“Maaf saya tidak sengaja.”
Nirma buru-buru untuk membangunkan tubuhnya. Laki-laki yang telah mendekap tubuhnya itu pun segera melepaskan kedua tangannya.Nirma buru-buru pergi. Sedangkan laki-laki itu terus saja memandangnya dari balik punggung Nirma. Keduanya tak saling menanyakan nama. Hanya sebatas kata maaf lalu kembali menyisakan tanya namun tak sempat terucapkan.
***
Pernikahan adalah ikatan suci, sakral dan juga sebuah impian semua orang. Semua rela mengorbankan seluruh hartanya untuk membuat pesta yang tak pernah bisa terlupakan seumur hidup. Menjalani hari-hari dengan cinta kasih pasangan suami istri, membuat Hendra dan Rosma menjadi pasangan yang sangat bahagia. Menempati rumah baru yang hanya di huni sepasang cinta yang tengah dimadu kasih, bersama satu pembantu rumah tangga yang siap melayani segala keperluan mereka.
Hari-hari dipenuhi dengan senyum mesra, dekap kasih sayang dan juga seribu perhatian tertoreh hanya untuk orang yang saling mencintai. Hendra dan Rosma memih Bali sebagai tempat di mana keduanya akan menikmati keindahan bersama, bulan madu untuk saling memberikan kasih dan sayang satu sama lain. Hotel berbintang lima dipesan sebagai saksi akan keagungan cinta, mengabadikan setiap momen tak lepas dari rasa dimabuk asmara. Tak ada saling mencerca, memarahi bahkan saling menyalahkan, kini yang terlihat adalah kata-kata kemesraan di setiap tempat, di setiap waktu berdua, kecup penuh perhatian selalu menghiasi hari-hari bersama.
Menikmati malam panjang di atas ranjang putih berhiaskan taburan bunga mawar, wangi kamar penuh dengan aroma yang membuat hidung terasa ingin terus menciumnya, cahaya lampu terang itu sesaat redup. Sepasang suami istri yang telah melingkarkan cincin di masing-masng jari manisnya, terlihat sangat menikmati setiap detik jarum jam yang berputar. Keduanya terbuai dalam pelukan sang malam yang menjaganya.
***
Kembali menjalani rutinitas setelah pulang dari liburan bersama istri tercinta, kini Hendra kembali fokus dengan pekerjaannya, Rosma setelah menyandang status sebagai Nyonya Mahendra kini hanya berdiam diri di rumah, dia menuruti perintah suaminya untuk berhenti dari pekerjaan yang selama ini dia geluti. Tiada yang bisa dilakukannya di rumah selain berdiam diri dan menikmati segala fasilitas yang telah diberikan Hendra padanya. Dia diperlakukan bak seorang ratu, masak tak pernah dilakukan, mencuci baju dan setrika tak pernah dijamah, menyapu dan mengepel lantai sama sekali tak pernah disentuhnya, semua sudah ada yang mengerjakan tak lain adalah pembantu di rumahnya.
Sebulan kemudian, di hari minggu Rosma merasa ada yang aneh dengan dirinya, nafsu makannya hilang, dia sering merasakan sakit kepala dan tiba-tiba mual tanpa sebab. Pagi ini wajahnya terlihat begitu pucat, dia hendak mengambil air minum di atas meja tiba-tiba saja terjatuh dan tak sadarkan diri. dengan penuh kepanikan Hendra langsung membopong istrinya menuju rumah sakit.
Melihat istrinya yang sedang diperiksa dokter di dalam ruangan, Hendra tampak begitu cemas, jalan mondar-mandir penuh dengan kekhawatiran, menunggu di luar seorang diri dengan perasaan campur aduk tak tertahankan. Sesaat dokter pun memanggilnya untuk masuk ke dalam dan menemui istrinya yang telah sadar dan membuka matanya.
“Istri saya sakit apa dokter?”
“Istri anda tidak sakit, melainkan sedang mengandung. Saya ucapkan selamat ya untuk kehamilan istri pak Hendra, dan saya akan tuliskan resep untuk diberikan kepada Bu Rosma.”
Kecemasan Hendra kini telah terganti dengan kabar gembira, dipeluknya istri tercinta itu dengan sangat erat, matanya berkaca-kaca seakan tak percaya jika Tuhan memberinya kado terindah secepat itu. Rosma yang hanya diam di atas ranjang tak melakukan apapun, ia pun tak membalas dekapan erat dari suaminya, pandangannya kosong seperti ada beban yang menyelinap dalam benaknya.
Setelah mengetahui istrinya hamil, Hendra lebih mengontrol keadaan istrinya dengan sangat protektif, dia tak mau istrinya sampai jatuh sakit atau pun terjadi apa-apa dengan calon bayinya, dia pun menambah dua pembantu sekaligus untuk melayani Rosma selama dia tidak ada di rumah untuk menjaganya.
Hari-hari Hendra diselimuti kebahagiaan seiring dengan kehadiran sang calon bayi. Rosma yang harus bed rest dan tak bisa keluar rumah pun merasa sangat tidak menikmati masa kehamilan tri semester pertama. Bahkan Rosma tak pernah memperlihatkan wajah sumringah kepada suaminya, dia hanya asyik dengan telepon genggam dan dunia mayanya.
Beberapa minggu menikmati hidup hanya dengan di rumah saja, dunia terasa begitu sangat menyebalkan, usia kehamilan yang sekarang menginjak bulan ke tiga menjadikan Rosma ingin sekadar menikmati udara bebas, dia pun nekat pergi ke sebuah cafe saat sang suami telah berada di luar negeri untuk seminggu ke depan, mengurusi masalah pekerjaan yang tak bisa diwakilkan.
Tanpa sepengetahuan Hendra, Rosma pun menikmati udara segar di luar rumah, seorang diri di sebuah cafe yang sangat ramai dengan pengunjung yang berdatangan, memandang di sekelilingnya, para anak manusia sedang sibuk dengan urusan-urusannya, dia hanya sibuk menatap handphone dan juga menikmati minuman yang telah dipesan.
“Boleh saya temani Nona.”
Suara itu meolehkan kepala Rosma, dilihatnya sosok laki-laki berkulit putih perawakan tak jauh beda dari suaminya, malah laki-laki ini terlihat lebih muda daripada Hendra. Mata Rosma terbelalak. Seakan tak menyangka bila lelaki yang datang padanya itu adalah cinta pertamanya dulu.
“Silakan duduk,” jawab Rosma.
“Kenalkan namaku Roy.”
“Sudah, jangan bercanda kamu, Roy.”
Roy tertawa, dia yang humoris membuat Rosma membalas dengan sedikit senyum centilnya. Obrolan mereka berlanjut hingga beberapa jam, saling bertukar telepon dan setelah itu Roy menawarkan untuk mengantar Rosma pulang ke rumahnya. Rosma berpikir panjang apa yang harus dikatakan pada sopirnya, dia pun bergumam dari pikiran tentang sebuah alasan yang akan dijadikan sebagai sebuah jawaban.
“Kamu ada di Jakarta?”
“Hanya liburan, minggu depan juga sudah balik lagi.”
“Sekarang kamu tinggal di mana?”
“Swiss.”
Rosma bergumam dengan pandangan terpikat. Dia tak pernah menyangka bila mantan terindahnya itu bisa sesukses tatapan matanya.
“Kamu kerja di Swiss?”
“Ya, lebih tepatnya aku mengelola perusahaanku di sana.”
Rosma kembali terpukau. Mengelola perusahaan sendiri pasti tak diragukan lagi harta dan tahtanya. Senyum Rosma terpancar.
“Sorry Rosma, aku masih ada urusan, aku duluan, ya.”
“silahkan.”
“Aku akan menelponmu nanti”
Laki-laki itu berlalu meninggalkan Rosma seorang diri, dia masih memandang dengan tatapan tak seperti biasanya, menampilkan senyum dan sesaat wujudnya pun tak terlihat dari pandangan Rosma.
***
Mata mamandang seluas ruangan yang berhiaskan emas, Rosma masih tak kunjung bisa memejamkan matanya, pikirannya melayang tak bisa membuat tubuhnya untuk kembali hadir di alam mimpi. Bergetar telepon genggamnya, nama Roy terpampang nyata.
“Hai rosma, sedang apa dirimu?”
“Aku tak bisa tidur Roy.”
“Mau aku temenin? Aku datang ke rumahmu ya.”
“Sudah terlalu malam, besok saja.”
Percakapan mereka pun berlanjut hingga pagi menyapa, banyak hal yang diceritakan hingga memberikan arti tersendiri di hati Rosma. Dia pun terpejam saat pagi sudah benar-benar datang dengan hadirnya senyum mentari yang menerobos di jendela kamarnya.
Hari berganti hari, Rosma masih menikmati kesendirian di rumah sebesar istana nan megah, suaminya masih belum kembali dari luar negeri, dia pun lebih sering menghabiskan sisa bosannya di luar rumah bersama dengan Roy, lelaki yang pernah mengukir cinta di hatinya. Tiap hari tak ada waktu untuk tidak bertemu dengannya, berpisah sebentar terasa ada sesuatu yang dirasa kurang, Rosma telah mendapatkan sesuatu yang tak dapat diperolehnya dari Hendra. Sore itu di sebuah restoran favorit. Rosma telah asyik bercanda gurau dengan Roy, menikmati hidangan dengan penuh tatapan tak seperti biasanya.
“Rosma, apa kamu masih ingat ketika dulu kita masih bersama?” tanya Hendra.
“Tentu saja, Roy.”
“Sampai detik ini aku merasa sangat nyaman berada di dekatmu”
Roy, memegang tangan Rosma di atas meja, menggenggam erat dan Rosma pun seakan tak bisa menolak untuk itu.
“Aku ingin kamu Rosma.”
“Aku kan sudah bersuami, Roy.”
“Tinggalkan dia, hiduplah bersamaku. Aku juga akan memberikan apa pun yang kamu inginkan.”
“Roy, suamiku memang tak bisa memberi kenyamanan padaku, tapi aku mengandung anaknya sekarang.”
“Tak masalah, setelah anak itu lahir hiduplah bersamaku, aku juga tidak kalah kaya kan dengan suamimu itu.”
“Apa kamu masih mencintainya?”
“Dulu aku mencintainya karena dia kaya, tapi saat aku menikah dia laki-laki yang tak bisa memberikan kepuasan hatiku, dia selalu sibuk dengan pekerjaannya, aku pun tersiksa, hidup menjadi ibu di rumah tanpa bisa apa-apa”
Keduanya saling memandang, menatap segala kelebihan dengan rasa yang terbalaskan.
#
Tuhan penguasa alam mengubah siang menjadi malam dengan begitu cepat, kini usia kandungan Rosma sudah sembilan bulan, tinggal menunggu waktu bayi yang ada di perutnya itu akan menatap dunia, menjadi malaikat kecil penuh dengan harapan baru. Hendra sudah mempersiapkan segalanya demi menanti sang bayi, kamar yang dimodifikasi khusus dengan hiasan penuh nuansa anak, perlengkapan bayi sudah dibelinya lima bulan yang lalu, dia sangat mencintai Rosma dan juga calon bayinya.
Semenjak hamil Hendra memang sangat sibuk dengan pekerjaannya, akan tetapi sepulang kerja dan libur kantor dia selalu menjadikan Rosma yang utama daripada yang lain, akan tetapi perlakuan Rosma pada Hendra tak semanis ketika awal menikah, Rosma lebih sering mengisi harinya dengan Roy, kekasih gelapnya yang menjadi tumpuan hidupnya saat ini. Telepon genggamnya penuh pesan cinta dari Roy, album foto pun tak lepas dari kekasih yang sangat dicintainya. Hendra tak ada sedikit rasa curiga, dia mencintai Rosma dengan segala yang dia punya, tiada sedikit keraguan bahkan dia sangat percaya dengan istri yang sangat dia cintai jiwa dan raganya.
Hendra terlelap dahulu di pelukan sang malam, dia sudah memejamkan matanya dua jam yang lalu. Sedang Rosma masih asyik menanggapi pesan dari Roy, saling berbisik dan melambungkan kata cinta, keduanya terbuai kasih dalam ikatan yang sama sekali tak diketahui orang, tiba-tiba Rosma merintih kesakitan, telepon genggamnya terjatuh, dipegananya perut yang terasa kencang dan nyeri luar biasa. Hendra pun terbangun dengan segera, melihat kondisi sang istri yang melintir memegang perutnya segera dibawa ke rumah sakit. Dengan mengendarai mobil dengan kecepatan 100 km perjam. Hendra pun telah sampai di rumah sakit terdekat dari rumahnya.
“Bapak silakan tunggu di luar,” pinta dokter.
Rosma akan melahirkan, pikir Hendra dalam benaknya, dia cemas tak karuan hingga dokter memanggilnya untuk masuk ke ruang persalinan menemani istrinya, peluh menghiasi tubuh Rosma, dia menjerit dengan segala kemampuannya. Hendra tetap setia menemani, memegang tangan dan memeluk istrinya, membisikkan kata motivasi dengan penuh keyakinan. Hampir satu jam mereka berjuang demi lahirnya buah hati, dan akhirnya semua berbuah manis, tangisan seorang bayi mungil menggelegar dalam ruangan persalinan. Hendra tersenyum lepas, mencium kening istrinya dan masih setia di samping Rosma.
Bayi dengan berat 3 kg panjang 52cm itu berjenis kelamin perempuan, cantik dengan hidungnya yang mancung mirip sekali dengan papanya, tangis pertama bayi itu membahana di penjuru ruangan. Hendra tak sadar menitikkan air mata, sungguh nikmat Tuhan yang selama ini dia nanti, kini di depan mata telah hadir putri kecil penyemangat mimpi, dengan segala ucap syukur yang tiada terkira bayi itu pun diberikan sebuah nama Putri Alisa. Rasa bahagia membumbung tinggi melekat erat dalam hati keluarga Mahendra. Cucu pertama yang dinanti kini telah hadir di dunia, semburat senyum kakek dan nenek pun turut memberikan rasa euforia yang sangat luar biasa.
Semilir angin menyentuh pori-pori kulit, menerobos lorong-lorong rumah sakit, Mahendra terlihat begitu letih, dia tertidur pulas di atas sofa berwarna kopi s**u, disampingnya Rosma yang masih membuka matanya dengan sangat jelas. Melihat sang suami tengah lelap dalam mimpinya, Rosma mengambil telepon genggamnya, sebuah pesan singkat dikirimkannya untuk seseorang yang berada di daftar kontaknya. Dia bangun dari bed yang sudah berhari-hari ini memanjakan dirinya, matanya memandang setiap penjuru ruangan, langkahnya mengendap seolah seperti pencuri yang akan memulai aksinya.
Rosma mengganti pakaiannya dengan baju casual yang dia pinta untuk dibawakan oleh Hendra. Sekejap Rosma meninggalkan ruangan itu dengan cepat. Dengan kacamata hitam dan syal yang melilit lehernya membuat penyamarannya berhasil. Sebuah mobil berwarna silver di ujung jalan seolah telah menunggu Rosma. Dia pun segera masuk dan suara tawanya menggelegar. Kekasih hatinya, Roy telah menanti dengan segala cinta yang dimiliknya.
“Akhirnya rencana kita berhasil sayang,” ucap Roy setelah mengecup kening Rosma
“Ajak aku pergi jauh dari sini honey, aku ingin memulai hidup baru bersamamu”
Roy tersenyum lebar lalu mendekap tubuh wanita yang dicintaninya itu, sekejap mobil itu pun melaju dengan sangat kencang.