Part - 8

2106 Words
**Terdapat muatan 18+ di part ini semoga lebih bijak. ========= Benedict POV Aku mungkin sudah tidak waras, gairah ku mendadak hilang musnah begitu saja ketika mendengar suara pintu kamar dari lantai dua dibuka, menampilkan wanita polos yang tengah berjalan namun mata terpejam, lewat di hadapan ku yang sedang mencumbu Amanda. Dengan santai ia melalui kami tanpa kata. Terkadang sifatnya yang tak perduli pada sekitar membuat ku sedikit geram. Seakan rute rumah ini ia sudah hafal dengan baik. Malam ini aku memang membebaskannya karena kakak ku tak dirumah, tapi aku tak menyangka ia akan berjalan di tengah malam seperti ini karena kehausan. Baju tidur tanpa lengan bergambar micky mouse dan celana hotpans yang dulu aku beli kan mencetak dengan jelas b****g bulatnya. Dan kini langkah kakinya terhenti di depan pintu kulkas dua pintu yang tingginya dua kali tubuhnya. Aku masih memperhatikannya, Aerhyn mengambil sebotol air dingin dan menenggaknya begitu saja. Ia masih belum menyadari keberadaan ku. Dan aku mulai kesal. Tinggi ku menjulang berdiri di depan pintu dapur namun ia sama sekali tak menyadari. "Apa yang kau lakukan" tanya ku dengan suara biasa menurut ku. Ia begitu terkejut sehingga menjatuhkan botol dari pegangannya, melihatnya tersedak aku merutuki diri ku. Kenapa harus mengejutkan nya. "Ak.. aku haus" jawabny di selingi batuk karena ulahku. Wajahnya memerah, ku yakin tenggorokannya sakit. Ia mencoba menatap fokus pada diriku begitu lampu menyala. Aku acak acakan, dan bekas lipstick Amanda memenuhi wajah dan leher ku. Aku ingin melihat reaksinya namun nihil yang ku dapat, ia tak perduli. Aku buru buru mengalihkan pertanyaan. Dan kembali menemui Amanda yang ku tinggal di ruang makan. Ia sudah merapikan dress dan menguasai diri. Aerhyn selesai dengan tugasnya di dapur, baru tersadar ada orang lain di rumah ini, seorang wanita dewasa. Tamu ku. Aku berharap ia memberikan reaksi jealous atau apa pun yang membuat ku tergelitik. Lagi lagi nihil. Haha kekehku dalam hati. Memalukan kau Benedict. Ia lebih bersikap sopan, dan bahkan mengucap selamat malam. Apa yang terjadi pada wanita ini, ia tak memberi reaksi sedikit pun. Tawaku nyaris keluat, sungguh tak bisa di percaya. Aku merasa di campakkan oleh buruanku. Tak di anggap dan di remehkan. Sialan. Di tambah Amanda membuat ku muak dengan pertanyaan yang mengesalkan. Aku tak ingin melihatnya lagi. Yang ada di kepalaku adalah bagaimana cara membuat Aerhyn merasa takut dan menginginkan ku. Atau bahkan cemburu pada ku. Setelah mengantar Amanda ke lobby, aku kembali ke unit apartment ku. Membuat diri ku mabuk dengan setengah botol champagne. Ketika aku bangun sinar mentari memenuhi ruangan kamar ini. Tubuhku tak memakai sehelai benang pun, terbalut selimut tebal berwarna merah muda. Ini bukan kamar ku. Aku tak ingat apa pun, aku hanya merasa menggedor pintu kamar Aerhyn setelahnya ingatan kabur samar terlintas di kepala pintar ku. Semakin aku menggunakan otak ku untuk berpikir. Semakin berdenyut karena pusing. Ceklek Pintu kamar terbuka, sosok Aerhyn terlihat dengan senyum ceria dengan membawa nampan berisi makanan mungkin. "Tuan sudah bangun, makan lah sup ini. Untuk mengurangi mabuk anda" serunya ramah. "Kenapa aku bisa disini" tanya ki dengan suara parau. "Malam tadi anda mabuk dan merasa panas, lalu membuka pakaian anda" jawabnya masih dengan senyum. "Kita tak melakukan sesuatu?" Tanya ku penasaran. Ia hanya menggeleng. Aku tak yakin kali ini dia menjawab jujur. Aku tau bagaimana aku ketika mabuk. "Kau yakin?" Tanya ku memastikan. Lagi lagi gadis ini tak menjawab, hanya mengangguk beberapa kali. Baiklah, aku tak ingin berdebat. Di tambah cacing di perutku berdemo meminta jatahnya. Ku sendok sup nasi yang masih mengeluarkan uap, tiup perlahan dan satu sendokan mendarat di mulut ku. Ini enak. "Siapa yang membuat ini?" Tanya ku sambil terus menyendok. "Saya Tuan, apakah tidak enak" tanya nya dengan wajah polos. "Masih bisa di makan" bohong ku. Ini enak sekali. "Baiklah kalau begitu saya permisi, kalau Tuan ada perlu panggil saya saja" pamitnya. "Tidak, tetap disini. Tunggu hingga aku selesai" aku tak ingin ia pergi. Walau ke kanakan aku tak perduli. "Baik Tuan" ia menuruti. Memang seharusnya seperti itu. Aku tak tau mengapa, jika berdekatan dengannya aku merasa tenang. Dia cukup cantik tapi aku belum sampai tahap jatuh cinta padanya. "Besok kakak ku akan kembali, ini hari terkahir mu bebas berkeleliling rumah" tuturku. Sebenarnya aku tak ingin mengurung nya. Namun kakak ku tak bisa dipercaya. Aku tak mau melampiaskan amarah pada wanita polos di hadapan ku ini. Senyumnya yang ceria, tatapannya penuh suka. Dan sosok nya yang hangat. Lirih rasa jika aku menghancurkannya lagi. "Kau suka kamarmu?" Tanya ku setelah menghabiskan makanan yang ia buat. "Suka, bolehkah aku mendekorasinya Tuan?" Tanya nya sopan. "Apa yang ingin kau ubah?" "Apakah anda memiliki warna tirai selain hitam, aku suka warna pastel Tuan" serunya semangat. "Tidak ada, warna di rumah ini dominan Gold and Black. Besok aku akan mencari warna yang kau minta" sahut ku menjanjikannya. "Benarkah? Terima kasih Tuan" ia bahagia. Nada bicaranya sangat lembut. Aku mengangguk membuat matanya berbinar. Gadis polos. ===== Benedict sudah rapi dengan pakaian hariannya. Janjinya ingin mengganti tirai di kamar Aerhyn. Penampilan nya sangat casual modis nan trendy. "Kau ikut dengan ku mencari tirai yang kau minta" seru Benedict menuruni tangga. Dilihatnya Aerhyn duduk di depan tv ruang tengah bersama Audrey dan Bianca. "Sekarang? Bukankah anda bilang besok" tanya nya memastikan. "Kau mau tidak?" Putusku. "Mau" Ia bergegas menaiki anak tangga, dua anak tangga ia lalu terburu buru. "Perlahan aku tak kan meninggalkan mu" Benedict terkekeh. Aerhyn bersemu. Ia seperti anak kecil. "Kalau kakak ku pulang sebelum aku sampai, tolong beri tau aku" pesan Benedict pada Audrey. "Baik Tuan" *** "Waahh cantiknya" seru Aerhyn begitu turun dari mobil. Benedict membawa Aerhyn ke pusat perbelanjaan yang cukup mewah di wilayah Washington. Mata Aerhyn memandang sekeliling dengan binar bahagia, kata 'wah cantik sekali' tak berhenti keluar dari bibirnya. Benedict seperti sedang membawa anak usia 5 tahun menuju taman bermain. Ponakan dan om nya. Benedict menggeleng. "Wah bisa bergerak" racaunya lagi. "Ada battery nya karena itu bisa bergerak" sahut Ben yang juga memperhatikan sebuah boneka barbie berukuran 1,5 meter. "Harganya pasti mahal" cicitnya. "Kau mau?" "Ah tidak, aku hanya kagum" jawab Aerhyn dengan tersenyum. Ia tak ingin Tuannya membelikannya barang yang tak berguna. Membuang uang cuma cuma, apalagi hanya untuk sebuah boneka. Mereka berkeliling lagi. Melewati satu toko bertuliskan gucci di atas pintu masuknya. Ben memandang Aerhyn. Gadis itu memperhatikan cukup lama satu dress yang di pajang. Dress itu berwarna soft purple tanpa lengan. Hanya berbentuk seperti kemben di bagian atas dan berongga di bagian roknya. Di hiasi pita berbentu bunga bunga kecil yang memanjang di bagian kanan dress itu. Sangat cantik.  Aerhyn memukul mukul wajahnya perlahan dan melanjutkan langkah. Ben terseyum, ia yakin Aerhyn menyukainya. "Kau tunggu di kursi sini, aku akan ke toilet" pesan Ben meninggalkan Aerhyn. Aerhyn patuh dan mengangguk. Benedict tidak ke toilet, ia kembali ke toko tersebut dan membeli dress dengan ukuran tubuh Aerhyn. Dia ingin memberi kejutan. Benedict kembali ke tempat dimana ia meninggalkan Aerhyn dengan membawa paper bag berisi dress. Gadis itu terlihat sedang memandang ke arah stand makanan. Apakah ia lapar?? "Rhyn mau makan?" Suara barithon Ben mengagetkannya. "Sedikit, aku belum sempat makan siang" jawabnya jujur. "Kenapa tidak memberitahu ku, kita cari tempat makan. Kau mau makan apa?" Tanya Benedict lagi. Aerhyn menunjuk ke arah stand yang ia perhatikan dari tadi. Beberapa orang yang juga sedang mengisi lambung mereka disana. "Ayo" Mereka melangkah kan kaki ke stand restaurant makanan laut. Memilih kursi yang non smoking area. Karena Benedict tidak merokok. "Tuan bolehkah aku makan ini?" Suara Aerhyn seperti berbisik. Ia menunjuk menu bertuliskan udang galah asam manis. "Kenapa kau bertanya?" Tanya Ben balik. "Harganya mahal" cicitnya. Aerhyn tak pernah makan udang sejak kecil. Ia ingin sekali mencicipi nya. Dirumah Benedict tak pernah memasak udang. Bianca tak membelinya karena Ben alergi terhadap udang dan makanan laut lainnya. "Seluruh makanan di restaurant ini bisa ku beli jika kau mampu menghabiskan nya" seru Ben. "Baik baik, aku pesan ini saja" jawabnya takut. Pesanan mereka datang. Wajah Aerhyn begitu sumringah. Hidangan di depan matanya sangat menggoda. 3 ekor udang galah berukur dua kali ibu jari orang dewasa ada di piringnya. Ben hanya memesan nasi sapi lada hitam dan lemon tea. Ben masih kenyang karena sup nasi yang ia santap tadi. "Tuan tidak mau?" Tanya nya sopan. "Tidak, aku alergi seafood" jawab Benedict jujur. "Oh pantas Bianca tak pernah membeli udang" ia mengingat ingat. "Hahaha. Lain kali aku akan suruh Bianca sediakan udang untukmu" Ben terkekeh lagi. Berbicara santai dan berbincang, yang selama ini tak pernah mereka lakukan walau tinggal di satu atap. Mereka seperti sedang berkencang. Walau bukan itu maksudnya. Dari seberang kursi mereka ada sepasang mata yang memperhatikan dengan tatapan tak suka. Menyelesaikan makanan dan mendapatkan tirai yang di cari. Mereka berdua menuju parkiran mobil yang ada di basement gedung ini. "Tuan bisakah aku minta $5" tanya Aerhyn saat melewati stand ice cream. Benedict menoleh dan mengeluarkan dompetnya. Pecahan $100 ia berikan. "$5 saja, ini terlalu banyak" "Di dompetku hanya ada uang pecahan $100" jawabnya tak perduli. Terkadang Aerhyn melupakan siapa Benedict. Lelaki tampan yang di gilai jutaan wanita. Pengusaha muda yang kaya raya. "Baiklah, aku akan mengembalikan sisanya" ia menjawab dan berjalan menuju stand ice cream. Aerhyn membeli ice cream dengan 1 scup coklat biasa, 1 scup coklat hazelnut dan 1 scup coklat almond. Intinya hanya coklat. Walau dengan toping yang berbeda. Benedict mengingat gadis yang meneteskan ice cream di sepatunya tempo hari. "Kau pernah meneteskan ice cream di depan pintu gedung opera saat pentas tari ballet?" Tanya Ben memastikan. "Pernah. Kenapa Tuan bisa tau?" Tanya nya dengan menjilat ice cream di tangannya. "Itu sepatuku" kini ia tau gadis itu. Pantas ia merasa bahwa Aerhyn tak asing baginya. Mata Aerhyn membulat terkejut. Memandang Ben dengan perasaan bersalah. "Maafkan aku Tuan, aku benar benar tidak sengaja" "Sudahlah lupakan. Sudah berlalu. Lain kali lebih hati hati" pesannya. "Baik Tuan" *** Mereka sudah hampir sampai, sekitar 200 meter lagi menuju apartment milik Benedict. Kriiing Kriiing Suara Handphone Ben berbunyi menampilkan nama Audrey di layar ponsel. "Ada apa?" Tanya nya. "Tuan Matthew sudah pulang, Tuan" jawab Audrey di seberang sana. "Sial.. Baiklah. Thanks" Benedict memutuskan sambungan. Ia memutar stir mobilnya. Memutar arah. "Kenapa kita memutar?" Aerhyn penasaran. "Kita tidur di hotel malam ini" Kening Aerhyn berkerut, alisnya bersatu. Terlihat jelas ia penasaran kenapa sampai harus tidur di hotel. "Kakak ku sudah ada di rumah" jawab Ben menjawab rasa penasaran gadis di sebelahnya. Aerhyn hanya mengangguk. Kriiing Kriiing Suara Handphone Ben berbunyi kembali, kali ini menampilkan nama Matthew, kakaknya. "Kau tak dirumah?" Tanya Matthew di balik telephone. "Iya aku di luar, ada pekerjaan dan mungkin tak pulang. Ada apa?" Ben berbalik tanya. "Kau dengan gadis itu?" Tanya Matthew ingin tahu. "Tidak, Dia di kamarnya. Jangan mengganggunya" Perintah Ben. Hanya terdengar kekehan di seberang sana. "Aku tak mengganggunya, hanya penasaran" Ben terlihat kesal dan mematikan telephone begitu saja. Walau gadis itu saat ini bersama nya, ia tak mau siapa pun bertanya dimana keberadaan Aerhyn. Ia tak mau orang mencarinya. Aerhyn miliknya. Tak ada yang boleh memasuki territory nya. Ia Alpha untuk Aerhyn. Hanya ia yang boleh tau keadaan Aerhyn. "Are you okay?" Tanya si gadis dengan wajah penasaran. Aerhyn memperhatikan Ben dari tadi, sejak menutup sambungan dengan kakaknya. Ben terlihat begitu kesal. Ia tak tau apa yang Ben dan kakaknya bicarakan. Namun ia yakin. Kakak Ben bertanya tentang dirinya. "Im okay, can you serve me??" Tanya Ben dengan mata memerah. Urat di tangannya yang berada di balik kemudi terlihat begitu jelas. Ben berbeda. Ben tidak seperti Benedict beberapa menit yang lalu. Aerhyn tak bersuara, ia hanya mengangguk tanpa melihat wajah Ben. Benedict seperti singa jantan yang mencium adanya seekor singa jantan lain memasuki daerahnya. Memasuki kawasannya. Dan ia tak suka. Ia harus segera menyembunyikan miliknya. Mengamankannya dari gangguan predator lain. *** Kamar yang luas terasa sempit untuk Benedict. Sampai saja kedalam, ia langsung melucuti pakaian Aerhyn. Mencium bahunya, bermain di sekitar leher dan tanda kepemilikan tergambar jelas di setiap sisi leher si gadis. Aerhyn sudah mulai terbiasa dengan kecupan nakal Benedict. Berciuman mesra, tak seperti malam itu. Kali ini Ben lebih lembut namun menuntut. Lumatan di bibirnya belum mampu ia imbangi, Ben lebih mahir melakukannya. Ben memeluk Aerhyn dengan erat, menyatukan miliknya di dalam Aerhyn. Menggoyang pinggulnya perlahan. Melumat bibir manis itu menjadi candu untuknya. Hentakan demi hentakan. Suara napas terdengar berat. Desahan tak mampu Aerhyn bendung mengiringi gerakan Ben di bawah sana. Ben terbaring menimpa tubuh mungil Aerhyn. Ben lelah begitu pun Aerhyn. Napas mereka maaih saling bersahutan. Ben masih bermain di telinga Aerhyn, mengecup dan melumatnya. Setiap inci di tubuh Aerhyn menjadi kesukaannya. Dua anak manusia ini pun tertidur dengan berpelukan. Sama sama keleahan dan Ben tak ingin melepaskan pelukan. ========= To be Continued. ** Jangan lupa tinggalin jejak dengan cara vote and comment ya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD