Mesra

1143 Words
“Mau keliling dulu atau langsung nyamperin mama?” Ratu mengeratkan genggamannya pada tangan sang suami, sementara Raja menerimanya begitu saja, lagipula kapan lagi Ratu mau menggenggamnya duluan? “Keliling aja dulu, udah lama gak kondangan, btw di sini kok banyak kenalan aku sih? Istrinya, anaknya siapa?” Ratu melirik ke sekelilingnya, menyapa beberapa orang yang ia kenal, beberapa dari mereka sengaja mendatangi Ratu untuk berbincang sebentar sementara itu Raja membiarkan saja istrinya berbaur, lagi pula, kapan lagi ia bisa melihat Ratu se-ramah itu kepada orang-orang? “Kapan isi nih? Udah gak sabar pengen lihat cetakan dewi.” Memang terkesan bercanda, namun pertanyaan seperti itu selalu Ratu anggap menyebalkan. Lagi pula, di negara kita basa basi nya terlalu basi, setiap kali bertemu dengan kenalan lama, tidak lain dan tidak bukan basa-basinya hanya seputar tentang berat badan, anak, karir dan semacamnya, padahal seharusnya kabar lah yang paling utama, lebih parah daripada itu sering kali juga terjadi body shamming dadakan. “Buru-buru amat, gua sama Raja masih pengen pacaran kali.” Jawabnya, klasik . “Emang belum cukup? Udah lama loh Queen, udah waktunya kali. Apa belum bisa? Rajin-rajin bikin gih mana tahu jadi.” Ratu jadi jengah sendiri, lagi pula kenapa mereka yang buru-buru? Andai saja mereka tahu alasan Ratu yang sebenarnya mungkin mereka bisa saja berhenti menagih Ratu perihal anak. “Sering kok, tiga kali.” Ratu menyeringai tipis tidak sabar mendengar reaksi wanita di hadapannya itu. “Seminggu? Kurang itu mah, pantes aja lo belum isi juga.” “Sehari.” Wanita dengan tubuh gempal di hadapannya itu hanya bisa melongo begitu mendengar penuturan Ratu barusan. Cih pembohong handal, mana mungkin tiga kali sehari? Di sentuh sedikit oleh Raja saja ia sudah kebanyakan mengamuk. “Lo sendiri kenapa gak hamil-hamil? It’s almost ten years, tapi lo belum hamil juga, nunda?” Balasnya dengan senyum tipis penuh kelicikan, ia tahu persis bagaimana cara menyerang mental seseorang. Wanita di hadapannya itu nampak gelagapan dengan pertanyaan Ratu, namun sebisa mungkin ia berusaha menjawabnya tanpa keraguan “Gua sama Reyn udah program kok, ya cuma belum rejekinya aja.” “Hmm, bukan karena kalian berdua over weight jadi susah? Gua pernah baca kalau dua-duanya overweight ya susah soalnya… lo tahu kan maksud gua apa? Lo juga pasti gak puas, kalau bisa kurang-kurangin tuh berat badan lo berdua biar kerasa terus cepet jadi.” Oke, Ratu menyadari ucapannya sudah terlalu beracun, raut wajah wanita di hadapannya itu seketika berubah masam, ya salah sendiri kenapa memancing Ratu duluan, padahal Ratu tenang-tenang saja menyapa mereka tadi. Tatapan mata Ratu tiba-tiba fokus pada suaminya yang sedang berdiri bersama seorang wanita di pojok gedung sembari mengobrol, mereka berdua nampak nyaman bersama dengan masing-masing gelas berisi wine di tangan mereka. Pemandangannya cukup menarik, sebab selama ini yang Ratu tahu, Raja sulit untuk akrab dengan wanita manapun itu. Ratu tersenyum, sepertinya menarik sekali menyaksikan suaminya dengan wanita lain. “Eh gua duluan ya.” Ucapnya pada wanita yang sejak tadi membahas perihal anak dengannya. Wanita itu tersenyum kecut, raut wajahnya sangat masam membalas lambaian tangan dari Ratu. Ratu kemudian mengangkat sedikit gaunnya agar bisa berjalan lebih cepat menuju suaminya, Ratu langsung menggandeng tangan pria itu begitu ia sampai di sana, Ratu cukup terkejut melihat dengan siapa Raja berbicara. “Mbak…” Raina menunduk begitu melihat Ratu datang dan langsung menggandeng Raja, perasaannya tiba-tiba terasa aneh, aneh sekali. “Siapa?” Tanya Ratu. Ya sebenarnya ia tahu siapa gadis di hadapannya ini, ia hanya tidak ingin terlihat mengenali Raina, lagi pula apa pentingnya ia bersikap sok akrab dengan gadis itu? “Saya Raina temannya Kaisar.” Ratu kemudian melirik setelan yang gadis itu kenakan, sama persis dengan yang di gunakan dengan pelayan-pelayan yang ada di sana. “Tuan Kaisar.” Balas Ratu mengoreksi. “Jangan begitu.” Tegur Raja. “Loh emang harusnya begitu, di kampus bisa saja mereka temenan tapi di luar itu mereka berbeda ya, apa lagi di tempat-tempat dan acara seperti ini, kamu juga harus tahu batasan kamu kalau mau bicara dengan siapa, aku gak mau ya kalau ada gosip miring tentang kalian berdua, aku gak suka nama aku jadi jelek gara-gara gosip gak bagus.” Raina kemudian menunduk, menatap kakinya dengan air mata yang sejak tadi bersusah payah ia tahan agar tidak terjatuh di hadapan Ratu. “Maaf mbak.” Desisnya pelan. Sungguh, andai saja mereka tidak sedang berada di acara pernikahan kerabatnya, Raja sudah pasti akan menegur Ratu akan sikap kasarnya. Lagi pula, Raina tidak salah apa-apa, tetapi Ratu dengan tega menyakiti perasaan wanita itu. “Nyonya.” Ucapnya sekali lagi dengan penuh penekanan. “Iya nyonya.” Ratu mengangguk kemudian menarik Raja pergi dari sana, Ratu bukannya tidak suka melihat Raja mengobrol dengan wanita lain, hanya saja Raja terkesan terlalu bodoh jika harus mengobrol dengan perempuan sekelas Raina. “Kalau mau ngobrol sama cewek lain tuh yang high class dikit kek, selera kamu jelek banget. Tuh kalau kamu masuk berita gosip gara-gara ngobrol sama pelayan muda, mau di taruh di mana muka aku sama kamu? Kalau mau ngobrol sama cewek tuh ya di lihat dulu dong, di sini banyak kok yang high class, tuh sama Clara, sama Cheline, sama Cherly, banyak, aku kenalin kalau perlu.” Ucapnya dengan suara pelan agar tak terdengar oleh orang lain. “Aku gak ada niat selingkuh ya, aku Cuma ngobrol biasa doang toh aku juga kenal sama dia, kita berdua kenal sama dia, kita pernah ketemu sama dia, apa salahnya? Kamu ini terlalu mengkotak-kotakan sesuatu, jahat sekali kamu, kurang-kurangi deh, kamu udah kelewat toxic.” Raja benar-benar jengah dengan sikap istrinya yang nampak terlalu beracun, segala macam hal bisa saja menjadi negatif di sudut pandang Ratu, berkali-kali juga wanita itu menyakiti seseorang secara langsung dengan tampang tak bersalah namun Raja yang merasakan rasa bersalah itu. “Gak mau, emang kamu siapa mau nyuruh-nyuruh aku?” “Kalau sikap kamu kayak gitu sampai tua, gak ada yang bisa ngasihanin kamu nanti, orang-orang pada kesal sama kamu.” “Ya aku juga gak minta siapa-siapa buat mengasihani aku, siapa juga yang bilang kalau aku mau di kasihani? I can life with my self, if only just with my self aku bisa banget, I don’t need somebody else.” Desis nya penuh rasa percaya diri. “Raja… Ratu.” Keduanya sontak menengok bersamaan, menatap Rika yang menyambut mereka berdua dengan senyuman hangat. “Mama senang kalian berdua datang, ayo gabung sama mama, di sapa dong keluarganya jangan kayak tamu gitu.” Keduanya masih tampak diam satu sama lain, Ratu melemparkan tatapan sinisnya kepada Raja, namun sayangnya Rika menyadari itu semua. “Kalian berantem?” Hardiknya. “Dia ngobrol sama cewek lain ma, mesra banget. Sengaja kali ya biar masuk acara gosip.” Raja menatap istrinya dengan tatapan tidak percaya, bagaimana mungkin Ratu menjatuhkannya di depan ibunya sendiri. Tanpa menunggu waktu lama, Rika langsung menarik putranya ke pinggiran gedung, tentu saja, Raja mendapat nasihat dadakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD