Part - 7

1762 Words
Aerhyn sama sekali tak menunjukkan batang hidungnya bukan karena ia tak ingin keluar dari kamar itu melainkan Benedict tak mengizinkannya. Bianca dan Audrey hanya boleh mengantarkan makanan dan mengambil baju yang kotor serta memberi pakaian yang telah bersih untuknya. Audrey merasa iba, wanita paruh baya itu tak habis pikir, apa yang membuat gadis malang itu harus di tahan dan diperlakukan layaknya tawanan penjara. Benedict tak menjelaskan apa pun pada mereka, hanya memberi perintah tak ingin di bantah. Sementara Matthew juga tak ambil pusing dengan apa yang menimpa Aerhyn. Walau terkadang ia ingin bertanya tentang keberadaan gadis itu, ia urungkan dan simpan dalam hati. Hari minggu pagi ketika Matthew jogging di gelanggang olahraga, dan Benedict menikmati sarapan paginya. Terkadang Ben ingin melihat senyum Aerhyn di kala ia memakan sarapan yang Aerhyn sediakan untuknya. "Apa yang di lakukannya selama di kamar?" Tanya Benedict pada salah satu artnya. Ingin tau apa saja yang di lakukan oleh Aerhyn selama terkurung. "Kemarin ia memintaku membawakan beberapa kertas dan pensil warna dan juga ia ingin membaca beberapa buku" jawab Bianca. "Ia ingin melukis?" Benedict memastikan. Alisnya sedikit menyatu. "Ia bilang bosan tak melakukan apa apa, ingin menggambar pemandangan atau semacamnya" jawab Bianca lagi "Berikan apa yang dia minta" perintah Benedict. "Baik Tuan" "Dan jangan lupa berikan dia buah dan vitamin" seru Benedict pada Bianca lagi "Baik Tuan, saya mohon undur diri" jawabnya sopan. Ben hanya mengangguk. *** Matthew kembali ke apartment ketika matahari sudah mulai naik ke atas kepala. Olahraga nya sudah cukup membuat peluh menetes membasahi wajah tampannya. "Kau mau kemana di hari minggu pagi begini Ben?" Tanya nya ketika melihat Ben sudah berpakaian rapi. Ben mengenakan celana denim dengan tshirt berkera dan sneakers. Tak lupa ia menambahkan topi sebagai pelengkap tampilannya hari ini. "Aku akan membeli barang, kau tak perlu menunggu ku untuk makan siang" jawab Ben santai. "Aku juga akan keluar. Mungkin balik malam" Ben hanya mengangguk lalu melangkah meninggalkan kakaknya. ==== Pukul 2.30 pm Benedict sampai di apartment dengan membawa beberapa alat lukis dan n****+ terbaru. Ternyata ia keluar untuk membeli barang yang diminta oleh Aerhyn. "Tolong panggil Aerhyn ke bawah, biarkan dia keluar kamar untuk sesaat" pesannya pada Audrey. Aerhyn yang tengah melamun memandang langit luar dari jendela besar kamarnya. Aku ingin bermain di taman sana, berenang dan bercengkrama dengan yang lain. Inginnya dalam hati. Ceklek Suara pintu kamar terbuka, Aerhyn menoleh lemah. Ia tak ada keinginan untuk mencari tahu siapa itu. Yang ada di benaknya kalau tidak Audrey pasti Bianca yang mengantarkan makan siang untuknya. "Kau diminta Tuan Benedict untuk makan siang di bawah Rhyn" suara Audrey datar. Wajah Aerhyn berubah seketika, terkejut. Matanya membulat. Setelah sekian lama akhirnya Benedict mengizinkannya keluar dari sangkar. "Benarkah?" Tanya nya ragu. Audrey mengangguk dan mengukir seulas senyum ramah. Aerhyn merapikan dress selututnya yang berwarna gading. Dressbtanpa lengan yang sangat cantik di tubuhnya. Memiliki pita besar di belakang. Aerhyn terlihat seperti gadia remaja dari negeri dongeng. Ia berlari kecil menuruni tangga, namun langkahnya terhenti di pijakan tangga yang terakhir, ia takut melihat wajah Benedict di kursi makan. Benedict memandangnya dengan tatapan biasa, memberi isyarat pada Aerhyn untuk tetap turun dan duduk di hadapannya. Dengan langkah berat ia mendekat, menarik kursi di seberang Benedict. Ia tertunduk. Menautkan jari jarinya, tubuhnya sedikit gemetar akan sosok Benedict. "Makan lah, aku membelikan makanan kesukaanmu" suara Ben lembut sembari menyodorkan spaghetti ke hadapan wanita di seberang nya. Aerhyn mengangkat wajahnya, menatap Benedict dengan ragu. Ia seperti ingin menangia saat itu juga. "Bolehkah??" Cicitnya. "Ya. Setelah itu kau kembali lagi ke kamarmu, mengerti." Perintah Benedict dengan suara biasa. Aerhyn mengangguk beberapa kali. "Baik Tuan, terima kasih" senyum tulus terukir di wajahnya. Hati Benedict menghangat melihat senyum dari gadis yang sudah beberapa minggu tinggal di apartment mewahnya. Sejak ia mengurung Aerhyn, senyum itu tak terlihat dari bibir manisnya. Tanpa sadar sudut bibirnya ikut melengkung. Memperhatikan Aerhyn makan dengan lahap membuatnya merasa begitu jahat. Memperlakukan wanita bak tahanan. Tapi ini semua demi kebaikan gadis ini. Ia tak ingin siapa pun menyentuhnya sekalipun kakaknya sendiri. "Ku dengar kau minta di bawakan alat gambar dan n****+ pada Audrey, benarkah?" Tanya Ben lagi. "Benar Tuan, aku merasa bosan hanya duduk memandang langit luar" jawabnya semangat. Saos spaghetti mengotori bibirnya. "Makan dengar benar, bibir mu penuh dengan saus" Ben terkekeh. Wajah Aerhyn bersemu merah. Ia malu. Makan belepotan seperti anak kecil dihadapan Tuannya. "Selesai makan bawa ini ke kamar mu" Ben menunjukkan barang yang ia beli tadi. Mata Aerhyn terfokus pada beberapa kanvas, kertas lukis dan berbagai set cat dan kuas untuk melukis. Sejenak ia melupakan makanannya. Matanya berbinar bahagia. Tak menyangka Tuannya peduli padanya. "Untuk ku? Banyak sekali. Terima kasih Tuan" sambutnya girang. "Habiskan makanan mu Aerhyn" tegas Benedict. "Baik Baik" Aerhyn memanyunkan bibirnya sembari mengunyah. Menggemaskan. Menyelesaikan makannya dan membantu Audrey mencuci piring, terdengar suara bor dari kamarnya. Ia tak tau apa yang di lakukan Ben di atas sana. Selagi Benedict belum menyuruhnya naik, ia masih ingin duduk di bawah. Bercerita dengan Audrey dan Bianca. Benedict memasang televisi dan berbagai perlengkapan lainnya. Tak lupa memasang cctv di kamar Aerhyn. Ya kini kamar ini sudah menjadi milik gadis manis itu. Channel tv nya tersambung dengan tv di kamar Benedict begitu pun cctvnya terkoneksi dengan HP Benedict. Apa pun yang di lakukan Aerhyn akan terpantau olehnya. Ben sudah mempersiapkan semua peralatan sehari setelah Aerhyn ia kurung, namun belum memiliki waktu yang tepat. Kakaknya selalu di rumah. Baru kali ini dia keluar dengan waktu lama. Kriiiing Kriiiiing Telephone genggam Ben berdering menampilkan nama kakaknya. "Ada apa menelpon ku?" tanya Ben tak semangat. "............" "Kau tak pulang malam ini? Lantas tidur dimana?" Tanya Benedict lagi. ".........." "Baiklah, lanjutkan kegiatan mu" Ben memutus sambungan telephone. Matthew mengabari bahwa ia ada acara dengan temannya dan akan berpesta disana. Karena itu ia memutuskan untu menginap. Setelah memastikan semua terpasang dengan baik Benedict bersiap untuk berkencan dengan Amanda Rossalia, seorang wanita cantik dan dewasa bekerja sebagai Dokter bedah plastik di salah satu klinik kecantik di pusat kota Washington. "Hari ini kau bebas, tapi jangan lupa mengunci pintu ketika kau tidur dan jangan membuka pintu selain printah dari ku" pesan Benedict sebelum meninggalkan rumah. "Baik Tuan" serunya lembut. *** Benedict tetaplah Benedict. Pria lajang mapan yang haus akan kenikmatan. b*******h ketika bertemu dengan wanita seksi nan menawan. Amanda Rossalia, wanita yang sudah dikenal di kalangan artis wanita karena piawai dalam menajalankan tugasnya sebagai dokter bedah pelastik. Benedict berkenalan dengan wanita itu dari salah satu rekannya, bertemu untuk yang pertama kalinya dan Benedict mengajaknya ke apartment mewahnya. Begitu pintu rumah terbuka Ben langsung mencumbu Amanda, menciumi nya dengan liar. Wanita itu pun membalas tak kalah ganas. Berjalan tanpa memisahkan lumatan bibir satu sama lain, Ben mendudukkan Amanda di meja makananya. Menenggelamkan wajahnya di d**a bulat yang tertutup selembar kain tipis. Suara desahan kecil lolos dari mulut Amanda. Ben semakin ganas mencumbunya. ==== Aerhyn terabangun dan merasa kerongkongan nya kering, ia bangkit menuju meja tempat biasa Bianca meletakkan botol air untuknya, namun kosong. Dengan mata mengantuk Aerhyn keluar dari kamarnya, ia tau hari ini tiada Matthew dirumah ini dan Benedict membebaskannya. Menuruni tangga dengan hati hati langsung menuju dapur, ia tak merasa atau memang karena kantuk mengaburkan pandangannya dari dua orang anak manusia yang sedang b******u mesra di ruang makan. Suasana di sekitar ruangan memang gelap, mungkin penyebab Aerhyn tak menyadari keberadaan Benedict Dan Amanda yang tengah terbakar gairah. Benedict yang sedari tadi menyadari Aerhyn menuruni tangga langsung menghentikan kegiatannya, memperhatikan Aerhyn yang sama sekali tak menoleh ke arahnya. 'Anak ini sungguh tak terduga' Benedict menggeleng. Dengan santai Aerhyn membuka pintu kulkas dua pintu itu, mengambil sebotol air dingin dan menenggaknya begitu saja. Matanya masih dalam keadaan setengah tertutup. "Kau tunggu di sini" pesan Benedict pada Amanda. Amanda mengangguk tanpa suara, dirinya malu karena melihat ada orang lain dirumah itu. "Aerhyn apa yang kau lakukan" suara barithon Benedict mengagetkannya. Botol air yang ia pegang terjatuh dan ia tersedak. Uhuk uhuk uhuk.. "Hah. Ak aku. Aku haus" jawab Aerhyn tergagap. "Kenapa tak menghidupkan lampu?" Tanya Ben masih dengan suara beratnya. "Aku hanya ingin minum lalu naik ke atas" tangannya mencapai saklar lampu. Terpampang wajah Benedict yang memerah dengan Kerah baju berantakan dan rambut acak acakan. Matanya mengerjap beberapa kali, mengatasi silau lampu yang menyala. "Tuan ada perlu?" Tanya Aerhyn ragu. Matanya menyorot ada bekas lipstick berwana merah di sekitar leher dan bibir Benedict. "Tak ada, bereskan air yang tumpah lalu segera naik" perintah Ben. "Baik" Aerhyn mengangguk. Benedict kembali ke ruang tengah dan menghidupkan lampu. Amanda sudah merapikan bajunya dan duduk sopan di kursi ruang makan. Setelah Aerhyn membereskan sisa air yang tumpah dilantai, ia pun kembali menuju kamarnya. Melewati ruang makan dan melihat orang lain duduk disana. Cantik. Ia membungkuk sopan pada tamu Benedict. "Selamat Malam" mengukir senyum ramah dan melanjutkan langkahnya. "Siapa wanita itu?" Tanya Amanda begitu dengar suara pintu terkunci dari lantai dua. "Bukan siapa siapa" jawab Benedict malam. "Is she your wife?" Tanya Amanda memastikan. Kalau gadis itu istrinya betapa tak bermartabatnya ia, bercinta dengan suami di hadapan istrinya. "Mine is not your business, oh ya aku panggilkan taksi. Kau bisa pulang, aku sedang tak berminat" Jawab Benedict kesal. Gairah Benedict mendadak musnah begitu Aerhyn sama sekali tak perduli hadirnya wanita lain di rumah ini. Bahkan melihat bibir Benedict yang di penuhi lipstick, ia tak memberikan reakai sama sekali. Setelah kepergian Amanda. Benedict membuka botol champagne dikamarnya, meminum nyari setengah dari botol minuman beralkohol itu. Ia mabuk, tubuhnya panas membara. Duk duk duk Gebarakan di luar pintu kamar Aerhyn menyadarkannya dari mimpi yang sudah ia buat. "Aerhyn buka pintunya, kalau tak kau buka akan ku dobrak" suara Benedict parau. Aerhyn buru buru membuka pintu, apalagi yang tak kena dengan Tuannya. Menurutnya ia tak melakukan kesalahan apa pun. "Tuan anda mabuk" kata kata Aerhyn begitu ia membuka pintu. Aroma alkohol yang begitu kuat keluar dari Benedict. Apa yang menyebabkan pria di depannya menjadi seperti ini, bukan kah ia ada tamu. Pikirnya. "Puaskan aku, cepaat. Panas aku panas" Racau Ben memegang wajah Aerhyn. Membopong pria tinggi besar apalagi dengan keadaan mabuk membuat Aerhyn kewalahan. Benedict terus meracau. "Panas, buka baju cepaat. Buka" Aerhyn meletakkan Ben di ranjangnya, meraih remote AC menurunkan suhu paling rendah, namun Benedict masih tak puas. Menarik tangannya mendekapnya dengan erat dan mencumbunya. Benedict roboh di sampingnya setelah dua ronde ia lakukan. Tubuh Aerhyn penuh cairan dari Benedict. Berusaha menyingkirkan tangan berat yang mendekapnya. Beres ganti baju, ia menyelimuti Benedict yang berpeluk tubuh karena suhu kamar terlalu dingin. Sekarang ia bingung tidur dimana, Ben terlihat begitu damai dalam tidurnya. Ia tak punya pilihan selain tidur di ranjang yang sama, di samping Benedict. ========== To be Continued Jangan lupa vote dan komen ya, Makasih^^.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD