Part - 9

2069 Words
Part 9 Pagi yang cerah seharusnya untuk dua insan yang terlihat sedang di mabuk asmara. Ben dengan pakaian santainya menikmati sarapan di hotel yang mereka tempati malam tadi. Dan Aerhyn dengan kemeja putih kebesaran yang Ben beli kemarin untuk hadiah koleganya, namun berakhir di tubuh Aerhyn. Bagaimana tidak, dress gadis itu robek. Kekuatan jari Benedict membuat dress indah itu kini ada di tong sampah. Banyak mata nakal yang melirik ke arah Aerhyn. Gadis itu menyanggul rambutny asal. Memperlihatkan leher jenjangnya yang di penuhi tanda kepemilikan Benedict. Ia tak perduli akan pandangan sekeliling, ia sibuk mengunyah, tanpa ia tau manusia di hadapannya ingin sekali segera mengurungnya. Benedict tidak suka orang orang memperhatikan miliknya, ia benci Aerhyn menjadi pusat perhatian. Ia mau Aerhyn selalu tersembunyi di balik dirinya. "Tuan tidak makan?" Tanya Aerhyn yang mengunyah garlic breadnya. "Aku sudah kenyang dengan melihatmu" jawab Ben ketus. Aerhyn mengerutkan keningnya. Apa lagi yang membuat Tuannya meradang. "Apakah aku ada salah?" Tanya Aerhyn ragu "Tidak, habiskan makanan mu. Lalu segera naik" jawab Ben dengan nada dingin. "Baik". Aerhyn mengunyah dengan lahap, ia tak yakin apa salahnya. Tapi ia tau Tuannya sedang menahan emosi. Tatapan Ben mengerikan. Persis seperti kemarin sore. ====== "Audrey apa saja yang kakak ku lakukan selama aku pergi" tanya Ben begitu mereka sampai di apartment. "Tuan Matthew membawa seorang gadis cantik, dan gadis itu masih ada di atas" jawab Audrey sopan. "Gadis? Siapa?" Tanya Ben menyelidiki. "Tamu tuan Matthew, wajahnya mirip dengan Aerhyn" Benedict mengarahkan pandangannya pada Aerhyn yang juga sedang menatapnya. "Kau punya saudara?" Tanya Ben dengan nada ketus. Aerhyn menggeleng, wajahnya juga penasaran. Bagaimana seorang gadis yang ia tak kenal memikiki wajah mirip dengannya. Tak puas dengan jawaban Aerhyn. Ben ingin tau siapa gadis yang di bawa oleh Matthew. "Sekarang naik ke kamar mu, jangan keluar sampai aku perintahkan. Dan bawa ini" seru Ben memberikan paper bag berisi dress. "Baik, tapi aku masih lapar" wajahny memelas. Ben menarik napas, kesal. Gadis ini tak tau ia sedang ingin sekali memakan siapa saja yang membuatnya kesal. Dan gadis ini melakukannya. "Naik sekarang, selagi aku masih berbicara dengan sopan" titah Ben. Kuasa veto Ben melemahkan Aerhyn. "Baik". Aerhyn tertunduk dan melangkahkan kakinya malas menuju kamarnya. "Suruh Bianca siapkan makanan dan snack untuknya, aku akan menemui Matthew" "Dan satu lagi, bilang pada tamu Matthew jangan pergi dulu, aku ingin bertemu dengannya" perintah Ben. "Baik Tuan". *** "Siapa yang kau bawa kerumah ku Matth" tanya Ben begitu ia mendarat kan b****g nya di kursi. Kakak beradik ini terlihat sedikit tegang. Mereka bertemu di salah satu restaurant cepat saji, melakukan makan siang bersama. "Hahaha, santai. Kau mau pesan apa?" Tawa Matthew renyah. "Jawab saja, aku masih ada urusan lain" Benedict tak sabar. "Namanya Georgia, aku bertemu dengannya di pesta yang di adakan Andrew kemarin" Matthew mengingat ingat. "Lalu kenapa kau bawa kerumah?" "Hmmm, awalnya aku mengira dia jal*ng mu, wajahnya sama persis karena itu aku membawanya kerumah" jawab Matthew diiringi tawa. "Aerhyn bukan jal*ng, jaga ucapanmu" Ben tak suka Aerhyn disebut seperti itu. "Okay okay, calm bro" Matthew menenangkan adiknya. "Bawa gadis itu segera keluar dari rumah ku" seru Ben dingin. "Dia pacarku" Matthew mencoba meyakinkan. Ben memalingkan wajah nya. Matanya terbelalak tak percaya. "Pacarmu? Bagaimana bisa?" Ben masih berusaha tenang. "Entahlah, mungkin jatuh cinta pandangan pertama" Matthew menjawab santai di selingi kunyahan. "Karena wajahnya mirip Aerhyn?" tanya Ben mulai tak sabar. Matthew hanya mengkat bahu dan terus mengunyah. "Kau menyukai Aerhyn?" Kini Ben menaikan suarany satu oktaf. Orang orang yang berada di tempat itu kini memandangnya. Ia menarik napas berat dan menghembuskannya. "No im not, im just curious. I dont like your slave" Matthew masih santai menanggapi adiknya. Ia tau adiknya sedang sangat berapi api. Ia hanya mempermainkan Ben. Ia ngin menguji seberapa kuat Benedict mempertahankan miliknya. "Then why, you have to choose a girl who looks like mine?" Ben terbakar emosi. Ia mengepal tangannya. Buku buku jatinya terlihat memutih. Tinjunya siap ia layangkan kapan pun. "I told you before. And i think i like Georgia. Even she has face like yours, i dont like someone slave" putus Matthew. Ia tak mau bertengkar dengan Ben hanya karena wanita. Dia memang menyukai Georgia. Bukan karena wajahnya persis dengan Aerhyn, tapi karena sifat gadis itu. "Okay. Malam nanti ajak makan bersama. Aku akan bawa Aerhyn" Ben mulai tenang. Matthew mengangguk. Adiknya sudah kembali menguasai diri. Jarang melihatnya emosi apalagi hanya karena seorang bud*k. Matthew mencium bahwa adiknya menyukai Aerhyn namun belum ingin mengakui perasaannya. *** "Ini kan dress yang kemarin" mata Aerhyn membulat, berbinar. Mulutnya menganga tak percaya. Dress yang ia pandangi kemarin kini ada di hadapannya. Ia bisa menyentuh bahkan menggunakannya. Dress ini kini miliknya. "Harus berterima kasih pada Tuan Ben". Tekadnya. Aerhyn tertawa dan berdansa sambil memegang dress tersebut ia pun berputar latakny penari professional. Gadis polos yang Ben perhatikan dari cctv yang tersambung pada ponselnya. "Kau menyukai bud*k itu?" Tanya Matthew yang juga ikut memperhatikan. "Tidak" jawab Ben cepat. "Terserah kau, jangan sampai menyesal" ucap Matthew mengingat kan. "I wont". Seperti bisikan. Namun Ben pun tak yakin dengan jawaban nya. Ben pulang ke apartment bersama Matthew. Aerhyn masih di dalam kamarnya. Begitupun gadis yang Matthew bawa. Masih ada di dalam kamar Matthew. "Aerhyn sudah makan?" Tanya Ben pada Bianca. "Seharusnya, tapi ia menolak untuk makan. Dia berasumsi takut gendut" Bianca menirukan gaya bicara Aerhyn. "Anak itu, siapkan makananya aku akan mengantarkan padanya" "Baik Tuan". Bianca bergegas ke dapur menyiapkan makanan Aerhyn. "Kau perhatian sekali pada 'bud*k' mu" Matthew menekankan kata bud*k di depan wajah Ben. "f**k off" Ben mendengus. Matthew hanya tertawa geli melihat tingkah adiknya. Seorang otoriter yang yak perduli sekitar sedang mengantar makanan untuk seorang gadis. "Aku tak mau makan Bianca... Eh Tu Tuan" Aerhyn tak tau kalau yang membuka pintu adalah Benedict. Ia mengira itu adalah Bianca yang memaksanya makan. "Kenapa tak mau makan?" Suara barithon Benedict membuat bulu kuduk Aerhyn meremang. Ia suka suara berat nan rendah itu. Darahnya berdesir. Ingin mengecup bibir si pemilik suara. "Ehmm aku.. aku takut gemuk" cicitnya. Ia menggigit bibir bawahnya, menautkan jari jemari. Matanya lurus menatap Benedict. Ben merasa ada debaran aneh di ujung hatinya. Berdetak tanpa permisi. Memperlihatkan gadis di hadapannya. Ia ingin mencecap bibir manis itu. Mendengar lirih desahannya. Merengkuh wajah dan mencumbu setiap sisi tubuhnya. "Makan, aku tak ingin di laporkan polisi karena menelantarkan seseorang di rumah ku" perintah Ben mencoba menahan debaran di dadanya. Wajah Aerhyn memelas. Ia lapar. Tapi ia takut dress yang Benedict berikan tak muat jika ia menggemuk. Ben melirik dress yang ada di tempat tidur. Dan tersenyum. "Kalau kau tak mau makan karna dress itu. Aku akan menariknya dan membuangnya. Tentukan pilihanmu" "Baik aku makan". Jawabnya lemah "Selesai makan ikut dengan ku dan jangn lupa bawa baju itu, temui aku di ruang kerjaku". Ben lalu meninggalkan kamar Aerhyn. Gadis itu yang tengah memasukkan nasi ke mulutnya terheran, ada apa dengan Tuannya. Terkadang seperti diktator terkadang sangat baik. 'Aku sungguh tak memahami pemikiran orang kaya' batinnya bermonolog. ============ "Kenapa kita disini Tuan" bisik Aerhyn tepat ditelinga Ben. Ben membawanya ke restaurant di salah hotel mewah yang berada di pusat kota Washington. Malam itu Aerhyn berdandan sangat anggun. Rambut di sanggul biasa dengan dress baby purple nya. Memperlihatkan lehernya yang mulus dan jenjang. Sedari tadi Ben mencoba menahan gelora di d**a, tak tahan rasanya ingin mendaratkan bibir di leher indah itu, mengecup dan memberi tanda 'gadis ini milik ku'. "Kita akan makan malam dengan Matthew" suara Ben parau di telinga Aerhyn. "Tuan Matthew?" Tanyanya sekali lagi. Lebih tepat dengan hanya isyarat bibir. Ia tak percaya, apa yang terjadi pada Tuannya, bukan kah selama ini ia di kurung di apartment megahnya untuk menghindari Matthew. Kenapa malam ini ia berubah pikiran? Atau Ben akan menyerahkannya pada Matthew? Pikiran pikiran mengerikan mulai bermunculan di benaknya, ia takut Ben membuangnya pada kakaknya. Ia takut di perlakukan kasar lagi oleh seorang pria. Selama ini dia telah nyaman dengan Ben. Walau Ben hanya menganggapnya tak lebih dari seorang pemuas. Benedict yang menyadari kalau gadis di sampingnya gugup, terlihat dari tangannya yang ia genggam dan posisi duduk yang tak tenang, serta tubuhnya yang sedikit gemetar. "Im with you. I wont sell you or something else there inside your stupid head". Ucap Ben menenangkan dan menggenggam tangan Aerhyn. "Sorry". Ucapnya malu. Wajahnya benar benar memerah. Mengapa ia berpikiran pendek seperti itu. Matthew datang dengan Georgia di sampingnya. Aerhyn seperti melihat dirinya sendiri. Hanya saja Georgia lebih berisi dan lebih tinggi darinya. Singkat cerita kini Ben tak perlu mengurung Aerhyn lagi. Selama ada Georgia. Matthew takkan menggoda atau mendekati Aerhyn. ====== 6 bulan berlalu... Matthew, sudah lama kembali ke florida. Ia membawa serta Georgia bersamanya. Dan 2 bulan lagi mereka menikah. Entah apa yang bisa membuat playboy seperti Matthew bertekuk lutut pada Georgia. Mereka hanya kenal hitungan bulan dan kini berani mengambil resiko dengan mengikat janji pernikahan. Benedict masih sama. Masih sering membawa gadis gadis cantik ke apartment nya. Masih dengan sikapnya yang mau menang sendiri. Dominant dan playboy. Dan kini apartment Benedict hanya ditinggal oleh Benedict Dan Aerhyn. Bianca beserta Audrey memutuskan pensiun dikarena kan usia mereka yang sudah cukup Tua. "Tak perlu melakukan itu, aku bisa memanggil orang untuk bersih bersih" seru Benedict menuruni tangga. "Tidak apa apa Tuan lantai ini sudah berdebu dan aku sedang ingin melakukannya" ucap Aerhyn berkutat dengan kain pel di depan ruang televisi. "Hari ini aku pulang larut, tidurlah terlebih dahulu". Pesan Ben. "Baik Tuan" Malam ini adalah pertunangan assistant terbaiknya di kantor, Brenda Agreille. Mungkin ia akan berpesta disana. Diusianya yang terbilang cukup, ia sama sekali belum memikirkan untuk menjalin kasih dengan serius dan berkomitmen. Ben hanya berpikir bagaimana caranya membuat perusahaan nya semakin maju dan berkembang. Wanita silih berganti menemani malamnya. Ia tak berkekurangan sedikit pun. Tapi ada yang mengganjal di hatinya, namun ia tak tau apa penyebabnya. "Sepinya rumah ini, kalau ada hewan peliharaan mungkin aku tak terlalu kesepian" lirihnya seorang diri. Sejak kepergian Audrey dan Bianca. Benedict tak mencari lagi pengganti mereka. Tak ada lagi seorang pun teman Aerhyn bercanda tawa. Ia hanya bisa duduk termenung di memperhatikan orang orang bermain di balik jendela. "Aku rindu Ibu asuh dan juga adik adik di panti". Aerhyn terduduk memeluk lutut, wajahnya ia tenggelem kan disana. Tanpa sadar ia tertidur. Benedict pulang sangat larut dengan kondisi mabuk. Berjalan perlahan dan nyaris terjatuh. Ia di gandeng seorang wanita yang entah siapa. Berbusana minim. Walau paras si gadis sangat cantik, dengan keadaannya seperti itu. Orang akan mengira dia w*************a. Saklar lampu di tekan, ruangan seketika terang benderang. Betapa terkejutnya Benedict melihat sesosok wanita yang amat di kenalinya terduduk di lantai. "Apa yang kau lakukan tidur disini?" Tanya Benedict sedikit membentak. Aerhyn tersadar dari tidurnya. Ia melihat Ben dengan penampilan berantakan dan disisi wanita yang ia tak tau siapa. "Ah maaf, aku tertidur. Aku segera naik. Selamat malam" ucapnya dan berlari menuju kamar. "Brengs*k, menghancurkan mood ku saja" Maki Benedict kesal. Ia tak suka Aerhyn melihatnya sedang bersama wanita lain. Ia tak mau terlihat seperti suami menelantarkan istrinya. Lagi lagi Aerhyn menghancurkan malamnya. "Aku akan membawa mu ke kamar. Dan kau bisa beristirahat" ucap si gadis dengan nada menggoda. "Pulanglah, aku sudah tak berselera" Mata wanita itu terbelalak. Ia bersusah payah membuat Benedict mabuk, membawany sampai ke apartmentnya dan kini ia dicampakkan. "f**k you asshole" ucap si wanita marah. Plaaakk. Tamparan mendarat di pipi Benedict. Wanita itu pun pergi meninggalkan Benedict begitu saja. "Aerhyn... Rhyn kemari kau sial*n" teriak Ben. Aerhyn membuka lagi pintu kamarnya. Ia mendengar semua perdebatan Ben dengan gadis itu. Bahkan ia mendengar tamparan yang cukup keras. "Tuan memanggil saya?" Tanya Aerhyn sedikit takut. "Dasar jal*ng tak tau diri. Aku sudah menyuruh mu tidur terlebih dahulu. Kenapa aku harus melihat wajahmu lagi" teriak Ben tepat di depan wajahnya. Aerhyn tak merasa melakukan kesalahan, ia hanya tertidur. Apa Ben marah katena ia mengganggu malamnya, ia tak bermaksud melakukan itu. "Aku tak ingin melihat wajah jelek mu ada di depan ku. Kemasi barangmu dan pergi dari rumah ku sial*n" racau Ben lagi. Walau Aerhyn tau Benedict di pengaruhi alkohol, namun ia tetap hanya seorang wanita biasa. Hatinya sakit. Ia di usir walau tak melakukan kesalahan apa pun pada Tuannya. Air mata jatuh memabasahi pipinya. Ia tak lagi ingin mendengar ocehan Ben. Ia bergegas ke kamarnya dan membawa beberapa pakaiannya. Ketika kembali ke bawah, dilihatnya Benedict tertidur di sofa ruang tengah. Ia hanya meninggalkan sepucuk surat. Dan keluar dari apartment mewah itu malam itu juga. ============ to be Continued... jangan lupa tinggalin jejak dengan cara vote and comment ya, thanks
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD