Part - 2

1695 Words
Part - 2 =========== 2 bulan sudah Aerhyn Zylvanya Querre bekerja di counter handphone milik pasangan suami istri ini. Selama itu gaji yang ia dapat tak pernah ia gunakan karena ia ingin segera pindah dari gubuk tuanya. Gajinya memang tidak banyak namum akhirnya ia mampu menyewa kamar kecil di kediaman aunti Jane. Auntie Jane menawarinya untuk tinggal gratis saja tapi ia tetap berkeras untuk membayar, ia berdalih ini sebagai bayaran uang makan nya. Auntie Jane merasa senang seperti mendapatkan anak baru karena anak mereka sudah pada dewasa dan berumah tangga tetapi menetap di Colorado kota di Negara Amerika Utara. Sedikit banyak Aerhyn mengobati kerinduan Auntie Jane pada kehadiran anak anaknya. Dan ia juga mampu membantu pekerjaan rumah pasangan tua ini. "Uncle Joe, apakah sore ini aku boleh ambil cuti 2 jam saja" tanya nya pada Uncle Jonathan Taylor Suami dari Auntie Janesville. "Apakah kau ada keperluan?" Uncle Jonathan balik bertanya. "Aku melihat selebaran yang di bagikan kemarin, kalau sore ini ada pertunjukan tari ballet di gedung opera tengah kota, aku ingin sekali melihatnya" jawabnya ragu "Kau suka ballet?" Tanya auntie jane yang mendengar percakapan suaminya dan Aerhyn. "Ketika masih di panti asuhan aku sangat ingin menjadi penari ballet, tapi ibu panti tak memiliki cukup uang" "Baiklah, pergilah untuk melihatnya dan kembali setelah acaranya selesai, disana cukup berbahaya untuk gadis seperti mu" jawab Uncle Jonathan mengizinkan. "Terima kasih uncle Joe terima kasih auntie Jane, aku akan segera kembali setelah acaranya selesai" senyum mengembang di wajahnya Pasangan suami istri itu hanya menggeleng melihat tingkah gadis remaja di hadapannya, ia begitu polos dan lugu. "Kau pergi dan pulang nanti dengan taksi saja, jangan naik bus, walau lebih murah tapi beresiko untuk remaja wanita" pesan auntie Jane padanya. "Baik auntie" senyum tak henti terlukis di wajahnya. Counter Handphone milik pasangan ini semejak kehadiran Aerhyn mulai ramai peminat, kebanyakan para remaja pria yang berkunjung ada yang ingin membeli accessories atau hanya sekedar melihat lihat. "Auntie aku pergi dulu terima kasih sudah mengizinkan ku" pamitnya sembari berpelukan pada Auntie Jane. "Take Care dan segera kembali" pesan auntie Jane. "Baik auntie" Sore itu ia mengenakan celana jeans panjang yang menampilkan kaki jenjangnya, di padukan hanya dengan kaus oversize dan sebuah sweater berwarana abu tua. Semua yang ia kenakan pemberian auntie Jane, baju milik anak gadisnya dulu yang masih tersusun rapi di lemari. Aerhyn memiliki paras yang cukup menawan, kulit putih kemerahan dan lembut. Rambut sebahu dengan warna sedikit keemasan, bercahaya apabila terkan sinar matahari. Bibir merah yang sangat menawan bertubuh ramping namun tetap memiliki lekuk tubuh yang indah. Memasuki taksi dan menuju gedung opera, perasaannya campur aduk, ia tak pernah melihat pertunjukan ballet secara langsung, bukan karena ia tak mau, akan tetapi ketika di panti ia tak memiliki uang dan ibu panti tak memberinya izin. Sesampainya di sana argo taksi yang ia kendari menampilkan angka $15 bersyukur ia membawa sejumlah uang untuk itu dan ingin membeli pernak pernik. *** "Tuan pukul 4.30 sore ini anda harus mengisi acara pembukaan pentas tari ballet di gedung Opera" terang Brenda pada Bossnya. "Apakah aku harus kesana?" Raut wajah Benedict Joseph Alexander sedikit berkerut mendengar ucapan Brenda sekertarinya. "Harus. Karena ini acara yang cukup penting untuk meraih simpati masyarakat dan para investor untuk melirik perusahaan kita" tutur Brenda sopan. "Baiklah kalau begitu" jawabnya santai. Ia sudah ada janji sore ini dengan salah satu wanita cantik dari kalangan getset untuk berkencan dengannya. Terpaksa ia harus membatalkan janjinya atau mengajak si wanita ikut serta ke acaranya. Sepertinya Benedict lebih memilih opsi yang kedua. Ia juga tak ingin melewatkan acara kencan dengan Violet Starr model majalah dewasa yang cukup ternal, ia bahkan sudah memesan gadis itu 2 minggu sebelumnya. Setelah menjemput Violet di apartment mewahnya, mereka bergegas menuju gedung opera, menunggai banteng hitam melaju dengan kecepatan rata rata. Jalanan Washington sedikit padat hari ini, banteng hitamnya merayap menyusuri jalan suara menggelegar ketika ia menginjak pedal gas. Gadis di sampingnya tak berhenti memandanginya dengan tatapan lapar, berulang kali si wanita menggigit bibirnya menahan hawa nafsu di kerongkongan. Siapa pun yang melihat wajah pria ini wajar memiliki fantasi liar. Bulu bulu halus terbentuk rapi di sekitar wajahnya yang berwarna kecoklatan, alis mata lentik dan berhidung mancung rupawan. Iris mata serupa batu sapphire pahatan sempurna dari sang pencipta. Benedict tak terlalu memikirkan si wanita ia bahkan tak bergeming melihat Violet berulang kali menatapnya dengan tatapan sensual. Ia hanya fokus pada jalanan. "Kau masuk terlebih dahulu, aku akan cari parkiran" pesannya pada violet. Ketika mereka sampai di gedung opera. Violet terlihat tidak senang, ia membayangkan bahwa turun dari mobil dan berjalan menuju gedung dengan menggandeng lengan kekar Benedict. Ia ingin orang orang melihatnya dan bergosip betapa sempurnanya mereka berdua. Tetapi keinginnya musnah saat Benedict memerintahkan nya untuk masuk terlebih dahulu. Dengan terpaksa ia berjalan menuji gedung dengan wajah ditekuk. Benedict memasuki gedung tanpa memperhatikan orang sekitar berjalan dengan santai. Langkah tegapnya menghentak lantai membuat anak buaya yang ia kenakan mengeluarkan suara 'tak tuk' berulang kali. Sesampainya di depan pintu gedung Langkahnya terhenti saat wanita muda tanpa sengaja menjatuhkan lelehan ice cream ke sepatu kilat bermerk Hermes yang ia kenakan. Si gadis yang sedari tadi melihat pernak pernik di sampingnya terlihat begitu panik. Buru2 ia meminta maaf dan berjongkok mengelap lelehan itu dengan tissue yang ada di saku celananya. "Maafkan aku tuan, maafkan aku. Aku benar benar tidak sengaja" mohonnya sembari mengelap sepatu si lelaki tinggi. Benedict menyipit kan matanya memandang rendah pada si gadis, ia tau itu bukan salah si gadis, tapi kalau ia tak ceroboh ini tak kan terjadi. "Hmm sudahlah" dengan suara barithon ia menjawabnya sambil lalu. Meninggalkan si gadis yang masih berjongkok disana. "Kenapa ceroboh sekali sih aku, untung masih bisa di lap pake tissue" rutuk si gadis menyesali perbuatannya yang tak awas pada sekitar. "Menyusahkan" gumam Benedict. *** Pertunjukan berjalan begitu fantastic, semua orang berdecak kagum dengan penampilan para penari dan tak lupa sosok Benedict yang tadi hadir di panggung untuk menyampaikan kata kata singkatnya untuk membangun yayasan tari bagi anak kurang mampu. Sesaat Aerhyn merasa sedih, kenapa baru di buat sekarang, kenapa tidak sedari ia kecil. Ia juga ingin ikut belajar menari terutama ballet. Namun pikiran itu segera ia singkirkan, ia sudah dewasa sekarang, bukan saatnya harus merengek karena sesuatu yang sepele, ia harus kuat menjalankan kehidupannya. Pertunjukan selesai lebih lama dari perkiraan, di tambah cuaca langit tak mendukung. Hujan sangat deras mengguyur membuatnya terpaksa harus menunggu hingga hujan reda. Para pengunjung juga banyak yang masih harus merelakan waktunya untuk menunggu hujan. Aerhyn tak memikik handphone, ia tak bisa mengabari auntie jane kalau ia harus pulang terlambat. Taksi oprasional tak ada yang berlalu lalang melewati depan gedung opera, mungkin karena hujan dan juga kawasan yang cukup sunyi. Hujan akhirnya berhenti menangis, para pengunjung yang sedari tadi menunggu berangsur kerkurang, mereka telah memesan taksi sehingga dengan mudah meninggalkan gedung opera. Berbeda dengan Aerhyn. Ia harus berjalan kedepan untuk menemukan taksi. Jalanan begitu sepi dan gelap ditambah udara yang lembab karena hujan tadi. Ketika berjalan, ia merasa ada beberapa pria yang sedari tadi mengikutinya, para pria itu terlihat mabuk dan menyeramkan. Ia mempercepat langkahnya tanpa melihat ke arah belakang, namun para remaja pria itu menyadarinya. Mereka juga mempercepat langkahnya. Aerhyn merasa tak aman, ia pun berlari. Namun sial baginya, ia terjatuh karena salah dalam melangkah. Ia pun tertangkap oleh 3 remaja pria yang mengeluarkan aroma pekat khas minuman beralkohol. "Hey pretty.. mau kemana? Kita gak jahat kok, kita hanya mau having fun with you" kata si cungkring sembari membelai rambutnya. "Kamu cantik banget, sayang kalau gak main sama kita" seru salah satunya yang memiliki tindik di sekitar wajahnya. Aerhyn menggigil ketakutan ketika mereka mulai menyentuh tubuhnya. Ia tak memiliki kekuatan, tak ada seorang pun yang berlalu lalang. Tuhan tolong aku batinnya. Ketika si botak ingin menyentuh payudaranya, ia menggigit tangan si botak sekuat tenaga. Plaaak Tamparan keras hinggap di pipi mulusnya. "Bangs*d lo jala*ng murahan, di baikin malah gak tau diri. Gendong dia bawa ke markas" seru si botak pada dua temannya sembari memegang tangannya yang sakit karena di gigit oleh Aerhyn. Mereka membopong Aerhyn dan membekap mulutnya agar tak bisa berteriak. Berlinang air mata dan meronta berusaha melepaskan diri. Yang ia terima malah satu lagi tamparan keras di pipinya. Darah mulai keluar dari sudut bibir ranum Aerhyn. "Lo bisa diem gak, kalau gak bisa di ajak baik baik, kita bisa dengan cara kasar bangs*d" maki si cungkring di telinganya. Aerhyn menegang, tubuhnya meronta. Markas itu sangat kumuh dan lembab. Mereka sudah berhasil membuka sweater dan kaos oversized miliknya dan hanya menyisakan tangtop lace pas badan. Aerhyn melirik ada sebongkah balok di sisinya, ia harus meraih balok itu dan menggunakan nya sebagai senjata. Benar saja ketika para remaja pria itu berusaha membuka ikat pinggangnya, dan mungkin karena di tambah minuman beralkohol pergerakan mereka sedikit lambat. Aerhyn berhasil meraih balok dan mengayunkan ke arah kepala mereka bertiga. Seketika ketiga pria itu terkapar pingsan. Melihat kesempatan ini, Aerhyn bergegas melarikan diri. Ia tak perduli dengan keadaanya. Yang ia inginkan hanya cepat pergi dari tempat ini. Tanpa alas kaki berlari sejauh yang ia bisa, di cuaca dinginnya malam kota Washington, hanya mengenakan tangtop tipis. Dari arah belakang ia mendengar suara deru mesin mobil menuju arahnya berlari. Tanpa pikir panjang ia berhenti di tengah tengan dan merentangkan tangannya. Ckiiiiiiitttt.. Suara ban mobil bergesekan begitu kuat dengan aspal jalanan. Si pengendara mobil dengan emosi memuncak keluar dari mobil bersiap untuk memaki wanita di hadapannya "Bangsad lo gila lo mau mati, kalo lo mau mati gak di depan mobil gue juga sialan" hardik Benedict pada wanita di depannya yang penampilan terlihat begitu acak acakan. Tubuh Aerhyn bergetar, wajahnya kusut di tutupi air mata yang membanjir, di tambah pipinya yang membengkak akibat tamparan pria mabuk tadi.Sudut bibirnya masih mengeluarkan darah. "Tolong.. ku mohon tolong aku, antarkan aku sampai menemukan taksi" dengan suara bergetar menahan tangis ia memohon pada pria tinggi menjulang di depannya. Sesaat Benedict merasa terenyuh, wanita di hadapannya begitu memperihatinkan. Ia yakin bahwa si wanita adalah korban percobaan pemerkosaan. Ia menghela napas berat, mau tak mau ia harus menampungnya, mencari taksi untuk si wanita. Ia membuka jasnya, memakai kan pada si wanita yang terlihat menggigil. ======== To be Continued ** Para readers jangan lupa tinggalin jejak dengan cara vote dan komen ya. Terima kasih ^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD