sick sick sick

1065 Words
Sebenarnya apa yang di lakukan oleh Raja itu hanyalah sebuah kesalahpahaman, dimana saat itu mereka masih di minggu-minggu awal pernikahan mereka, dengan berbagai macam hal baru dalam rumah tangga di tambah dengan sikap Ratu yang tak bersahabat dengan Raja. Di minggu-minggu awal pernikahan mereka pun Ratu bahkan sudah mengibarkan bendera peperangan terhadap suaminya itu, hingga tiba di sana, teman-teman lama Raja yang belum sempat datang di saat acara pernikahan mereka tiba-tiba datang dan di situlah terjadi percakapan yang membuat siapa saya salah sangka. Flashback “Terus istri lo gak mau nerima lo gitu? Terus di rumah kalian, tidurnya misah? Astaga pengantin baru macam apaan?” Raja diam seribu bahasa mendengar ledekan-ledekan teman-temannya itu. Sesekali ia melirik ke luar, melirik ke arah Ratu yang tengah bersantai di ruang makan dengan segelas teh di depannya. Raja mengangguk “Dia menikah sama gua juga karena terpaksa.” “Ngeri juga, terus dia gak mau nurut sama sekali?” Raja lagi-lagi menggeleng. Kemudian beberapa dari temannya itu memandang remeh ke arah Ratu lalu bergantian menatap Raja “Kalau lo bisa bikin dia jatuh cinta, taruhannya mobil range rover terbaru punya gua bakal jadi punya lo, waktunya setahun.” Raja tersenyum penuh percaya diri “Deal.” Ucapnya. Sayangnya Raja lupa bahwa saat itu, ia duduk di ruang tamu rumahnya, tempat dimana ada CCTV juga terpasang di mana, yang artinya, mau tidak mau, jika mama nya mau tahu apa yang ia bicarakan dengan teman-temannya, mamanya bisa saja tahu. Sementara Ratu, ia tidak setuli itu untuk tidak mendengar percakapan suaminya. Ia juga salah paham, ia juga sedih mengetahui dirinya hanya di bandingkan dengan sebuah mobil yang tak seberapa harganya, maka sejak saat itu rasa benci Raja terhadap Ratu semakin menjadi-jadi, disitulah asal mula mengapa Ratu lebih baik mati daripada ia melihat Raja lebih unggul daripada dirinya. ***** “Queen, we need to talk.” Ucap Raja begitu mereka sudah tiba di rumah. “I’m so tired, bisa gak sih aku tidur aja dulu? Aku kepengen tidur.” Ucapnya penuh kesungguhan. Media tentu saja gempor mengincarnya begitu mendengar gosip bahwa selingkuhan Raja sudah hamil, mereka ingin tahu seberapa sedih Ratu saat ini. Tapi sayang, Ratu bukanlah tipikal seseorang yang akan menunjukan air matanya di depan banyak orang, tidak akan pernah sekalipun. Ratu pulang ke rumah, langsung naik ke kamarnya tanpa peduli dengan Raja yang sejak tadi terus berusaha mengajaknya untuk berbicara. “No, its just for 5 minutes.” “Nggak, aku mau tidur.” Tegasnya. Akhirnya Raja mengalah, ia memilih untuk diam sebelum Ratu benar-benar mengamuk di depannya. Di satu sisi Raja merasa bersalah terhadap Ratu, di satu sisi ia juga bingung sebab ia sendiri belum tahu pasti tentang kehamilan Raina. Raja sudah meminta agar Raina segera memeriksakan kandungannya di temani oleh Pinka atau Afika, namun Raina tidak mau sebab Raina hanya ingin di temani oleh Raja, tapi di saat itu juga Raja tidak bisa terus bersama Raina, reputasi mereka bisa saja benar-benar menjadi buruk. Kalau kemarin banyak orang yang berpihak kepadanya, maka sekarang mereka harus benar-benar hati-hati sebab banyak orang yang tiba-tiba bersimpati kepada Ratu. Ratu menjatuhkan badannya di atas kasur, menutup matanya lekat-lekat rasanya terlalu kesal apabila mengingat apa yang Raja lakukan. Tanpa ia sadari Raja sudah menjatuhkan harga diri Ratu selama beberapa kali, tanpa Raja sadari Raja lah yang menjadi biang kesedihan Ratu akhir-akhir ini. Ratu menarik selimutnya, menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal, harinya terlalu berat, permasalahan rumah tangganya semakin menjadi-jadi dan tak berujung, Ratu jadi berpikir apakah sebaiknya ia harus bercerai saja? Keesokan paginya, Ratu terbangun agak siang entahlah, hari libur juga tidak membuatnya bersemangat sama sekali. Ia menatap pantulan dirinya pada cermin, sungguh tak terlihat seperti Ratu yang biasanya. Ratu berdiri, meraih handuk di dekat kamar mandinya, lalu segera bersiap-siap walau tidak tahu harus kemana. Setelah mandi, Ratu hanya memakai pakaian santainya, baju kaos putih dengan celana pendek sepaha, tak lupa rambut yang masih basah ia bungkus dengan handuk kecil, ia berjalan menuju dapur, namun ia sedikit risih sebab hampir seluruh mata pembantunya menatapnya dengan tatapan aneh, oke ayolah Ratu paham dengan apa yang mereka pikirkan, namun apakah ia memang semenyedihkan itu sekarang? “Don’t look at me like that, kalian jadi bikin aku seperti orang yang menyedihkan.” Ucapnya sembari terus berjalan menuju dapur. “Maaf nyonya-” “It’s okay, kalian gak masak kan hari ini?” Tanya nya. Dan salah seorang dari mereka seketika mengangguk, sebab semalam memang Ratu sempat berpesan bahwa hari ini ia yang akan membuat makanan. “Kalian kenapa sih ngeliatnya gitu banget? Hey I’m okay, ada atau enggak nya Raja di dekat aku, aku bakal tetap hidup selagi tuhan masih ngasih aku izin buat hidup. Aku gak bakal sedih, aku gak bakal kesepian, dan aku gak bakal menyesal, okay? Please, kalian jangan terlalu memforsir tenaga kalian untuk overthinking, kalian juga bakal tetap di gaji.” Jelasnya sembari berdecak pinggang. Ratu memang terkadang terkesan seperti majikan yang tak berperi kemanusiaan, namun di samping itu ia juga terkadang menunjukan sisi malaikatnya, seperti membiayai penuh kemotherapy orang tua salah satu pembantunya yang masih berusia 19 tahun, mulia sekali bukan? “Kami cuma sedih karena nyonya terus-terusan hidup tidak tenang sementara bukan nyonya biang masalahnya. Kami saja yang hanya bertugas mengusir para wartawan yang terus berusaha mengganggu nyonya, kelelahan setengah mati apalagi nyonya yang harus terus menghindar. Belum lagi nama nyonya yang terus jadi jelek di luar sana, kami takut kalau nyonya-” “Apa? Nggak, kalian gak usah takut apa-apa, heyy aku ini Ratu looh, aku mana pernah terpuruk hanya karena kasus kecil seperti itu. It’s okay, kalian gak usah overthinking, I have god and my self, aku gak perlu dan gak butuh orang lain.” Jelasnya dengan senyum mengembang di pipi nya. Tanpa Ratu sadari bahwa akhir-akhir ini ia lebih ramah kepada orang lain di banding ia yang dulu, dulu Ratu hampir sama sekali tidak mengobrol dengan para pembantu di rumahnya, ya kecuali ada hal-hal penting, barulah ia mau bersuara, selain daripada itu ia lebih suka diam, melakukan hal-hal yang ia inginkan. “Baik nyonya kalau begitu.” “Oke, kalian bisa leyeh-leyeh aja kalau mau.” “Kami di minta sama tuan untuk merapihkan kamar utama yang di bawah bu, ada renovasi singkat juga hari ini.” Jelasnya. Ratu mengerutkan keningnya tak mengerti. “Maksudnya?” “Katanya mulai besok perempuan yang katanya selingkuhannya beliau akan tinggal di rumah ini nyonya.” Ratu tertegun, Raja benar-benar tidak bisa dipercaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD