Crying last night

1112 Words
“Kamu ini gay ya? Ngaku aja, I can keep the secret.” Desisnya kepada Raja. Lagi-lagi pria itu tidak merespon, bahkan menengok saja pun, tidak. Ratu tak gentar, ia bukannya keluar dari ruang kerja Raja melainkan semakin mendekati pria itu untuk menuntaskan pertanyaan-pertanyaan konyol di kepalanya. “Ngaku deh, aku bisa jaga rahasia kok.” Ucapnya lagi. Kali ini ia berjalan mendekati pria itu, namun baru beberapa langkah, Raja sudah terlihat menjauh. Pria itu nampak risih dengan sikap Ratu yang seperti itu. “Fix kamu Gay!” Hardiknya. “Dasar gila. Aku mau kerja, aku gak mau di ganggu.” Raja masih berusaha sabar akan sikap Ratu, namun bukankah larangan akan menjadi perintah jika di telinga Ratu? wanita itu kemudian tersenyum, ia duduk di sofa ruang kerja Raja, ia tertawa pelan, terkesan mengejek. “Huh aku udah feeling sih dari awal kalau kamu itu belok .” “Kalau aku belok, you won’t moaning my name when we do…” Ucapan Raja menggantung, ia tersenyum tipis begitu melihat rona kemerahan di pipi istrinya itu. Ratu jadi salah tingkah sendiri, ia memalingkan wajahnya dari Raja begitu pria itu menggantung ucapannya. “Aku ngantuk. Bye.” Ratu berdiri, namun ia di tarik oleh Raja hingga akhirnya ia jatuh di atas paha suaminya itu. Dengan cepat Raja membalikan posisi mereka, mendorong Ratu hingga terbaring di atas sofa, Raja menyeringai licik, ia tetap saja merupakan laki-laki normal yang semakin di pancing semakin menjadi, selama ini ia sangat menghargai privasi Ratu, maka dari itu ia sekuat tenaga menahan dirinya agar tidak bertindak berlebihan, apalagi jika bukan Ratu yang memintanya. “Ngapain kamu?!” Ucap Ratu sembari berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan pria itu. “Apanya yang ngapain? Kamu bilang aku gay kan? Ini sebagai pembuktian aja kalau aku gak seperti yang kamu pikir.” Raja tersenyum licik, sebelah tangannya meraih tengkuk Ratu lalu memejamkan matanya begitu wajahnya sudah tepat berada di hadapan wajah wanita itu. Ratu sudah memejamkan matanya sejak tadi, ketegangan di antara mereka semakin menjadi, namun di detik selanjutnya Raja menarik dirinya dari hadapan Ratu, dan tersenyum penuh kepuasan. “I can hear your heart beat. Se degdegan itu ya?” ucapnya dengan nada meledek. Ratu kemudian bangun dari tempatnya. “Bodoh.” Desis nya lalu berlari keluar dari ruangan Raja. Raja tertawa pelan ternyata mudah mempermainkan mood wanita itu. Entah pukul berapa Ratu bangun dari tidurnya yang jelas saat ia terbangun, ia sudah mendapati dirinya bangun dengan mata yang sembab. Ratu mengusap wajahnya kasar, ia kemudian berjalan menuju kamar mandi dan menatap pantulan dirinya dalam cermin, sungguh ironis melihat wajah cantiknya terlihat menyedihkan dengan mata yang sembab bekas menangis semalam, Ratu kemudian menyalakan keran westafel, menadahkan kedua tangannya untuk air lalu mengusap wajahnya dengan air itu. Did you cry last night, b***h? Ratu tidak ingat apa yang membuatnya menangis semalam, Ratu tidak ingat pukul berapa ia tidur. Di ingatannya hanya tersisa terakhir kali ia berlari dari ruang kerja Raja, lalu ia menjatuhkan dirinya di atas kasur, kemudian mendengarkan musik lalu setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi. Ratu mendesah frustasi, keadaan seperti itu selalu terjadi pada dirinya semenjak ibu nya meninggal, tanpa sadar, dan tanpa Ratu sengaja, psikolog yang menangani nya mengatakan bahwa semua itu terjadi karena kesedihan yang di alami oleh Ratu belum bisa ia terima, segala rentetan kejadian yang membuatnya trauma seringkali hadir sebagai ilusi dalam dunia mimpinya, namun berbicara tentang mimpi, akhir-akhir ini Ratu sudah jarang bermimpi buruk, namun untuk tangis yang terjadi seperti malam tadi, di luar kendalinya. Setelah mandi, seperti biasa Ratu akan bersiap di walk in closet miliknya, di bantu dengan beberapa orang yang bertugas untuk menyiapkan pakaiannya. Ratu kembali menatap pantulan dirinya pada cermin, mata sembab nya sudah nyaris lenyap, namun rona kemerahan pada hidungnya belum sepenuhnya menghilang dan sudah jelas hal itu akan membuat banyak orang bertanya-tanya kepada dirinya. Oh sial, Ratu benci menjadi pusat perhatian, karena suatu masalah. “Menurut kalian, aku cantik gak?” Tanya Ratu kepada beberapa orang yang berdiri di hadapannya. “Cantik nyonya.” Jawab mereka. “Aku gak suka ya kalau kalian bohong, yang ketahuan bohong hari ini aku pecat.” Balas Ratu setengah mengancam, tentu saja ia tidak benar-benar serius, se jahat-jahatnya ia mana mungkin ia tega untuk memecat seseorang dari pekerjaannya hanya karena masalah sepele seperti itu. “Maaf nyonya.” “Iya kenapa?” “Mata nyonya masih sedikit menarik perhatian, kalau di perhatikan lebih detail lagi, semua orang bisa tahu kalau nyonya habis menangis.” Salah seorang dari mereka mulai bersuara, mungkin ia sangat takut kehilangan pekerjaannya itu, Ratu kemudian tersenyum dan dengan sekali petikan jari seseorang yang telah menunggunya di sudut ruangan kini berdiri di hadapannya. “Aku mau kelihatan fresh hari ini, aku gak mau orang-orang lihat mata sembab aku.” Ucapnya kepada perempuan yang di mana tugas sehari-harinya adalah mendandani Ratu. “Baik nyonya.” Jawabnya. Pagi itu Raja dan Ratu tidak bertemu sama sekali, bahkan hingga mereka sama-sama pulang bekerja. Ratu tiba di rumah lebih dulu dan di susul oleh Raja beberapa jam setelahnya. Ratu sudah rapih dengan pakaian tidurnya bersiap untuk tidur, namun ia masih setia duduk di meja makan sembari memakan beberapa cemilan di temani dengan kartun kesayangannya. “I’m home.” Ucap Raja. Ratu bahkan tak menengok sama sekali “Nobody’s care.” Jawabnya acuh. Raja sudah terbiasa dengan jawaban seperti itu. Bukannya menjauh Raja malah mendekati Ratu, ia duduk di sebelah wanita itu walau tahu pasti akan mendapat penolakan dari Ratu, dan benar saja belum juga duduk Ratu sudah menggeser duluan tubuhnya, seakan-akan ia jijik dengan Raja. “Apaan sih.” Ucapnya sarkas. “I just want to know, kamu nonton apa.” Balasnya, sabar. Matanya menatap lurus ke arah ipad yang tengah menunjukan adegan upin-ipin tengah bermain di lapangan kampung mereka. Lihat, too old too like an child bukan? Raja menggeleng pelan, entah apa yang ada di pikirannya namun reaksinya itu memicu emosi Ratu. “Apaan sih, kamu tuh selalu menganggap diri kamu hebat ya? Emang kenapa kalau aku nonton Upin Ipin? Emang tontonan harus mengikuti umur ya? Kalau aku udah dewasa terus aku pengen nonton kartun gimana? Emang ada yang salah? Emang ngerugiin kamu?” Oke mulai lagi, Ratu kembali memancing keributan di antara mereka berdua padahal Raja hanya menggeleng dan menghela napas biasa, tidak ada hal lain yang di lakukan oleh pria itu. “Aku gak ngomong apa-apa loh, astagaa.” Ucapnya frustasi. “Kamu emang gak ngomong apa-apa, but reaksi kamu, reaksi kamu seolah-olah jijik banget ngelihat aku nonton kartun!” “Queen, stop being over reaction, I just shook my head and sighed, so what’s wrong?” “What you did is totally wrong, kamu gak sopan!” “Okay, sorry.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD