ada sesuatu yang masuk ke dalam luka itu. Kelvin marah. Ia menyerang Stefani yang di anggap telah melukai Zarah. Mereka berdua saling menyerang. Stefani terpental dan luka. Kelvin juga mengalami hal yang sama. “Kenapa kamu melakukan hal ini? “Stefani menggeram kesakitan. “Kamu tahu apa yang sedang saya lakukan.” Kelvin menoleh pada Zahra. Zahra memalingkan wajahnya. “Zahra, tolong jangan mengecewakan saya....”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD