Part - 4

1348 Words
Part 4 ** Untuk para readers jangan lupa vote and comment yah terimq kasih ?? ======== Bunyi alarm di meja kecil samping ranjang mengejutkan Benedict dari tidur nyenyaknya. Ia meraih handphone keluaran terbaru dari atas meja dan melihat apa saja yang di tampilkan oleh layar touch screen tersebut. Ada 7 kali panggilan tak terjawab dari nomer yang sama namun tak terdaftar di jam 4.20 am. Ia mulai mengingat ingat siapa yang mungkin menghubungi nya di jam seperti itu. Yang pasti bukan dari keluarganya. Dan juga bukan rekan bisnisnya. Ia teringat akan Aerhyn, gadis malang itu pasti menghubungi nya dan membutuhkan pertolongan malam tadi. Kini ia mulau merutuki kebodohannya yang selalu membuat mode silent ketika hendak tidur. Benedict mencoba menelpon nomer itu namun jawaban di seberang tetap sama 'The Number you are calling is not define please check the number you are calling' Benedict frustasi, memakai kaos berwarna putih bodyfit dan meraih kunci mobilnya ia berjalan keluar memutuskan mencari keberadaan si gadis malang. "Tolong siapkan sarapan jam 10.30 am, aku akan keluar sebentar" titah Ben saat bertemu tanpa sengaja dengan art di apartment nya. "Baik Tuan" jawabnya sopan. Berkeliling district area tak menemukan sosok yang ia cari. Memutuskan pulang dan menunggu. Mudah mudahan ada keajaiban dengan Aerhyn menelpon nya lagi. *** "Please let me go, im begging you please" mata Aerhyn sembab sejak kemarin tak berhenti mengeluarkan air mata. Kini bahkan setetes ia tak lagi mampu mengeluarkan nya. Ia berada di rumah pelacuran yang cukup terkenal di kawasan district center ini. Nasib malang tak jauh dari dirinya. Ia di tangkap oleh dua orang pemuda berbadan kekar dan di bawa ke rumah pelacuran ini. Semalam ketika ia mulai hopless karena Benedict tak juga menjawab telponnya ia memutuskan untuk menuju pom bensin terdekat untuk sekedar mengistirahatkan matanya. Namun sayang ia di tangkap oleh pemuda pencari gadis remaja yang terlihat lemah untuk dijual. "Diam jal*ng, kau akan bahagia dan berlimpah uang disini" kata pria bertato dan mimik wajah sangar yang membawanya. "Tidak tidak, saya mohon lepaskan saya, saya tidak mau melakukan ini" rayunya lagi. "Halah bangs*t banyak bacot lo, lakuin aja kalau masih mau bernapas" bentak si pria. Aerhyn tak punya pilihan. Ia di berikan baju yang kelewat sexy baju itu berbahan sangat tipis hanya mampu menutupi daerah sensitive nya. Air mata mengalir lagi dari matanya yang sudah sembab. Iris mata berwarna hazel itu kehilangan kilaunya. Nasibnya begitu malang. Tangan di borgol dan dipaksan melakukan tarian sensual pada tiang yang berada diatas panggung. Untuk mengundang p****************g menawarnya dengan harga tinggi dan akan berakhir menemani mereka di atas ranjang. Seminggu sudah Aerhyn melakukan pekerjaan ini, ia bahkan jijik pada dirinya parah cantiknya semakin sayu. Tubuhnya tak bugar lagi berat badannya mulai susut. Tak hanya makian, bahkan tamparan dan tendang sudah ia rasakan karena mendapat complain dari p****************g yang membayar mahal untuknya namun tak ia layani. Aerhyn berpikir sekarang lebih baik ia mati daripada harus terus melakukan pekerjaan hina dan mendapat penyiksaan seperti ini. *** Benedict sudah kehilangan jejak gadis malang itu seminggu lebih ia menanti telpon masuk dan berharap dari si wanita. Namun tak satupun yang menghubungi mengabari mereka tahu dimana posisi Aerhyn. Ia juga mulai lelah kebutuhan biologisnya ia abaikan berhari hari, ia butuh penyaluran. Berkat rekaman video yang Violet sebarkan di jejaring media sosial. Imagenya hancur seketika. Banyak dari wanita yang ia tiduri menyampaikan keluhan mereka. "Thanks to you Violet, berkat mu tak ada seorang pun jal*ng pun yang menghubungi ku, sial*n" Malam ini Benedict memutuskan untuk pergi ke rumah pelacuran di district center. Hal yang paling ia sebenernya benci. Tapi ia membutuhkan mereka. Ia tak ingin terikat dengan wanita mana pun. Ia hanya membutuhkan mereka untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya. Hanya mengenakan white sneakers jeans abu dan tshirt bermotif garis bermerk prada, ia menuju kawasan pelacuran. Tak ingin terlihat mencolok. Ia memakai mobil yang paling biasa yang ada di parkiran basement apartment nya. BMW cx-5. Benedict menggunakan masker hitam memperhatikan para wanita yang tengah menari lincah di atas panggung. Sesekali ia meminum vodka yang ia pesan. Ia memilih table yang paling tak mencolok. Tak ingin ada teman atau rekan bisnis yang mengenalinya. Tiba tiba seorang wanita berkisar umur 50 tahun dengan make up tebal dan busana kurang bahan berdiri di depan ruangan. Sembari berceloteh. "Selamat malam gantleman, malam ini adalah malam perayaan untuk club kami. Karena itu kami akan melelang gadis gadis cantik di belakang ini untuk kalian para pemuja wanita" celotehannya tak menarik minat Benedict. "Kalian boleh membeli mereka dan memilikinya, kalian tak perlu mengembalikan mereka dengan syarat harga harus sesuai" begitu lah kira kira ucap si wanita tua itu. Mata Benedict tiba tiba terpaku pada satu sosok wajah dan tubuh yang ia kenali, walau hanya sekali ia yakin bahwa itu wanita yang seminggu ini ia cari. "Sedang apa dia disini? Apakah ini pekerjaanya, apa ia dipaksa" Ben bertanya lebih kepada diri sendiri. Ia harus membeli wanita itu, berapa pun mereka tawar. Rawut wajah gadis yang ia perhatikan sangat sayu padahal mereka hanya tak saling melihat sekitar seminggu. "Terlihat ia sangat tertekan, perubahannya sangat terlihat" racaunya lagi. Di meja yang masing masing orang tempati telah disediakan nomer untuk ikut dalam lelang kali ini. Mereka hanya perlu mengangkat nomer dan menawar harga para wanit yang ingin mereka bawa pulang. Di mulai dari gadis yang paling pojok, pria lapar langsung menawar dari harga $100 hingga $500. Dan di menangkan oleh meja nomer 23, ia menawar $700. Begitu seterusnya hingga tiba giliran Aerhyn. "Ini adalah barang baru yang kami punya, ia baru datang seminggu yang lalu. Lihat dia sangat cantik. Kami membuka harga dimulai dari $1500" ucap si wanita tua. "Iya meja 37, woah harga yang cukup tinggi $2000. Apakah ada lagi yang berani menawar lebih" tanya si wanita tua pada peng*kut lelang. Benedict hanya memperhatikan, ia ingin melihat seberapa kuat mereka mampu menawar, hingga akhir ialah yang harus mendapatkan gadis itu. "Okay.. meja 41 dengan tawar $3500, hargany yang fantastis, apakah ada yang berani menawar lagi untuk gadis manis ini" tawar si wanita tua berikutnya. Benedict mulai geram, tatapan lapar pria hid*ng bel*ng terus memperhatikan tubuh molek Aerhyn dari ujung kaki hinggak kepala, ia di suruh berputar menampilakan kemolekan tubuhnya dengan busana yang sangat tidak layak. Benedict pun tak ingin terus menerus menunggu hingga ia memutuskan menawar dengan harga yang ia yakini tak ada satu orang pun yang berani menawarnya lagi. "Meja 30 mengakat tangan, terlihat pria tampan disana ingin menawar gadis kami dengan tawaran yang menggiurkan" ucap si wanita. "$1.500.0000" ucap Benedict dingin. Semua mata tertuju padanya, lampu sorot bahkan mengarah kepadanya. Si wanita tua menganga tak pernah ada yang menawar pel*curnya dengan harga setinggi itu selama ia membuka lelang. "Tuan apa kau yakin dengan harga itu? Kau tidak bercanda, itu nominal yang sangat besar" tanya nya ragu. "Apakah aku terlihat bercanda, kalau kau tak percaya aku akan memberikan cek sekarang juga" jawab Benedict dengan nada datar sembari melangkah menuju panggung. Aerhyn kenal suara ini dan tubuh serta aroma yang pria ini keluarkan, ia merasa malu pada dirinya. Ia seperti seonggok sampah, tetapi pria ini membelinya dengan harga yang sangat mahal. Ia tak yakin mampu mengembalikan uangnya. "Baik aku percaya Tuan, silahkan bawa gadis mu" si wanita tua menyerahkan Aerhyn dan menerima cek berstempel dan tanda tangan miliknya. Benedict merasa menyesal tak membawa jas ataupun jacket, melihat pakaian Aerhyn di hadapannya. Mata lapar terus menatap ke arahnya. "Tuan bisakah kau ikut aku untuk mengambil barangku di belakang, aku takut mereka mengikuti ku" tanya Aerhyn ragu ragu. Benedict hanya mengangguk. Di belakang panggung banyak sekali wanita berbusana minim, bahkan ada yang sudah membuka jasa make o*t disana. Ketika para wanita melihatnya, tatapan mereka berubah ingin memangsa. Benedict merasa geli. Mereka bahkan mau melayani pria hid*ng bel*ng itu di depan banyak orang, mungkin ini juga hal biasa untuk mereka. "Barang mu sudah semua?" Itu kalimat yang keluar dari mulut Benedict begitu melihat Aerhyn keluar dengan celana jeans panjang dan tshirt tak lupa ia mengenakan jas Benedict yang tertinggal dulu. "Su sudah Tuan" jawabnya terbata. "Okey ayo kita pergi dan jangan pernah kembali kesini lagi" tutur Ben datar. Aerhyn hanya mengangguk dan mengikuti langkah panjang Ben. ========== To be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD