“Pagi!”
“Selamat pagi, Pak Arsya.”
“Pagi, Ro!” Sapa Arsya dengan sumringah ketika berpapasan dengan Endro di lantai yang sama pada ruang kerja mereka.
Namun bukannya langsung menjawab sapaan Arsya, Endro malah menaikkan kedua alisnya, seperti menatap Arsya dengan heran.
“Lagi kenapa lo?” Tanya Endro dengan heran.
Arsya langsung memundurkan langkahnya, balas menatap Endro sambil mengernyit. “Emang gue kenapa?” ia lalu terkekeh singkat.
“Kaya nggak biasanya aja, lebih semangat hari ini sama sumringah banget.” Tapi kemudian Endro tersenyum tipis. “Lagi baikan sama Daisy ya?”
Arsya langsung mengulum senyum. Teringat liburan singkatnya dengan Daisy di Bogor dan mereka menghabiskan malam panas dengan bercinta sampai puas. Ah, rasanya lega sekali bisa bersenang-senang dengan Daisy!
“Ada deh!” Jawab Arsya akhirnya yang membuat Endro hanya bisa geleng-geleng kepala melihat rekan kerjanya itu melangkah memasuki ruang kerjanya sambil bersiul senang.
Namun begitu membuka pintu ruang kerjanya, tatapan Arsya langsung terpaku pada sebuah cup sebuah coffeshop ternama yang terkenal dengan logo hijau putri duyungnya itu. Arsya makin melangkah mendekati mejanya dan melihat croissant serta cheesecake di mejanya.
Tidak ada pesan atau notes di mejanya. Yang ada hanya tulisan “have a nice day Arsya!”.
“Oke… jadi siapa yang ngirim ini pagi-pagi sekali?” Arsya bergumam sendiri sambil memegang cup kopi yang terasa hangat.
Sampai kemudian, pintu ruang kerjanya ada yang mengetuk. Shella—sekertarisnya kemudian memasuki ruang kerjanya.
“Pagi Pak Arsya.” Sapa Shella dengan sopan. “Ada jadwal yang harus bapak pilih seperti biasa.”
Arsya hanya mengangguk, masih heran dengan pengirim kopi dan banyak makanan diatas mejanya. Ia membiarkan Shella mendekati mejanya dan berdiri dihadapannya.
“Jadwal bapak hari ini ada rapat bersama CEO perusahaan kita, kemudian ada wawancara dari wartawan suatu berita online untuk Bapak besok.” Jelas Shella.
“Tentang apa wawancaranya?”
“Tentang pembaharuan system baru di perusahaan online shop kita yang mendapatkan banyak tanggapan positif oleh pengguna di Indonesia. Bapak mau diwawancarai soal personal dan ide yang di dapat. Mau diambil pak tawarannya?”
“Boleh, besok ya?”
“Iya, Pak.” Shella kemudian sibuk lagi dengan Ipad-nya untuk mengatur jadwal Arsya. “Dan setelah ini ada rapat dengan bagian pemasaran.”
“Luna ya yang manggil?”
“Betul, Pak.”
Arsya lalu terkekeh. “Paling dia mau pamer kalau divisi pemasaran berhasil deal ngundang girlband dari Korea itu.”
Shella juga tertawa mendengarnya. “Tapi keren tahu, pak!”
“Haha, iya-iya. Keren.” Jawab Arsya. Lalu dia kembali menatap kopinya. “Ada lagi, Shell?”
“Sudah, itu dulu, Pak.”
Arsya mengangguk-angguk. “Ada kopi pagi ini di meja saya. Kamu yang beliin, Shell?”
“Hah? Enggak!” Shella langsung mengelak sambil tertawa kecil. “Ya masa saya ngasih kopi tiba-tiba di meja bapak, saya kan sudah punya suami. Kaya naksir orang aja naruh begituan.”
Arsya kembali tergelak mendengarnya. “Astaga, iya paham yang sudah menikah.”
“Makannya buruan nyusul, Pak.” Ia lalu menatap juga makanan diatas meja Arsya. “Tapi tadi saya waktu berangkat papasan sama anak divisi sosial media kalau nggak salah deh, Pak.”
“Hm?”
“Yang rambutnya pink, mencolok banget soalnya dia cantik banget sama badannya bagus. Waktu lewat disamping saya, hmmm wangi parfumnya nggak main-main, Pak!”
Arsya kembali tertawa, sekertarisnya ini memang selalu seru jika diajak berbicara.
“Mungkin dia kali ya yang ngasih kopi buat bapak. Atau mau saya minta security cek cctv?” Tawar Shella.
“Nggak usah. Kamu nggak inget sama IT disini?”
“Oh iya, hehe.” Shella tertawa canggung karena ia baru ingat kalau jabatan Arsya membuat lelaki itu dapat membuka akses elektronik seluruh perusahaan. “Yasudah, Pak, kalau begitu saya pamit ya?”
“Iya, silahkan.”
Begitu Shella menutup ruang kerjanya, Asya kembali duduk dan kemudian menyesap kopi hangatnya. Ia lalu mengulum bibirnya, mencecap rasa kopi yang tidak begitu pahit dan begitu pas di lidahnya. Kopi ini tidak seperti kopi yang biasa ia beli di coffeshop tersebut.
Sampai kemudian ponselnya berdenting, ada pesan baru dari Daisy.
Daisy: sudah sarapan, syaaa?
Arsya tersenyum lembut, kemudian membalasnya.
Arsya: nanti sambil kerja aku sarapan
Arsya: dapat camilan dari anak kantor
Arsya lalu menutup ponselnya dan tersenyum menatap kopi dihadapannya. Entah kenapa kini ia malah teringat dengan Zola.
***
Begitu pintu lift terbuka di lantai khusus divisi pemasaran sosial media dan Arsya melangkah melewati jejeran kubikel karyawan, mayoritas diantara mereka langsung mengangkat wajahnya dan beberapa staff divisi sosial media yang melangkah melewatinya langsung menyapa dengan sopan. Bisik-bisik dan senyuman beberapa wanita dibalik kubikel terlihat ketika Arsya menyapukan pandangannya sekilas ke mereka dengan ramah.
Arsya memang begitu dikenal sebagai pimpinan yang tampan dan ramah, tak jarang banyak karyawan yang menyukai Arsya, namun mereka hanya sebatas mengagumi karena tahu dengan jelas bahwa Arsya akan menikah. Apalagi Arsya sering mengabadikan momen kebersamaannya dengan Daisy di media sosial yang diikuti banyak karyawan kantor.
Tapi ketika tatapan Arsya menyapu kubikel sekilas, ia tetap tidak melihat wanita cantik berambut pink ash tersebut. Namun Arsya langsung menghiraukan ketidakberadaan Zola, ia langsung melangkah ke ruangan kaca kantor Luna.
Begitu Arsya melangkahpun, Luna yang dibalik meja kerjanya langsung mengangkat pandangannya dan memberikan isyarat agar Arsya langsung masuk saja ke ruangannya.
“Haloo!” Sapa Arsya semangat sambil membuka pintu, lalu menutupnya kembali.
“Ngapain kesini awal-awal? Meeting-nya kan masih nanti.” Jawab Luna.
“Dih, disamperin baik-baik malah begini. Yaudah gue balik lagi.” Arsya sudah hendak membuka pintu, namun Luna hanya membiarkan dan sibuk dengan laptopnya lagi. “Lun, gue pergi loh.”
Luna masih tetap diam. “Tumben lo nggak sama sekertaris lo?”
“Nanti, gue kan mau dengerin lo pamer dulu soal keberhasilan divisi pemasaran berhasil deal kontrak sama girlband Korea itu.” Namun Arsya malah kembali duduk dihadapan Luna.
Karena dipancing kalimat itu, Luna akhirnya tersenyum dan menyingkirkan laptopnya agar wajahnya bisa menatap Arsya tanpa penghalang apapun. “Lo tahu nggak sih betapa senengnya gue?!”
Arsya sontak menggeleng sambil tersenyum.
“Gue seneng bangat gilaa! Kalau bisa deal gini makin gede nggak sih bonus gue sama anak-anak pemasaran?!” Tanya Luna semangat, lalu tertawa.
Arsya juga ikut tertawa. “Bonus mulu yang lo pikirin, Lun.”
“Hahaha, biarin dong. Nanti kalau bonusnya udah cair, kita makan-makan, ya? Gue traktir!”
“Serius?”
“Serius! Ajak Daisy juga biar kalian nggak pada stress mikirin nikahan mulu.”
Arsya tertawa lagi dan menyetujui ajakan Luna. Kemudian mereka mengobrol soal banyak hal sebelum meeting, hingga kemudian pintu ruang kerja Luna diketuk dan Arsya serta Luna sama-sama menghentikan obrolan mereka dan mengarahkan tatapannya pada pintu.
“Mbak Luna,” Zola, wanita itu masuk kedalam ruangan Luna dan membuat Arsya tersenyum seketika karena merasa orang yang ia cari sudah datang. “Ruang meeting sudah selesai disiapkan, power point buat meeting nanti juga sudah saya buat.”
Senyum Luna langsung cerah karena kegesitan anak buahnya. “Makasih ya, Zola.”
“Siap, Mbak.” Lalu ia menatap Arsya dan Luna secara bergantian. “Pak Arsya sama Mbak Luna mau kopi apa buat meeting? Biar saya belikan sekalian.”
“Aku yang kaya biasa aja, La.” Lalu Luna menatap Arsya. “Lo mau apa, Sya?”
“Enggak usah, saya barusan minum kopi. Tadi pagi ada yang ngasih.” Jawab Arsya tanpa mengalihkan tatapannya dari Zola.
Dan benar saja, Zola langsung menahan senyumannya sambil mengalihkan tatapannya sekilas. Seolah menguasai diri agar tidak terlalu kelihatan mencolok karena ketahuan telah memberikan kopi serta camilan untuk Arsya.
“Yaudah, biar Arsya minum apa aja. Makasih ya, Zola.” Ucap Luna kemudian.
“Eh, iya.” Lalu Zola pamit keluar dari ruangan. “Mari, Pak. Mari, Mbak.”
Arsya dan Luna saling tersenyum pada Zola, sampai kemudian Arsya memutar kursinya lagi menatap Luna dengan senyum geli.
“Kayaknya tadi pagi Zola ngirimin kopi sama camilan deh ke ruangan gue. Pakai ditulisin lagi di cup-nya, have a nice day Arsya, gitu.” Jelas Arsya.
Arsya kira Luna akan terkejut dengan itu, tapi wajah Luna malah biasa saja.
“Udah biasa Zola ngasih-ngasih kopi ke anak-anak kantor.” Jawab Luna. “Nggak usah kepedean ngira Zola suka sama lo deh!”
“Astaga,” Arsya sontak terbahak. “Siapa yang kepedean? Ya, gue cuma kaget aja sih, Lun. Semenjak Zola ngasih affogato ke gue di pantry, besoknya dia follow i********: gue dan hari ini dia ngasih kopi sama camilan.”
Luna sontak mengangguk-angguk mendengarnya. “Baper sama lo kali Zola nya.”
“Hah?”
“Banyak kan yang kebawa perasaan sama lo, makannya jangan sok ganteng.” Kata Luna bercanda, membuat Arsya tertawa karena paham candaan itu. “Coba aja deh buat Zola makin baper sedikit. Liat respon dia gimana, sering baper banget deh tuh anak.”
“Hahaha, ada-ada aja lo.” Respon Arsya dengan geli.
“Dih, nggak percaya.” Luna hanya tersenyum sambil memegang berkasnya, lalu kembali membicarakan masalah pekerjaan dengan Arsya dan menghiraukan soal Zola.
***
Arsya dan Luna berdiri diantara kubikel para staff divisi pemasaran sosial media setelah meeting mereka.
“Jadi semuanya, setelah saya dan Pak Arsya rapat hari ini, maka Chief Technology Officer kita ini menyetujui pengembangan saluran siaran langsung yang membuat pelanggan dapat bermain game berhadiah dari perusahaan online shopping kita.” Jelas Luna dengan bahagia. “Jadi selagi itu dikembangkan, kita harus mempersiapkan promosi soal siaran langsung dan game ini. Oke semua?”
“Siap laksanakan, Mbak Luna!”
“Siap bu bos!”
“Wokee!” Sahut para staff dengan semangat.
Arsya tersenyum senang melihat para staff pemasaran sosial media. Sampai pandangannya teralih ke kubikel Zola yang tak jauh darinya. Wanita itu menatapnya sambil tersenyum, namun terlihat terkejut ketika Arsya balas menatapnya. Zola terlihat salah tingkah dan langsung mengalihkan tatapannya.
Selagi Luna berbincang-bincang dengan para staff dibawah pimpinannya, Arsya langsung melangkah ke kubikel Zola, membuat Zola tanpa sadar makin kelimpungan dan salah tingkah.
“Kamu udah persiapin apa aja?” Tanya Arsya begitu ada di samping kubikel Zola.
“Eum, saya… saya udah ada design sih buat iklan di Instagram.” Jawab Zola berusaha tidak gugup.
“Oh ya? Kaya apa? Boleh lihat nggak?”
“Boleh.” Zola segera membuka file khusus hasil design dari komputernya, lalu menunjukkannya beberapa ke Arsya dengan tangannya yang ada diatas computer mouse. “Ada beberapa sih, Pak. Tapi saya juga bingung lebih baik yang mana.”
“Hm, coba saya lihat.” Arsya lalu menundukkan tubuhnya sehingga wajahnya sejajar dengan wajah cantik Zola. Bahkan ucapan sekertarisnya benar, parfum Zola begitu wangi dan menarik.
Zola sempat terkejut sesaat, jantungnya berdegup kencang ketika merasakan Arsya benar-benar berada di dekatnya.
“Kalau menurut Pak Arsya kurang bagus, saya bisa revisi lag—” namun ucapan Zola terputus ketika telapak tangan Arsya berada diatas computer mouse yang sama dengan tangannya.
Bukan berdetak lebih cepat lagi jantung Zola, tapi rasanya sudah mau copot. Zola sampai memejamkan matanya sepersekian detik karena tidak kuat dengan intensitas ini. Ia tidak tahu Arsya sengaja atau tidak, sedang menggodanya atau tidak.
“Beberapa sih sudah bagus. Coba ini.” Arsya menggerakan tangannya yang menindih punggung tangan Zola sekaligus menggerakan computer mouse untuk menekan salah satu gambar. “Yang ini mungkin kamu harus lebih menonjolkan gambaran soal game-nya. Kapan-kapan kita bisa diskusi ya tentang ini.”
Arsya terdiam sesaat, tersenyum menatap Zola yang juga menatapnya. Arsya dapat merasakan betapa lembutnya punggung tangan Zola ketika telapak tangannya menyentuhnya.
“Baik, Pak.” Zola kemudian menarik tangannya terlebih dahulu dari Arsya karena Luna melangkah mendekati mereka berdua.
“Kenapa, Sya?” Tanya Luna sembari mengintip kubikel Zola.
“Enggak, ini tadi lihat progress design pamflet produk buat Instagram.” Jawab Arsya dengan santai.
“Oh, oke.” Luna lalu melangkah menjauh. Tidak begitu tertarik dengan keduanya.
Sampai Arsya kemudian menundukkan badan lagi dan berbisik cepat pada Zola. “Makasih buat kopi dan camilannya tadi. Tapi lain kali nggak usah repot-repot.”
Zola sontak tidak bisa menahan senyumannya. Sial, ia ketahuan! Tapi karena sudah ketahuan juga, Zola kemudian mengangguk sembari mendorong helaian rambutnya kebelakang telinga.
Arsya kemudian menundukkan wajah dengan sopan, pamit pada semuanya dan kembali pada pekerjaannya masing-masing. Tanpa sadar Arsya tersenyum ketika melirik Zola yang seperti perkataan Luna benar, bahwa Zola sepertinya terbawa perasaan padanya.
Ah, tapi Arsya tidak berani main-main terlalu jauh dengan Zola. Terlalu beresiko untuk dirinya sendiri dan untuk hubungannya bersama Daisy.
***
Arsya sudah menyetir mobilnya dan berada dalam perjalanan menuju ke kantor Daisy. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi Daisy belum pulang karena harus meeting dan lembur dengan team-nya. Sudah biasa hal seperti ini terjadi dan Arsya nanti akan menemani Daisy lembur sambil menikmati makanan bersama.
Namun di perjalanan, ia melihat seorang wanita dengan rambut dikuncir kuda menatap mobil yang di derek dihadapannya dengan wajah cemas. Arsya sontak meminggirkan laju mobilnya ketika menyadari bahwa wanita itu adalah Zola.
Arsya langsung mematikan mesin mobilnya dan keluar dari mobil. Zola belum menyadari keberadaannya karena wanita itu menundukkan kepalanya dan sibuk dengan ponsel dengan wajah cemas.
“Zola?” Arsya menyapa Zola sembari menepuk pundaknya.
“Hah?” Zola terlihat sangat terkejut dan menyingkir sedikit, lalu ia langsung bernapas lega ketika bertemu orang yang dikenalnya. “Pak Arsya, saya kira siapa.”
“Kamu kenapa? Mobil yang di derek barusan itu mobil kamu?” Tanya Arsya.
Zola pun kemudian mengangguk. “Tadi bagian depan mobil sampai ngeluarin asep. Saya langsung berhentiin mobilnya dan matiin mesin, lalu telepon orang bengkel. Tapi sekarang nggakpapa kok, Pak. Paniknya sudah selesai.”
Arsya berusaha tersenyum menenangkan, walaupun tahu pasti wanita mudah panik ketika sedang menyetir mobil sendiri dan mobilnya mogok.
“Terus kamu sekarang pulangnya gimana?”
“Saya ini mau pesan taksi online.”
“Rumah kamu dimana sih?” Tanya Arsya lagi, ia sampai sadar kalau sudah banyak bertanya.
“Di perumahan daerah Pondok Labu, Pak.” Jawab Zola.
“Oh, sekalian aja saya antar gimana? Sekalian saya mau jemput tunangan saya pulang kantor.” Tawar Arsya tanpa maksud apapun. Ia juga kasihan melihat Zola yang nampak kelelahan.
“Ah, nggak usah, Pak. Nanti malah ngerepotin.”
“Nggak apa-apa.” Namun Arsya langsung mendorong lembut punggung Zola dan mengajaknya ke mobilnya. “Kamu udah kelihatan capek.”
Dan Zola tidak bisa menahan senyumnya, dia akhirnya hanya mengangguk dan menerima tumpangan Arsya. Walaupun Arsya tahu bahwa bisa saja menimbulkan kesalahpahaman dengan Daisy jika tahu Arsya mengantarkan wanita lain pulang dari kantor. Semoga saja Daisy tidak tahu.