** Di part ini ada mengandung unsur 18+
Bagi yang maaih di bawah umur mohon bijak menyikapi nya.
=========
Benedict membawa Aerhyn ke apartment nya. Kalau dari perjual belian sekarang Aerhyn sudah sah menjadi miliknya. Namun Benedict tak mau menganggapnya begitu karena Aerhyn bukan lah barang yang bisa di perjual belikan bahkan di lelang. Ia menebus sebanyak itu untuk membayar harga diri wanita itu di hadapan para pria brengs*k yang ada di sana.
Sesaat ia berpikir, apa yang membuatnya membuang uang sebesar $1.500.000 hanya untuk gadis seperti ini.
Ia tak menyukainya apalagi cinta, dan tak ingin menjalin hubungan dengan gadis ini. Walau paras dan tubuhnya cukup cantik tapi sama sekali bukan type Benedict.
"Sementara tidur lah di kamar tamu, besok pagi aku akan suruh art ku menyiapkan kamar mu" suara Benedict yang berat memecahkan kesunyian di anatar mereka berdua.
Aerhyn masih memandang sekeliling, ia tak pernah bermimpi bisa menginjak kan kaki di hunian megah berbintang lima seperti ini di dalam hidupnya. Nuansa hitam di padukan beberapa ornamen berwarna emas terlihat begitu elegant. Menjelaskan sosok Benedict di seluruh sudut rumah ini. Berwibawa.
"Rhyn.. kamu mendengar ku?" Tanya Benedict lagi.
"Argh.. oh ma maaf Tuan, anda bilang apa?" Aerhyn yang baru sadar dari keterkejutannya.
"Malam ini kau tidur di kamar tamu, tak apa kan?" Benedict terkekeh.
"Saya tidur di mana saja tak masalah Tuan" cicitnya.
"Its okay, you sleep in guest room for awhile"
"Terima kasih Tuan, terima kasih banyak. Bagaimana saya membalas kebaikan Tuan" Aerhyn mendongak, baru pertama ini ia menatap wajah Benedict.
Iris mata seindah sapphire itu juga menatap tepat ke dalam matanya, ia terkesima akan kesempurnaan wajah Benedict, napasnya tersekat di kerongkongan tanpa sadar bibir ranumnya terbuka sedikit membuat darah Benedict berdesir ingin mencicipnya.
Ekheem
Benedict berdeham mengalihkan debaran yang timbul di dadanya, perasaan aneh ini muncul hanya karena Aerhyn menatap tepat di matanya.
"Tidak perlu, kau tak perlu membayar ku"
Benedict serius, suaranya datar.
"Semoga kau nyaman disini. Kalau ada perlu apa apa, Audrey dan Bianca ada di kamar bawah mereka akan membantumu" sembari melangkah keluar dari guest room.
Wajah Aerhyn bertanya tanya. Siapa Audrey dan Bianca.
"Mereka art ku, kau bisa meminta bantuan pada mereka" jawab Benedict menghilang kan pertanyaan di kepala Aerhyn.
"Baik Tuan, terima kasih"
Benedict pun meninggalkan kamar Aerhyn setelah saling mengucap selamat malam. Niat awal ke club mencari wanita untuk menemani malamnya harus berakhir membawa Aerhyn.
"Sepertinya aku harus mandi air dingin malam ini" gumamnya menghela napas.
***
"Miss please you dont have to do that. Kalau Tuan lihat dia akan marah" seru suara salah satu art Ben.
"Tak apa aku bisa melakukan nya, aku biasa melakukannya" jawab Aerhyn memeras kain pel dan mulai mengepel lantai ruang tengah.
"Biar saya saja yang melakukannya nona"
"Begini saja, daripada kita ribut. Tuan biasanya sarapan apa? Aku ingin menyiapkannya" putus Aerhyn.
Sembari menjelaskan menu yang biasa di santap oleh Benedict setiap paginya, Audrey merasa heran. Tak pernah Tuannya membiarkan teman wanitanya menginap. Biasa mereka hanya melihat guest room berantakan. Ketika pagi ingin membersihkannya.
Saat pagi tadi membuka pintu. Betapa terkejutnya mereka melihat seorang gadis duduk di kasur terlihat bingung.
Meja makan sudah diisi menu sarapan untuk bened karya Aerhyn. Hanya sepiring garlic bread dan sebuah telur mata sapi setengah matang disertai sedikit mesh potato dan dua batang sosis. Tak lupa segelas s**u almond. Ini mudah.
Setelah menyiapkan sarapan Benedict Aerhyn menuju tempat cucian baju. Para art melarang namun ia tetap ingin melakukannya.
Benedict turun kamarnya sudah dengan pakaian rapi melihat meja makan sudah tersedia sarapan. Menggigit garlic bread dan mencocolnya ke mesh potato. Ada rasa yang berbeda dari sarapannya.
"Ini tidak seperti biasa, lebih gurih dan enak" gumamnya.
"Bianca siapa yang membuat sarapan ku, apa kau menggunakan merk roti lain?" Tanya nya pada Bianca art yang mengurus segala keperluan untuk mengisi perutnya.
"Maaf Tuan, pagi ini nona dari kamar tamu yang menyiapkannya. Ia membuat sendiri semua sarapan anda" jawab Bianca jujur.
"Nona di guest room? Siapa?" Tanya nya lagi. Ia melupakan wanita yang ia boyong ke apartment nya malam tadi.
"Wanita dengan rambut sebahu dan berkulit putih dengan paras cantik, bukankah ia kenalan anda Tuan?" Bianca menerangkan.
Benedict memejamkan mata sembari mengingat siapa yang ia bawa kemarin. Ia tak ada melakukan aktifitas apa pun malam tadi. Dan otak pintarnya teringat akan Aerhyn.
"Ooh itu Aerhyn. Dia akan tinggal disini" jawab Benedict datar dengan terus mengunyah.
"Dimana dia sekarang?" Tanya Benedict lagi.
"Ada di washing room Tuan, ia berkeras ingin melakukan nya.
"Hmm tak apa, biarkan saja. Biar dia melakukan apa yang ia inginkan. Dan tolong awasi dia"
"Baik Tuan, saya mohon undur diri" pamitnya.
Benedict mengangguk dan meneguk s**u kesukaannya. Setelah menghabiskan sarapan ia berangkat ke kantor tanpa melihat Aerhyn.
"Tuan Ben sudah berangkat kerja kah?" Aerhyn celingkun di ruang makan. Dilihatnya piring yang berisi sarapan sudah kosong tak bersisa.
"Tuan sudah pergi dari 30 menit yang lalu" jawab Audrey.
"Nona bisa kah kau menjaga rumah, kami harus ke swalayan membeli perlengkapan dapur." Seru Bianca.
"Bisa tenang saja, aku tak akan mengacaukan rumah ini" jawabnya semangat.
"Baik kami pergi, jaga rumah dengan baik" titip Audrey.
Aerhyn mengangguk beberapa kali dengan senyum lebar.
**
2 jam sudah Audrey dan Bianca pergi belum ada tanda tanda mereka akan pulang. Ia takut ketika ia mandi atau tertidur nanti mereka menekan bell dan tak ada yang membukakan pintu.
"Kenapa tadi tak bertanya mereka punya kunci atau tidak, why im so stupid" menyesali kecerobohan yang lakukan.
Merasa gerah ia memutuskan untuk mandi, menghidupkan shower membasahi tubuh sintalnya dengan air mengalir. Menggosok setiap celah yang ada. Aroma sabunnya sangat segar. s**u dan citrus.
Bersenandung ria dan membilas sisa sabun yang menempel pada tubuh putih nan molek yang ia punya. Tengah asyik mandi ia tak tau kalau Benedict sudah berada di rumah. Ia singgah ke toko baju wanita membeli beberapa busana yang layak untuk Aerhyn kenakan.
Aerhyn masih asyik dengan kegiatan mandinya. Benedict mengetuk pintu kamar beberapa kali tak ada sahutan dari dalamnya. Benedict telah berkeliling rumah juga tak menemukan seorang pun. Ia yakin Audrey dan Bianca pergi membeli perlengkalan bulanan.
Namu Aerhyn pasti dirumah, tapi dimana ia. Benedict mencoba memegang gagang pintu tan mencoba membukanya.
Ceklek
Pintu kamar terbuka dan pintu menampilkan Aerhyn yang tengah berbalut handuk berdiri di depan pintu kamar mandi.
Tubuh mungil dengan d**a berukuran 38B kulit putih kemerahan. Berbalut handuk yang kekcilan. Rambut yang masih meneteskan air karena tadi baru keramas.
Aerhyn sedikit terkejut dan mundur kebelakang satu langkah, tubuhnya menempel pada dinding kamar mandi. Handuknya sedikit terbuka. Paha mulusnya terkespose dan menampilkan bayangan area sensitive nya.
Ben menelan ludah dengan susah, napasnya memburu ia kehilangan akal sehatnya. Melihat Aerhyn bagaikan rusa kecil yang terpojok dan diintai sang singa. Hasratnya memburu. Napasnya mulai berat.
Aroma citrus menguar dari tubuh Aerhyn, pikiran Ben mulai kacau. Ia masuk dan mendekat ke arah Aerhyn perlahan. Kantongan baju yang ia pegang tadi sudah tergeletak di lantai.
Mengelus pipi selembut sutra memainkan ibu jarinya pada bibir tipis kemerahan yang sedikit terbuka itu. Aerhyn menikmati sentuhannya. Mengikuti arah permainan tanganya.
Sebelah tangan Ben mengunci pintu, napas keduanya berat, Aerhyn menggigit bibir bawahnya. Ben tak tahan. Di pegangnya dagu Aerhyn dan menaikannya sedikit ke atas menghadapnya. Menunduk untuk mencecap rasa manis bibir gadis di hadapannya.
Setelah mengunci pintu sebelah tangan Benedict merengkuh tubuh mungil itu, bermain di lehernya. Perlahan turun menuju Lipatan handuk di sekitar d**a, ia buka dengan mudah. Tampak p******a kembar yang menegang bersiap untuk di jamah.
Membimbing Aerhyn menuju tempat tidur. Dengan tidak menghentikan lumatan pada bibir kenyal itu. Tangan Ben meremas p******a bulat nan lembut. Suara desahan lemah lolos dari mulut Aerhyn.
"Aaahhh"
Mendengar desahan halus itu, gairah Benedict semakin semangat, mengecup leher dan meninggalkan beberapa tanda di lehernya.
"Tu.. tuan ap apa yang... Eeehmm... Aahh" Aerhyn tak menyelesaikan kalimatnya, terganti desahan desahan lembut.
"Aaahhhh"
Desahan lolos lagi dari bibir karena dua jari Ben sudah masuk kedalam v****a nya. mengarahkan ibu jarinya bermain di c******s titik sensitive semua wanita. Memaju mundurkan jari manis dan jari tengah di bawah sana.
Tubuh Aerhyn menggelinjang, pinggulnya terangkat sedikit. Desahan demi desahan tanpa ragu kini sudah seperti lantunan lagu yang keluar dari mulutnya.
Ben membuka sabuk dan celana kerjanya. Mengekspose tongkat yang ada di tengah pahanya yang sudah berdiri dengan gagah. Mata Aerhyn membulat. Tak pernah melihat yang sebesar itu.
Wajah Aerhyn memerah, kulit putih itu sudah seperti warna kepiting yang direbus. Ben menarik sedikit pinggul ramping itu. Ia berjongkok mengarahkan wajahnya ke v****a Aerhyn. Menjilat dan menghisap cairan beraroma khas yang keluar dari sana.
"Tuan.. No.. Kotor jangan lakukan itu" racau Aerhyn tak di indahkan oleh Ben.
"Aaahh.. Nooo eehhmmm" desah keluar lagi.
Ketika merasa pemanasan yang ia lakukan sudah cukup ia memasukkan tongkatnya dengan perlahan, menggoyangkan pinggulnya mengikuti ritme dan hentakan yang membuat dua anak manusia ini menggila.
Ah.. ah.. ah
Aerhyn menutupi wajahnya dengan kedua tangan, malu. Benedict terus menggerakan pinggul, Aerhyn meracau. Ia tak pernah merasa sensasi seperti ini. Walaupun ia sudah sering melayani pria yang ada di club, ia tak pernah di perlakukan selembut ini. Menikmati setiap sentuhan dan perlakuan Ben.
Di club ia di perlakukan dengan kasar, di jadikan b***k dan pemuas. Tapi hari ini Benedict melakukan nya dengan lembut. Walau ia tau ini bukan cinta, tapi ia merasa di sayangi.
"I think.. i i wanna c*m" cicit Aerhyn.
Ben tetap memaju mundurkan pinggang, kini semakin kuat. Pelukannya pada Aerhyn semakin kuat. Napasnya kian berat.
"I wanna c*m too" bisiknya parau di telinga Aerhyn.
Aerhyn mencapai klimaks pertamanya sejak ia tidak perawan. Sensasi yang benar benar aneh.
Benedict mengeluarkan tongkatnya dan menumpahkan isinya di perut rata wanita yang baru saja jadi partnernya. Lalu ia pun roboh di sisi Aerhyn mengumpulkan tenaganya sesaat.
Aerhyn kelelahan, jantungnya masih berdegub dua kali lipat dari biasanya. Ia harus mandi lagi. Tubuhnya kini di penuhi oleh aroma Benedict.
Ketika tenaganya sedikit pulih, Ben bangkit dan memakai pakaiannya yang berserakan dilantai.
"Aku mandi di kamar ku, aku membawa beberapa pakaian layak untuk mu. Kau bisa memakai itu" suara Ben datar sembari berlalu meninggalkan Aerhyn yang kelelahan.
======
To be Continued
** Hai hai, jangan lupa tinggalin jejak dengan cara vote and comment ya. Makasih^^