Part 3

1748 Words
Part 3 ===== "Are u crazy?? You bring that b***h into your car?? Are out of your mind Ben?" Tanya Violet begitu melihat Ben memakai kan jasnya pada si wanita dan berjalan menuju mobil. "Shut up, im not ask your permission. And remember you are bitchess too" bentak Ben yang sedang memundurkan kursi kemudinya. Mau tak mau ia harus memangku si gadis malang, kursi di mobil ini hanya untuk dua penumpang, tak mungkin ia membiarkan violet memangku si gadis, belum apa apa violet sudah memakinya padahal ia lebih rendah dari gadis yang baru ia temui ini. Violet terlihat terkejut di bentak begitu rupa oleh Benedict, ia tak menyangka Benedict bisa menyamakannya dengan jala*g compang camping pinggir jalan. "Sementara kau akan ku pangku, tubuhmu cukup kecil mungkin akan muat walaupun sedikit sempit" "Baik tuan, terima kasih" jawab Aerhyn terbata. Masih ada tangis di suaranya, ia sangat takut sampai tak berpikir panjang, kalau tadi mobil yang ia hentikan adalah orang jahat yang lebih menyeramkan dari ketiga remaja tadi apa yang akan terjadi padanya. Beruntung ia menghentikan mobil Benedict, pria yang baik menurut nya. Kalau tak memiliki rasa simpati tak mungkin lelaki ini mau mengantarkannya. "Aku akan mengantar mu kembali ke apartment terlebih dulu violet, kita bertemu besok saja hari ini aku benar benar lelah" tuturnya tegas sembari fokus mengemudi dengan tubuh mungil Aerhyn duduk di pangkuannya. Posisi ini sangat berbahaya, menghalihkan fokus si pengemudi namun apa boleh buat Benedict terpaksa melakukannya. Dan entah kenapa Benedict merasa hilang rasa pada wanita cantik yang duduk disebelahnya, mengingat perlakuan nya barusan rerhadap Aerhyn yang tengah butuh pertolongan. Walaupun ia benci dengan orang orang yang menyusahkan tapi ia masih memiliki hati nurani. "What do you mean? You drop me and left me, just like that huh?" Violet memasang wajah tak percaya. Ia mengira Ben hanya akan mengantar kan perempuan di pangkuannya sampai menemukan taksi, dan ia bermalam dengan lelaki pujaan sejuta umat itu, namun impiannya benar benar musnah. "Keep quiet, i won't argue with you, just follow my order" jawabnya dengan nada dingin. "Im so done with you, you choose to take care that b***h instead me? Hahahaha hows funny you are Ben. You want to slept with that poor b***h, do you?" Marah violet semakin menjadi. "You want f**k her that much, huh. Okey. I'll give you try Ben. Hows good her compare to me" racaunya lagi. "I said, shut the f**k off b***h. Or i'll kick you out" murka Ben. Membuat Aerhyn yang tertidur di pangkuannya terperanjat. Tanpa ben sadari, sejak ia keluar mobil membantu Aerhyn tadi, violet merekamnya menggunakan ponsel pintarnya. Ia akan membuat perhitungan pada Ben karena sudah mencampakkannya. "Sorry.. tidur lagi kalau kau mengantuk, kita akan segera sampai" seru Ben lembut menenangkan Rhyn yang terkejut. "Hahaha its so funny with this f*****g drama, you snap on me and talk softly with this b***h. Wah wah im kinda shock" membuat wajah shock dan bertepuk tangan tak percaya. "Dont make me really mad at you Violet, enough" Nada suara Ben berubah sedingin es di kutub selatan. Pandangannya menggelap ingin sekali menghantamkan kepala Violet ke sisi pintu mobil. Namun ia bukan lelaki yang suka main tangan terhadap wanita. Tiba di lobby apartment violet, ia membuka sabuk pengaman dan buru buru keluar dari banteng hitam milik Benedict, begitu turun ia lalu pergi begitu saja tanpa memperdulikan orang di dalamnya. Benedict tak ambil pusing, walau deposit pembayaran violet sudah ia transfer full ia tak merasa rugi sedikit pun. Violet tak sebagus yang ia bayangkan. Paras cantiknya tak bisa di bandingkan dengan sikap kurang ajarnya. Ben mempersilahkan Aerhyn turun dari mobil dan menyuruhnya untuk pindah ke kursi penumpang. Ben ikut turun untuk menutupkan pintu. Ia yakin wanita yang ia temu tadi tak tahu caranya. "Kau tinggal di mana?" Tanya Ben ketika mereka sudah meninggalkan apartment mewah tempat violet tinggal. "Di daerah district center Tuan" jawab Aerhyn ragu. "Jangan takut, arah rumah kita serarah siapa nama mu?" Tanya Ben selembut yang ia bisa walau nada suaranya masih tetap dingin. "Ma.. maaf Tuan. Aku Aerhyn. Tuan bisa menyebutnya Rhyn" "Okay Rhyn apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Ben ingin tahu. "Saya tidak ingat Tuan, saya rasa tidak pernah. Mungkin Tuan salah lihat karena orang seperti saya kan banyak di daerah sini" Ketika ia membersihkan sepatu Ben karena terkena lelehan ice cream nya, ia sama sekali tak melihat ke wajah Ben, apalagi ketika di panggung opera tadi posisi ben jauh di bawah tak begitu terlihat jelas olehnya. "Ah bukan begitu, aku seperti pernah melihat mu tapi aku lupa dimana" Ben tertawa. Tawa renyah Ben sedikit mengurangi rasa gugup yang Aerhyn alami. Ia tak pernah naik ke mobil, posisi yang tadi saja masih membuat jantungnya berdegub begitu kencang. Napas Ben begitu dekat dengannya, ia trauma terhadap lelaki ketika berduaan. Yah ulah Patrick suami ibu asuhnya. Membuatnya takut kepada pria, ditambah lagi ia baru saja nyari diperkosa oleh tiga orang mabuk. "Maaf kalau aku lancang, apa yang sedang kau lakukan hingga berakhir seperti tadi. Kalau kau tak ingin menjawab tak apa" tanya Ben lagi memecahkan keheningan. "Aku tadi baru pulang melihat pertunjukan tari ballet, karena hujan dan tak ada taxi yang masuk ke dalam aku memutuskan untuk berjalan ke halte depan" tuturnya mengingat kejadian mengerikan tadi dan sesekali menghela napas berat. "Kenapa tak menggunakan aplikasi dari handphone saja, kau hanya tinggal menunggu taxi datang menghampirimu" tanya Ben lagi. "Aku.. aku tak punya handphone seperti yang kau maksud Tuan" jawabnya tersenyum tulus. Benedict tak pernah melihat senyum setulus itu di hadapannya selain keluarganya. Ia banyak melihat senyum kebohongan. Sedangkan wanita di sampingnya senyum setulus itu walau ia tak memiliki apa apa. "Kau sudah makan malam? Lapar atau tidak" "Belum Tuan, tapi aku ingin pulang saja. Ibu kost ku pasti sudah sangat khawatir" jawabnya sopan. "Kau kost? Baiklah kita segera sampai" Benedict menginjak pedal gas lebih dalam lagi. Mereka tiba di depan rumah pasangan uncle Jonathan dan auntie Janesville. Aerhyn mengetuk pintu dan berdiri menggigil. Benedict memperhatikan dari ujung kaki hingga ujung rambut. 'Tubuhnya lumayan bagus dan wajahnya cukup cantik, beruntung ia belum sempat di perkosa' batin Benedict seraya memperhatikan. Pintu rumah pun terbuka, menampilkan sosok lelaki tinggi yang belum pernah Aerhyn lihat selama tinggal di rumah pasangan Tua ini. "Mau cari siapa?" Tanya si pembuka pintu yang melihat d**a Aerhyn yang cukup berisi di balik tengtopnya. Jas Benedict tak mampu menutupi pemandangan yang indah itu. Matanya tak teralihkan sedari ia membuka pintu. Lalu matanya melihat ke arah mobil Benedict, senyum miring tersungging di bibirnya. "Bukan kah ini rumah auntie Jane dan uncle Joe?" Tanya Aerhyn memastikan "Oohh ternyata kau Aerhyn yang kost di kamar belakang. Ayah dan Ibuku sudah tidur mereka cemas karena kau belum juga kembali, ternyata kau sedang bersenang senang" nada bicara Franklin anak lelaki kedua pasangan Jo dan Jane ini berubah. Meremehkan. 'pintar sekali jal*ng ini mencari mangsa' batinnya licik. Senyum miring tak henti ia sunggungkan. Dan meninggalkan Ben serta Jane di depan pintu. Benedict yang sedari tadi ingin melayangkan tinjunya ke arah wajah Franklin harus menahan amarahny. Lelaki kurang ajar. "Kau yakin akan tinggal disini? Aku curiga pada lelaki itu" kata Benedict memegang bahu Aerhyn. Tinggi Aerhyn hanya sedadanya. Wanita ini terlihat begitu kecil di sampingnya. Walau ia bukan pria baik baik. Tapi ia tau kalau lelaki yang bernama Franklin ini punya masksud jahat pada Aerhyn dari cara ia terus melihat ke arah dadanya. "Ti.. Tidak apa apa Tuan, ia anak dari pemilik rumah" walau ia berusaha meyakinkan Benedict, ia sendiri bahkan tak yakin akan hal itu. "Begini saja, ini kartu nama ku. Kalau kau ada apa apa hubungi aku, akan aku usahakan menjemput mu" Ben menyerahkan kartu namanya. "Terima kasih Tuan" jawabnya gugup. *** Setelah meninggalkan Aerhyn di rumah kostnya entah kenapa ia merasa tak tenang. Ada perasaan aneh di dadanya, ia yakin pria bernama Franklin punya niat jahat padanya. Ia tak bisa tidur, tidak di temani oleh seorang wanita mana pun juga. Ia membatalkan dengan Violet dengan kejadian yang tak menyenangkan ia juga tak berniat untuk bertemu lagi dengan model majalah dewasa itu. Benar saja apa yang di pikirkan oleh Benedict. Sekitar pukul 3.00 am Franklin menyelinap masuk ke dalam kamar Aerhyn. Pintu kamar di rumah ini semua memang tak memiliki kunci. Karena selama ini tak pernah ada orang lain yang menempati. Akan tetapi keputusan itu akhirnya membuat seorang wanita harus menanggung deritanya. "Diam.. kalau tidak pisah ini akan mendarat di lehermu" bisik Franklin. "Emmmmm.. lepmmskan akhummm" teriak Aerhyn di balik bekapan tangan besar Franklin. "Aku bialng diam, atau kau benar benar ingin pisau ini menyentuh kulit mulusmu" ancamnya lagi. Aerhyn hanya bisa pasrah dan tubuhnya terus memberok. Tubuhnya kecil di banding kan lelaki b******n ini. Tenaganya tak cukup kuat mendorong tubuh tegap Franklin. Franklin mencumbunya melumat bibirnya dengan ganas, bekas luka akibat tamparan tadi masih menyisakan perih, Franklin bermain pada payudaranya. Mengisapnya bahkan hendak memakannya. Tangan dan mulut Aerhyn sudah di ikatnya agar tak bersuara dan memberontak. Sementara kakinya di buka selebar yang ia inginkan. Membuka celana dalam dan langsung menjilat kemaluan Aerhyn membuatnya basah dan ia menancapkan tongkat miliknya yang sudah berdiri sejak tadi. "Aahh, kau sangat nikmat sayang. Orang Tua ku pintar mencari b***k" tawanya sembari terus menghujam miliknya kedalam tubuh Aerhyn. Aerhyn menangis sejadi jadinya. Tubuhnya memberontak namun tak bisa berbuat apa apa semakin Aerhyn bergerak semakin kasar perlakuan Franklin padanya. Selesai Franklin menuntaskan hasratnya ia mengecup bibir Aerhyn untuk terkahir kali. Dan membuka ikatan pada tubuh Aerhyn. Lalu kembali ke dalam kamar tidur bersama dengan istri dan seorang putri kecilnya. Bajingan..!! Pekik Aerhyn begitu Franklin keluar kamar. Sementara lelaki bangs*d ini hanya tertawa puas akan aksinya. Setelah ia memastikan semua orang sudah terlelap. Ia menulis surat untuk auntie Jane yang selama ini begitu baik padanya. Maafkan aku Uncle Jonathan and auntie Jane, aku harus keluar dari rumah mu dengan cara seperti ini. Kalau aku terus disini mungkin aku akan terus menjadi b***k s*x anak kedua mu. Ia masuk ke kamar ku malam tadi ketika aku terlelap, membekap mulut ku dan memperkosa ku. Aku tak ingin menjadi b***k s*x nya. Sekali lagi maafkan aku. Salam Aerhyn. Begitulah isi surat yang ia selipkan de bawah pintu kamar pasangan suami istri yang telah baik padanya. Ia mengendap keluar berbekal jas Benedict yang terbawa olehnya dan baju kaos serta celan jeans miliknya. Berjalan di pagi buta mencari tempat telepon umum berada. Menelpon nomor yang sama berulang ulang. Namun tak ada sahutan dari sebrang sana. Ia frustasi dan akhirnya meninggalkan tempat telpon umum itu. ====== To be Continued ** hai hai readers ku, jangan lupa tinggalin jejak dengan cara vote and koment ya. makasih ??
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD