Bab 12. Prilly Kesal

1349 Words
Happy Reading. Nico benar-benar ingin menerkam istrinya saat ini. Akan tetapi, ketika Nico membawa masuk Selma ke kamar pribadi di kantor, tiba-tiba saja disela ciuman, sang istri sedikit mendorong suaminya hingga membuat pria itu terjatuh di ranjang tepat di sebelahnya. Selma langsung bangkit dari ranjang, membenahi pakaian yang sedikit berantakan juga rambut serta mengusap bibir dengan keras. Sorotan mata menatap kesal ke arah Nico, hingga membuatnya bingung akan tingkah sang istri. "Ingat, ya!" Jari telunjuk sebelah kanan Selma arahkan ke depan wajahnya dengan maksud memberikan peringatan pada sang suami. "Aku masih belum terima atas semua sikapmu yang lembek terhadap sekretarismu. Pokoknya, mulai detik ini aku tidak akan memberikanmu jatah apa pun itu. Mau ciuman, sentuhan, dan lain sebagainya. Aku akan mengunci rapat tubuhku sampai kamu sadar bahwa wanita bekerja denganmu itu adalah ular berbisa, bukan manusia!" Nico membelalakkan matanya saat mendengar ucapan sang istri. Apa tadi Selma bilang, dia tidak boleh menyentuhnya, padahal saat ini Nico sudah sangat berhasrat. Nico yang masih merebahkan tubuhnya di ranjang, segera bangkit dan berdiri menatap sang istri. Kemudian memegang kedua tangan Selma tanpa menghentikan tatapan mereka. "Apa maksudnya ini, Sayang? Bukannya tadi kamu udah percaya sama aku … Aku ini gak berbohong, aku tidak akan mengkhianatimu apa pun alasannya cuma kamu yang aku mau, bukan wanita lain. Aku juga udah berjanji akan mencari bukti itu, lantaran aku tidak bisa memecat sembarangan orang tanpa ada bukti yang jelas. Jadi, aku mohon … Beri aku waktu untuk mencari bukti itu dan jangan siksa aku seperti ini, Sayang. Kamu tahu, 'kan? Aku tidak bisa sehari saja tanpa sentuhanmu, lalu bagaimana dengan nasib si o***g imut dan menggemaskan itu? Pasti dia kecewa karena mendapati sikapmu yang menolak untuk memanjakannya. Dia sedih, Sayang. Apa kamu tidak kasihan?" Nico melihat ke arah bawah. Raut wajah Nico terlihat sangat sedih atas perkataan sang istri yang menolak untuk berhubungan, padahal dia sudah ingin memulainya. Namun, rasa kesal itu kembali menyelimuti Selma hingga hukuman untuk sang suami terucap begitu saja. Ya, walaupun Selma kasihan melihat wajah lesu Nico, tetapi mau bagaimana lagi? Jika dia bersikap seperti itu, maka Nico akan menganggap masalah ini merupakan masalah sepele yang tidak perlu dibahas atau dicari tahu tentang kebenarannya. "Itu derita kamu sendiri, siapa suruh nekat berangkat ke luar kota cuma berdua, berasa karyawanmu hanya Prilly dan Galih saja. Kamu punya ratusan bahkan ribuan karyawan. Apa salahnya perintahkan salah satu dari mereka untuk menemani kamu dengan bayaran besar pasti pada mau. Punya pikiran gunakan sedikit, percuma kamu jadi atasan kalau sikapmu kaya gini. Dulu aja tegas, sok cuek, sekarang klemar-klemer cuma karena mantan, kemana Nico yang tegas?" Selma memarahi suaminya persis seperti seorang anak yang melakukan kesalahan. Sementara Nico terus mencoba untuk merayu dan memohon keringanan atas hukuman yang diberikan. "Please, Sayang. Aku mohon, sekali aja, asal celup gapapa yang penting dia senang. Piss!" ucap Nico. Wajah tampan dan tegas yang selalu terlihat berwibawa itu seketika berubah menjadi menciut, hingga terkesan menggemaskan seperti bayi yang menginginkan sesuatu. "Nggak ada! Ini hukuman untukmu yang nggak pernah denger apa kata istri. Anggap aja ini sebagai pelajaran biar kamu gak ngulanginnya lagi, masih syukur jatahmu aku porong sampai kamu menemukan bukti. Kalau setahun gimana? Kuat?" tanya Selma menangkis tangan Nico yang masih memeluknya. "Hyaak … Nggak, aku nggak mau! Bisa-bisa asetku karatan gak diasah. Oke, dalam waktu kurang lebih 3 hari aku akan menemukan bukti itu. Sehingga aku bisa memecat salah satu dari mereka yang sudah menghianati kepercayaanku, tapi … Tapi, ayo, kita main dulu. Aku … Aku …." Nico menghentikan perkataannya, lalu kembali memegang tangan Selma. Dia berharap sang istri akan menjadi luluh, tetapi wanita itu malah melengos pergi begitu saja meninggalkannya. "Sayang, tunggu aku! Hukuman itu terlalu berat untukku. Aku mau kita mesra lagi, jangan menolakku seperti ini!" Nico berjalan cepat mencoba untuk mengimbangi istrinya. Namun, Selma menunjukkan wajah sinis dan cuek tanpa menggubris kata-kata dari suaminya. Sesampainya di depan pintu keluar, Selma baru ingin membuka pintu berpapasan dengan seseorang masuk begitu saja tanpa mengetuk. "Ehh, Ibu Selma. Mau ke mana? Pulang, ya? Kok, mukanya cemberut gitu? Masih marah sama saya? Bukannya saya—" "Apa sikap begini, masih bisa dibilang sekretaris, Sayang?" tanya Selma tersenyum penuh penekanan di setiap kalimatnya. Tangannya dilipat di d**a, lalu sorotan mata terus menatap wajah Prilly. "Seja kapan saya mengizinkan kamu masuk tanpa mengetuk pintu? Saya udah bilang, saya mau berdua dengan istri saya. Terus kenapa kamu masuk, hahh?" bentak Nico. Kekesalan dan amarah yang ditahan atas hukuman Selma, semua dilampiaskan kepada Prilly. Kenapa dia jadi semakin kesal melihat sang mantan kekasih masa remajanya dulu yang kini berstatus sebagai sekretarisnya. "Loh, tadi aku udah mengetuk pintu beberapa kali, Pak. Cuma nggak ada jawaban, aku pikir bapak gak denger makannya langsung masuk. Kalo gak ada berkas penting juga aku gak akan masuk!" kilah Prilly. Wajah Prilly terlihat kesal karena tidak terima Nico memarahinya tepat di depan Selma. Seakan-akan harga diri wanita itu jatuh ketika melihat senyuman terukir jelas di bibir istri sang atasan yang terlihat senang. "Dasar sekretaris gak sopan!" sindir Selma. "Apa Ibu bilang? Gak sopan? Aku udah mengetuk pintu, ya, tapi Pak—" Perkataan Prilly terhenti setelah mendengar suara bariton yang cukup merinding. "Hentikan! Saya tidak menerima alasan apa pun. Sudah jelas kamu salah, kenapa masih mengelak, hahh?" bentak Nico, menatap tajam wanita itu. "Loh, kenapa Bapak bentak aku? Tadi 'kan, aku udah jelasin, tapi Bapak malah—" Jantung Prilly berdetak kencang melihat apa yang ada di hadapannya. Dia menghentikan ucapan yang belum tuntas saat melihat Selma mendekati Nico. "Uhhh, Sayang. Udah dong, jangan marah-marah lagi. Bukannya tadi mau ekhem-ekhem, kalau moodmu rusak gimana keseruan kita di ...." Selma melirik kamar pribadi sang suami di ruangan tersenyum dan Nico paham dengan ucapan istrinya. "Pasti rasanya akan kurang menarik dan nggak seperti biasanya. Nanti aku sedih loh, kalau nggak dapat kepuasan. Katanya mau main 5 ronde, hem? Jadi, jangan emosi lagi, ya. Lihat, Prilly. Kasihan loh, dia pasti kaget. Ya, 'kan?" ujar Selma dengan seringai yang tercetak jelas di bibirnya. Memandang Prilly yang kini terlihat sekali menahan amarah di wajahnya. Selma menyindir Prilly dengan gestur tubuh yang mengikuti gayanya. Sentuhan atau ukiran abstrak yang ada di d**a suaminya membuat wanita itu merasa panas. Apalagi ketika tangannya mengusap rahang, lalu mencium pipi Nico penuh kelembutan semakin membakar emosi di dalam tubuh. "Kita bicarakan baik-baik, ya. Ayo, duduk sini!" Selma menarik Nico, lalu memberikan kode pada Prilly. Wajah syok Nico dan Prilly benar-benar tidak bisa digambarkan. Satu sisi Nico terkejut melihat Selma menyentuh tubuhnya padahal tadi jelas-jelas Selma sudah menolak, sisi lain Prilly terkejut melihat kemesraan yang sengaja dipanaskan untuk meledakkan jiwa kecemburuannya hingga menjadi balasan atas perlakuan kemarin. "Aduh, sepertinya aku nggak nyaman duduk dekat Prilly. Aku duduk sama kamu aja ya, Sayang. Kapan lagi kita bisa mesra begini, apalagi anak-anak di rumah sedikit mengurang waktu kebersamaan kita. Jadi, maaf ya, Prilly. Saya jadi nggak enak hehe …." Selma berjalan memutari meja dan mendekati suaminya. Selma tertawa kecil seolah-olah sedang menguji kesabaran Prilly. Dia duduk tepat di pangkuan Nico, menumpangkan kaki kanan di kaki kiri sama seperti pose-pose foto yang ada di majalah orang dewasa. Tentu dia sengaja melakukannya semua ini agar membuat Prilly mundur untuk mendekati ataupun menginginkan suaminya. Nico tidak tahu harus berkata apa, kali ini Selma benar-benar berbeda. Nada bicara, gestur tubuh, bahkan keliaran untuk memikat daya tariknya sungguh luar biasa. Baru sekarang Nico melihat sisi lain dari Selma, hingga berhasil membungkam mulutnya dan mengikuti permainan tanpa menyadari bahwa Prilly masih berada di dekat mereka. "Sayang, kamu nakal banget? awas kalau sampai kamu gak nepatin janji, Hem?" Nico mencium pipi Selma mesra, mengelus rambut istrinya itu dengan lembut, dia selalu menyukai aroma shampo sang istri. Nico benar-benar telah dibutakan oleh keberadaan Prilly yang duduk menatap mereka penuh amarah. Tangan wanita itu diam-diam mengepal keras sampai membuat napasnya mulai tak beraturan. Prilly tidak terima penghinaan ini. Nico dengan lihainya menciumi tengkuk leher Selma tanpa rasa malu. Bagaimana tidak? Aroma wangi tubuh istrinya selalu membuat dia candu, hingga memikat si o***g di bawah sana. "Maaf, Pak, Bu, ini kantor bukan hotel!" ucap Prilly tegas dan menekankan kalimatnya. Namun, jawaban Nico di luar dugaan yang membuat dia semakin panas. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD