Hari Bersama Daisy

1604 Words
Karena kemarin Arsya dan Daisy sempat bersitegang karena Daisy mengunjungi salah satu venue yang menjadi list untuk tempat mereka menikah di Bekasi tanpa Arsya, maka pada akhir pekan ini Arsya sampai datang ke rumah Daisy pagi hari sekali. Begitu Arsya datang ke rumah Daisy, ia langsung disambut hangat oleh calon Ayah dan Ibu mertuanya. Bahkan mereka mengajak untuk sarapan bersama selagi Daisy sedang bersiap-siap. “Jadi hari ini mau coba lihat ke venue yang mana, Sya?” Tanya Ayah Daisy. “Mau ke salah satu resor di Bogor, Om.” Jawab Arsya dengan sopan. “Wah, adem tuh disitu.” Ibu Daisy ikut mengomentari pembicaraan mereka. “Bisa dong sekalian kamu jalan-jalan sama Daisy.” “Haha, iya, tante. Hitung-hitung sambil refreshing dari pekerjaan.” Kata Arsya menyetujui. Ayah Daisy juga mengangguk setuju. “Daisy tuh udah kelihatan penat banget akhir-akhir ini. Masalah kerjaan, juga nyiapin pernikahan kalian, ya? Yang lama sana jalan-jalan sama Daisy.” Arsya mengunyah makanannya perlahan, ia terlihat memikirkan apa yang hendak ia ucapkan. Sampai kemudian ia tersenyum tipis. “Kalau Arsya ajak Daisy nginap di resor boleh?” Ayah Daisy langsung tergelak. “Boleh, Arsya. Kan sudah om bilang, bawa Daisy pergi yang lama.” “Tapi ingat ya, harus beda kamar.” Ibu Daisy memperingati sembari tertawa kecil. “Siap, Om, Tante.” Jawab Arsya sambil menggerakan tangannya hormat di depan Ayah dan Ibu Daisy. Daisy sendiri baru turun dari tangga dan ia melihat Arsya sedang berbincang-bincang bersama Ayah dan ibunya. “Nah, udah selesai dandan kamu.” Celetuk Ibu Daisy ketika Daisy ikut bergabung di meja makan. Namun Daisy hanya meminum segelas air mineral dan selembar roti gandum dengan selai kacang. “Kok makannya sedikit? Makan yang banyak, Dai. Biar subur.” Goda Arsya sambil mengacak rambut Daisy. “Ih, Arsya.” Daisy agak menghindar dari Asya. “Jangan acak-acak rambut aku, baru selesai di styling nih.” Arsya hanya tertawa kecil. Jika dihadapan orangtua Daisy tentu saja ia tidak berani dan usil kepada Daisy seperti biasanya. Walaupun Arsya dianggap santai oleh orangtua Daisy, tetap saja Arsya menjaga image dihadapan orangtua Daisy sebelum mereka benar-benar menikah. *** Sambil merangkul Daisy, Arsya melihat bagian belakang resor yang merupakan sebuah hutan pinus luas yang dijadikan tempat wisata juga. Udara disini terasa sejuk, membuat Arsya membayangkan bahwa menikah disini juga tidak akan membuat dirinya maupun Daisy gerah ketika menjadi pengantin. “Gimana menurut kamu kalau disini?” Tanya Arsya. Daisy menatap ke sekeliling. Ada sebuah lapangan besar yang di khususkan untuk venue pernikahan. “Nyaman sih tempatnya, aku suka juga.” Daisy kemudian mengeluarkan ponselnya, lebih memilih melepaskan diri dari rangkulan Arsya, kemudian berjalan-jalan sendiri sambil memotret venue di ponsel, karena Daisy juga ingin menunjukkan foto venue ini. Arsya hanya bisa menghela napas sambil menatap Daisy dengan lelah. Ia sudah berusaha untuk tidak lagi memohon-mohon maaf karena pertengkaran mereka kemarin. Lagipula menurut Arsya tidak ada yang salah kemarin. Arsya hanya ingin Daisy tidak kelelahan dan tidak terus memaksakan diri untuk mengurus pernikahannya sendiri. Tapi Daisy terlihat masih kesal dengan Arsya. Tidak bisa seperti Arsya yang santai terhadapnya. Perasaan wanita memang sulit ditebak. Ketika Arsya hendak melangkah menyusul Daisy, ponselnya berdenting. Arsya kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku, melihat satu notifikasi dari aplikasi i********:. ReihanaZola has requested to follow you. Arsya mengernyit dan membuka profil itu. Dirinya langsung terdiam ketika melihat foto profil wanita berambut pink ash. Arsya hanya tersenyum geli, teringat dengan affogato buatan Zola. “Oh, Zola affogato.” Gumam Arsya sambil menekan tombol confirm dan kemudian follow back. Arsya kemudian mengangkat pandangannya, masih melihat Daisy yang berdiri beberapa meter di depannya. Arsya lalu berlari, menghampiri Daisy dan merangkul wanita itu lagi dengan semangat. “Aduh, Arsya! Jangan kenceng-kenceng dong ngerangkulnya.” Rengek Daisy sambil berusaha melepaskan diri dari Arsya. Namun Arsya tak kunjung mau melepaskannya. “Biarin aja, biar aku nggak di tinggal-tinggal lagi.” Jawab Arsya. “Aduhh, iya-iya.” “Iya apa?” “Nggak di tinggal lagi.” Ungkap Daisy. “Nah, gitu dong.” Arsya tertawa puas, namun ia masih tetap menggenggam tangan Daisy. “Foto yuk, Dai. Mau upload kalau aku lagi liburan sama kamu.” “Liburan apaan, kita kan lagi cari venue buat nikah.” Cibir Daisy. Arsya hanya melirik Daisy yang kembali tidak menyenangkan. Tapi Arsya tetap merengkuh pinggang Daisy sambil mengangkat ponselnya, mengarahkan kamera depan. Arsya kemudian berpose mencium pipi Daisy dan Daisy memejamkan matanya sambil tertawa kecil karena terkejut oleh ciuman tiba-tiba Arsya. “Aduh… cakepnya tunangan aku.” Puji Arsya sambil menekan-nekan pipi Daisy seperti squisy. “Relationship goals banget ya kita.” Daisy hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Dalam hati ia mengamini agar dia benar-benar menjadi pasangan yang serasi dengan Asya, bahkan setelah pernikahan mereka berdua, semoga tetap langgeng. *** Arsya berbaring di sebuah kasur kecil yang ada di luar resor yang sekarang mereka tempati. Berbeda dengan resor bertema hutan pinus yang tadi mereka datangi, resor kali ini suasananya lebih seperti di Bali. Arsya memilih kamar yang memiliki private pool dan memberikan pemandangan hutan dan pegunungan dihadapannya. Ia setengah berbaring sambil menatap kabut yang mulai turun menutupi pepohonan hutan. Sedangkan Daisy masih tengkurap sambil menggambar di Ipad-nya. Pekerjaannya sebagai graphic designer dan illustrator di sebuah bank ternama Indonesia membuatnya tidak bisa lepas dari menggambar di Ipad. Bahkan terkadang Daisy juga menerima pekerjaan graphic designer selingan. “Sudah selesai?” Tanya Arsya sambil berbaring menyamping, satu tangannya menyangga kepala memperhatikan Daisy yang sedang mewarna gambarnya. “Sebentar lagi.” Daisy tersenyum sambil menoleh sekilas menatap Arsya. Sepertinya mood Daisy sudah membaik saat ini. Arsya kemudian menyelipkan helaian rambut yang menutupi wajah Daisy ke belakang rambutnya. Daisy masih tersenyum, terlihat menikmati sekali waktunya. “Jangan capek-capek ya, Dai.” Pesan Arsya.             “Nggak capek kok, Sya.” “Maksudku, dalam ngurusin pernikahan kita, kamu juga jangan capek-capek.” Ungkap Arsya. “Soal kemarin yang kita berantem, kayaknya ada salah paham diantara kita lagi, Dai. Bukan maksud kamu untuk marahin kamu saat itu yang ke Bekasi sendirian. Cuma aku sedih dan merasa bersalah karena ngebiarin tunangan aku lihat venue sendiri jauh-jauh ke Bekasi, sedangkan aku sibuk di kantor.” Daisy sontak menghentikan goresannya diatas Ipad. Ia menatap Arsya sambil mengerjapkan matanya. “Astaga, Sya, buat apa sih kamu ngerasa bersalah? Orang aku yang mau juga.” “Tapi aku nggak mau kamu capek sendirian, Dai.” Daisy sudah membuka bibirnya kembali, hendak memotong ucapan Arsya, tapi Arsya dengan cepat kembali berbicara. “Aku mau jadi calon suami yang bisa kamu andalkan, Dai. Aku nggak mau kita berantem lagi, apalagi saat ini. Tapi aku minta sama aku, tentang apapun persiapan kita, tolong bicarakan lagi sama aku.” Ada rasa sedih dalam hati Daisy yang terdalam ketika mendengar ucapan Arsya. Arsya seolah benar-benar mengungkapkan apa yang ia rasakan dan Daisy memang benar merasa kalau ia bisa saja mencoreng harga diri Arsya karena tidak melibatkan peran Arsya dalam persiapan pernikahan mereka. “Oke, Dai?” Tanya Arsya lagi meminta persetujuan. Daisy akhirnya hanya bisa mengangguk. Walaupun sebenarnya Daisy ingin meminta maaf karena seolah menganggap Arsya tidak bisa ia andalkan dalam persiapan pernikahan mereka. Itu semua karena Daisy adalah orang yang terlalu mandiri, seolah dirinya selalu merasa sanggup melakukan apapun sendiri. Padahal pada hari ini di Bogor, juga ia pergi bersama Arsya. Tubuh Daisy tidak terlalu lelah karena Arsya menyetir mobil dan juga lebih hapal jalanan daripada Daisy yang harus melihat maps di ponselnya ketika berpergian. Bahkan Arsya memesankan resor dengan pemandangan yang indah dan juga mewah untuk Daisy. Daisy kemudian menyimpan gambarnya dan mengunci layar Ipadnya. Ia kemudian membalikkan badannya dan setengah duduk menatap Arsya yang hanya mengangkat kedua alisnya ketika Daisy menatapnya. Kedua ujung bibir Daisy tertarik keatas membentuk sebuah senyuman indah. Ia kemudian mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya pada bibir Arsya. Arsya lalu memejamkan matanya, tersenyum dalam ciuman karena tak menyangka Daisy akan menciumnya terlebih dulu. Tangan Arsya bergerak ke tengkuk bagian belakang Daisy. Perlahan namun pasti, Arsya menggerakan bibirnya, mengulum bibir Daisy dan memperdalam ciuman mereka berdua. Ciuman keduanya makin intens, sampai kemudian Arsya membaringkan tubuh Daisy di ranjang outdoor ini. Tubuhnya makin mendekat ke Daisy, ciuman mereka berdua semakin intens dan kemudian mereka menyudahi ciuman keduanya ketika oksigen diantara mereka berdua menipis. “Mau ke dalam aja nggak?” Tanya Arsya sembari menatap Daisy dengan mata berkabut napsu. Kerongkongannya terasa kering dan jantungnya berdegup kencang ketika Daisy balas menatapnya dengan sayu. “Disini… dingin ya, Dai?” Daisy sontak tergelak. “Yaudah, ayo.” Dan Daisy pun mendorong tubuh Arsya dengan pelan agar ia bisa bangun dari kasur yang berada di luar ini. Namun melihat Daisy yang hanya berjalan santai masuk ke kamar, membuat Arsya berdecak. Daisy memang tidak peka terhadap keromantisan. Maka dari itu Arsya menghampirinya, lalu mengangkat tubuh Daisy dengan gaya bridal dan membuat Daisy memekik kaget. “Sya!” Arsya tertawa kecil. “Kamu tuh nggak ada romantis-romantisnya, ya? Minta gendong gitu, atau apa?” Daisy juga sama tergelaknya. “Tanpa aku minta juga kamu udah gendong sendiri.” Arsya hanya tersenyum bangga dengan itu. Ia kemudian membaringkan tubuh Daisy ke kasur, lalu menutup pintu kaca kamar mereka agar udara dingin dari luar tidak menelusup masuk ke kamar mereka. Arsya kemudian mengangkat kausnya, melepaskannya dan merangkak naik keatas tubuh Daisy di ranjang. Daisy tersenyum sembari mengalungkan lengannya pada tengkuk Arsya, hingga Arsya menunduk dan mencium bibirnya kembali dengan menggebu. Bibir mereka saling mencecap satu sama lain, menyalurkan hasrat mereka berdua. Ciuman Arsya kemudian turun ke tengkuk Daisy. Kepala Daisy sedikit mendongak keatas, dirinya terengah ketika Arsya menghujami tengkuknya dengan ciuman basah, menjilatnya, menggigitnya pelan dan menghisapnya. Tangan Arsya tak tinggal diam, dirinya juga menarik keatas blouse yang dipakai Daisy, menanggalkannya dari tubuh Daisy. Kemudian tangannya dengan lihai bergerak kebelakang, melepaskan kaitan bra yang dipakai Daisy. Hingga bra itu terlepas dan p******a penuh serta mulus Daisy jatuh dalam genggaman tangan Arsya yang hangat dan langsung meremas-remas p******a Daisy secara bergantian dan membuat Daisy melenguh nikmat. Baik Daisy maupun Arsya tidak mengindahkan perkataan kedua orangtua untuk tidak tidur dalam satu kamar bersama. Karena Arsya dan Daisy sebenarnya sudah beberapa kali bercinta. Arsya menjadi yang pertama untuk Daisy, memberinya janji akan bertanggung jawab dan menikahinya karena telah mengambil mahkota yang berharga bagi Daisy ketika mereka masih menjadi mahasiswa. Akhirnya kini Arsya akan menepati janji itu, menikahi Daisy, bertanggung jawab dengan segala hal yang mereka lakukan dan membiarkan mereka melanjutkan percintaan mereka. Menyatukan tubuh mereka diringi dengan desahan basah dan kehangatan yang diciptakan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD