Sugar Baby

1138 Words
Raja menghela napas, sudah, dirinya akan selesai jika Ratu sudah mengadu kepada mama nya. Walau Raja memberi seribu satu alasan tentu saja yang lebih di percaya pastilah Ratu. Di banding berdebat dengan mamanya, Raja tentu saja lebih memilih untuk diam dan mengikut semua yang mama nya inginkan. Ratu tersenyum puas begitu melihat Raja diam seribu bahasa, mata pria itu sejak tadi terus menatapnya dengan tatapan kesal, Ratu tahu pasti setelah ini akan terjadi peperangan besar di antara mereka berdua. Bisa gak sih matanya biasa aja?. Karena kebetulan mereka duduk berseberangan, mereka berdua hanya bisa bercakap via chat, Raja semakin menatap tajam istrinya yang ada di seberangnya, Ratu duduk di samping Rika sehingga Raja tidak bisa berbuat banyak. Ayo pulang. Balas Raja. Ratu terkekeh pelan, dan menggeleng. Tentu saja Ratu tidak ingin pulang cepat apalagi Raja masih marah, bisa-bisa di sepanjang perjalanan mereka hanya akan bertengkar. Lagi pula menurut Ratu, Raja terlalu mengambil hati, bisa-bisa nya ia marah hanya karena masalah sesederhana itu. Enak aja, gak mau, orang kamu yang ngajakin aku kesini. Selesaiin dulu lah acaranya. Ratu menyimpan ponselnya kemudian menyimak obrolan di tengah-tengah keluarga besar Raja, ya lebih baik mendengar omong kosong daripada mendengar Raja marah-marah di sepanjang jalan. ***** Keduanya masih sama-sama diam satu sama lain di dalam mobil, Ratu sengaja memasang earphone di telinganya agar jika Raja marah ia tidak langsung mendengar ocehan pria itu. Raja sejak tadi sudah melirik Ratu bersiap mengoceh pada wanita itu, namun Ratu selalu terlihat menghindar, Raja berpikir mungkin Ratu sudah menyadari kesalahannya. “Mau sampai kapan kamu jahat begitu ke orang-orang?” Di saat mobil mereka berhenti tepat saat traffict light menyala, dengan cepat, Raja menarik earphone di telinga Ratu hingga lepas, tentu saja istrinya itu memberinya tatapan tajam. “APAAN SIH RAJA!” Ia menarik earphone nya yang sudah di tangan Raja, namun di detik selanjutnya Raja malah melemparnya ke belakang. “KAMU KENAPA SIH?! DOYAN BANGET GANGGUIN HIDUP ORANG, KAMU ADA MASALAH APA!” Raja mengecilkan volume musik di mobilnya lalu menepi sebentar, pertengkaran mereka tidak bisa di bawa sembari menyetir, kalian tahu betapa nekat nya Ratu bukan? “Kamu bisa gak sopan sedikit ke orang-orang? Gak peduli siapa, pembantu, sopir, pelayan di restaurant, dan lain-lain bisa gak? mereka itu sebenarnya sama aja sama kayak kamu, sama-sama manusia, kamu gak lihat gimana takutnya mata dia tadi? Lagi pula dia temannya Kaisar, adik ipar kamu sendiri, apa masalahnya kalau dia gak manggil Kaisar dengan sebutan Tuan dan kamu dengan sebutan nyonya? Gak kebayang gimana takut dan malu nya dia tadi, aku juga yakin habis ini mama pasti nyariin siapa yang habis ngobrol sama aku, kalau mama tahu begitu kasihan dia, bisa habis sendiri.” “Seriously? Kamu marah sama aku gara-gara hal konyol ini? Gak ya, gak sama! Aku gak suka di sama-samain sama orang yang di bawah aku, kenapa sih kamu segitunya banget hari ini? Bukannya kamu udah biasa banget ngelihat aku kayak gini? Bukannya kamu juga tahu kalau aku gak suka orang lain manggil aku dengan sebutan mbak apa lagi kalau bukan keluarga ku. Yang kayak gini nih yang bikin aku malas banget sama kamu, malas nemenin kamu kemana-mana, kamu suka toxic banget sama aku, kamu selalu menempatkan aku di posisi yang salah, seolah-olah aku yang paling jahat, loh ya suka-suka aku dong, aku mau gimana, kalau kamu gak suka ya gak usah ikut campur!” Raja benar-benar nyaris kehilangan kesabarannya melihat tingkah istrinya yang sama sekali tidak bisa di atur, ya memang sejak mereka menikah Ratu memang tidak pernah mau kalah dari Raja, sebenarnya Raja tidak heran ia hanya gemas sekali ingin membantai wanita di sampingnya itu. “Sorry.” Raja memilih untuk mengalah di banding harus melanjutkan perdebatan mereka yang sepertinya tak akan pernah berujung. “Gak usah minta maaf, you always put me as a bad person, sengaja kan kamu kayak gitu?” Hardik Ratu dengan perasaan kesal karena sejak tadi Raja terus menyudutkannya. “Gak, aku kayak gitu karena aku mau kamu jadi orang yang lebih baik lagi, gak lebih gak kurang.” Raja berusaha menjelaskan maksudnya kepada sang istri, namun sepertinya yang ada Ratu hanya salah paham lagi, raut wajahnya nampak semakin masam setiap kali Raja berbicara. “Terus menurut kamu sekarang aku jahat? Yang paling baik kamu gitu? Dih pede banget, kamu gak bisa menentukan baik buruknya seseorang dari penilaian kamu sendiri, emang kamu siapa? Malaikat juga bukan. Kamu juga gak se perfect yang kamu pikirin, kamu kira aku gak tahu apa yang kamu lakuin diem-diem di belakang aku? Aku tahu semua lah, males aja ngungkit dosa orang.” Sangking kesalnya, Ratu bahkan tidak peduli lagi mereka bertengkar di mana, beberapa kali mobil mereka di tegur oleh pihak keamanan karena memang di larang berhenti namun kedua sejoli itu masih sibuk bertengkar. “I swear for a god, kalau punya anak cewek semoga gak kayak kamu.” Desis Raja penuh kekesalan. Ratu tertawa renyah “Dih, siapa juga yang mau ngasih kamu anak.” “Emang aku bilang, aku mau minta sama kamu?” Ratu memalingkan wajah nya kesal, ia kemudian memilih untuk mendiami Raja karena kalah berdebat. ***** Malam nya, Raja berusha untuk menghubungi Raina, berusaha meluruskan apa yang terjadi dengan mereka sore tadi namun sejak tadi Raina tidak bisa di hubungi, entah kemana gadis itu, sehingga Raja sedikit khawatir dan memutuskan untuk datang menemui Raina. Raja bertemu dengan Raina di apartement gadis itu beberapa menit setelah Raja tiba, Raina baru tiba di rumah lengkap dengan seragamnya yang ia pakai sore tadi di saat mereka bertemu di pesta. “Rain.” Panggil Raja. “Mas ngapain ke sini? Nanti di cariin sama mbak Ratu.” Ucapnya dengan sedikit panik, kepalanya celingak celinguk seperti memperhatikan sesuatu, dalam hati ia takut kalau Ratu mengekori Raja hingga ke apartement ini. “Tenang saja, Ratu tidak akan se kurang kerjaan itu, ayo bicara sama saya, saya mau tanya beberapa hal sama kamu.” Raja memasuki apartement gadis itu tanpa permisi, berjalan lebih dulu lalu berakhir dengan duduk bersama di meja makan, saling berhadapan, mata Raina sejak tadi tidak berani menatap Raja. “Kenapa kamu kerja lagi? Gaji di kantor tidak cukup?” Tanya Raja. Raina menggeleng pelan “Aku harus bayar hutang mas, sebelum pindah ke sini saya harus mengutang kesana kesini untuk menutupi biaya hidup saya, jadi bisa di bilang gaji di kantor belum cukup untuk membayar hutang saya, sementara hutang saja sudah jatuh tempo.” “Memangnya berapa hutang kamu?” “Tiga puluh juta.” Raja terkekeh pelan “Kamu bisa minta ke saya, cek rekening kamu setelah ini, bayar hutang-hutang kamu dan berhenti bekerja seperti itu lagi. Jangan terlalu memaksa tubuh kamu untuk bekerja, lagi pula tiga puluh juta itu tidak banyak, kamu bisa minta sama saya kapan saja kamu mau.” “Mas serius? Terimakasih mas.” Mata gadis itu berbinar, menatap Raja penuh harapan. “Ya sama-sama.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD